BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan
sebagai sarana untuk mengembangan potensi diri yang ada. Pendidikan juga tidak
lepas dari kurikulum. Karena kurikulum itu sebagai pondasi bagi pendidikan agar
kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik. Setiap manusia pasti
berkembang begitu pula dengan kurikulum. Untuk memenuhi kebutuhan peserta didik
yang mempunyai kebutuhan berbeda setiap zamannya. Kurikulum
akan selalu berkembang agar dapat memenuhi kebutuhan suatu lembaga. Ketika
kurikulum tidak dikembangkan sesuai dengan meningkatnya kebutuhan suatu
lembaga, maka lembaga itu akan mengalami ketertinggalan. Tetapi untuk
mengembangkan kurikulum, tidak hanya dirancang sesuai keinginan para pengelola
lembaga tertentu, melainkan harus memperhatikan beberapa aspek pengembangan
kurikulum, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis,
landasan sosial budaya, dan landasan IPTEK.
Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Pengembangan kurikulum adalah
istilah yang komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa hal
diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Dalam pengembangan
kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia
pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: di
dalam mengembangkan sebuah kurikulum juga harus menganut beberapa prinsip dan
melakukan pendekatan terlebih dahulu, sehingga di dalam penerapannya sebuah
kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan seperti yang di harapkan. Dan mengenai
prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum akan kami jelaskan selengkapnya
dalam pembahasan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian dari pengembangan kurikulum?
2.
Hal apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum?
3.
Apa saja hakekat pengembangan
kurikulum?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui apakah pengertian dari pengembangan
kurikulum?
2.
Untuk mengetahui hal apa saja yang termasuk dalam
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum?
3.
Untuk mengetahui apa saja hakekat pengembangan kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
(curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya ‘pelari’ dan
curer yang berarti ‘tempat berpacu’.
Zainal
Arifin, (2011) Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum adalah salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan
pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan.
Oemar Hamalik,
(2008) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum yaitu sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah.
Pengembangan
kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana
kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan
pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar mengajar, antara lain
penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang
disarankan, mata pelajaran, kegiatan.
Pengembangan
kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup perencanaan,
penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun
kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan
untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta
didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum
berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional.
Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk
menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian
program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait
langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak
orang.
B.
Isi
Pengembangan Kurikulum
Dua hal yang harus diperhatikan ketika membicarakan
isi kurikulum adalah: Pertama, isi
kurikulum didefinisikan sebagai bahan atau materi belajar dan mengajar. Bahan
itu tidak hanya berisikan informasi faktual, tetapi juga mencakup pengetahuan,
keterampilan, konsep-konsep, sikap, dan nilai.
Kedua, dalam proses
belajar mengajar, dua elemen kurikulum, yakni isi dan metode, berinteraksi
secara konstan. Isi menjadi signifikan jika ditransmisikan kepada anak didik
dalam beberapa hal dan jalan, dan itulah yang disebut metode atau pengalaman
belajar mengajar (PBM). Hubungan antara isi dan metode sangatlah dekat, tetapi
ketika keduanya dipisahkan menjadi elemen-elemen kurikulum, masing-masing dapat
dinilai dengan kriteria yang berbeda. Kita harus memilih satu kriteria, meski
akan lebih memuaskan jika dipilih semua, namun itu bukan pola pembelajaran yang
efektif. Hal yang sama juga berlaku bagi pemilihan metode, metode yang efektif
namun tidak bisa menggunakan isi dengan signifikan tidak bisa menghasilkan
manfaat dalam proses belajar. Baik isi maupun metode harus signifikansehingga
hasil dari belajar efektif bisa diraih dengan baik.
1.
Persoalan-persoalan
yang Berhubungan dengan Penyelesaian Isi atau Bahan
a.
Pentingnya Mata Pelajaran
Penyelesaian
isi menurut mata pelajaran tertentu telah menjadi prosedur tradisional, tetapi
akumulasi pengetahuan dan perluasan jumlah waktu pelajaran secara konsekuen
lebih menekankan pada integrasi dalam menciptakan suatu perubahan yang jauh
dari prosedur ini.
Ada dua hal yang juga membuat
keraguan akan validitas penyeleksian isi dalam mata pelajaran tradisional,
yakni:
1)
Berbagai definisi mata pelajaran yang
penting
2)
Hubungan antara mata pelajaran di
sekolah dan cara pengetahuan tersebut diklasifikasikan.
Tugas
para pengembang kurikulum khususnya dalam bentuk penyelesaian isi, adalah
mengidentifikasi struktur dasar dari berbagai bidang pengetahuan dan memberikan
isi yang tepat sehingga anak didik mampu mempelajari struktur-struktur.
Hirst
mengklasifikan bentuk-bentuk pengetahuan sebagai berikut: mathematics, physical sciences, human sciences, literature and fine
arts, history, religion, dan philosophy.
Bentuk-bentuk pengetahuan atau mata pelajaran dapat dibedakan dengan
keyakinan mereka pada prosedur-prosedur yang spesifik sebagai contoh, sains
tergantung pada pengalaman dan prosedur-prosedur observasi, sedangkan matematik
tergantung pada prosedur-prosedur deduktif. Karena itu tugas pengembang (developers) adalah menentukan berbagai
bentuk pengetahuan untuk mengetahui bagaimana menggunakannya sebagai dasar
penyelesaian isi.
Peters berpendapat bahwa pendidikan
merupakan proses mengantarkan anak didik untuk diarahkan kepada pengetahuan
yang relevan. Peters juga mengungkapkan bahwa anak didik secara bertahap harus
menjalani prosedur pendefinisian suatu mata pelajaran agar bisa memahami mata
pelajaran tersebut sebelum berangkat kepada isi yang menjadi permulaan bagi
terjadinya proses interaksi antara pendidik dan anak didik. Anak didik dibawa
ke dalam aktivitas-aktivitas, model tingkah laku dan pikiran yang memiliki
standar yang dituliskan ke dalamnya dengan referensi yang memungkinkan sehingga
bisa bertindak dan berpikir dengan beragam tingkat keterampilan, relevansi, dan
selera.
b.
Pentingnya Proses
Beberapa penulis mengadopsi pendapat yang berlawanan
dengan pendapat yang menganjurkan kesadaran akan penguasaan mata pelajaran.
Mereka berpendapat bahwa tiap isi memiliki nilai yang sedikit, tetapi cara yang
digunakan bersifat critical. Pendapat
ini seringkali terefleksi dalam kurikulum kontemporer, dimana terjadi penekanan
perubahan ketentuan yang mendetail terhadap isi untuk penekanan pada proses.
c.
Bahan Mengajar
Pendidik dan
pengembang kurikulum dihadapkan dengan beragamnya mata pelajaran yang harus
mereka seleksi.
Ketidaksetujuan dengan apa yang diajarkan merupakan
suatu kritik umum terhadap sekolah yang bersumber dari luar. Kritik tersebut
akan langsung meningkat jika sekolah gagal membuat isi0bahan yang mempunyai
fungsi sosial yang relevan.
d.
Kebutuhan Penyelesaian Secara Rasional
Mengaplikasikan kriteria yang
rasional dalam menentukan isi pengajaran dan mata pelajaran ke dalam suatu kurikulum
merupakan sebuah kebutuhan. Aplikasi ke dalam suatu kurikulum itu datang dari
berbagai bidang atau area yang didasarkan pada suatu perbedaan sumber, dari
tingkatan opini yang subjektif sampai pada penuntun kebutuhan-kebutuhan secara
objektif.
Taba mengidentifikasi empat alasan
yang mendemonstrasikan kebutuhan untuk suatu basis rasional dalam hal pemilihan
isi:
1)
Gejolak pendidikan, menghasilkan konflik
antar kelompok dikarenakan fungsi sekolah dan pengajaran apa yang sesuai.
2)
Ledakan pengetahuan yang telah membuat
tersedianya isi (content) dan
dimasukkan ke dalam pertanyaan tentang skema klasik yang sederhana tentang mata
pelajaran sekolah.
3)
Tingkatan tujuan yang lebih luas, yang
telah menciptakan suatu kebutuhan akan isi yang baru yang tercakup oleh bahan
kurikulum tradisional.
4)
Perkembangan teknologi pendidikan, yang
memungkinkan adanya perluasan tentang apa yang bisa dipelajari dalam suatu
rangkaian waktu
Masalah yang berhubungan dengan akumulasi
pengetahuan dan teknologi dan pengembangan tujuan-tujuan pendidikan adalah
semakin banyaknya isi yang akan ditambah dalam kurikulum.
e.
Keberadaan Pengetahuan Anak Didik
Ketika menyeleksi isi pengajaran,
isi bagi anak didik telah diketahui sebagai pertumbuhan yang utama. Para
pengembang memiliki beberapa masalah dalam menyeleksi isi. Dalam kaitannya
dengan hal tersebut, para pengembang kurikulum perlu untuk:
1)
Mengadopsi prosedur rasional dalam
memilih isi
2)
Menentukan isi atau bahan apa yang
diketahui anak didik
3)
Memutuskan apakah isi (baru) ditambahkan
ataukah prinsip-prinsip baru ditentukan untuk memasukkan isi/bahan (baru) dalam
kurikulum
4)
Mengetahui keseimbangan antara
penguasaan bahan atau isi pelajaran dan pentingnya proses
5)
Menentukan tingkatan isi/bahan yang
diajarkan dalam mata pelajaran tradisional.
2.
Kriteria
Penyelesaian Isi atau Bahan
a.
Validitas (validity)
Isi
dinyatakan valid ketika hal itu otentik. Kendala paling utama keotentikan isi
adalah keusangan pengetahuan. Tiak hanya fakta-fakta dalam suatu mata pelajaran
yang diperlukan, dimana mata pelajaran tersebut merupakan pengetahuan yang
sudah tua dan usang. Hal ini mungkin juga menjadi prinsip-prinsip atau
teori-teori dari suatu bidang pengetahuan yang sudah tidak terpakai alias kuno.
Mengunakan
validity sebagai kriteria
penyeleksian isi (content) juga
menjadi suatu pertimbangan yang relevan. Isi yang valid dan memuaskan
dimasukkan sedangkan yang tidak sesuai kriteria dihilangkan dari kurikulum.
Kriteria validitas ini menerapkan
isi dan metode dalam satu cara. Isi dipertimbangkan valid jika menunjukan hasil
lulusan (anak didik) yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Isi mungkin
menjadi pertimbangan utama dalam proses pengembangan kurikulum, dan ia mungkin
diseleksi tanpa sumber untuk memprioritaskan tujuan-tujuan tersebut. Tetapi
jika guru/penddidik menyatakan bahwa tujuan-tujuan itu berada dalam proses
pengembangan kurikulum, maka kriteria validitas pun ditetapkan.
b.
Signifikansi (signifiance)
Jelas ini
sangat signifikan karena ia mertuipakan fundamen mata pelajaran atau bidang
studi. Namun ini bukan berarti kreteria “signifikan” hanya berlaku bagi
fakta-fakta dari suatu bidang mata pelajaransaja. Kreteria tersebut diterapkan
bagi semua ide utama atau konsep dan prinsip matapelajaran. Basis terbaik dalam
mempelajari mata pelajaran adalah dalam mengevaluasi sejumlah ide uatama atau
konsep dengtan menggtunakan fakta-fakta yang ada dalam matapelajaran.
Dengan demikian krteteria “signifikan”
terlibat dalam penentuan kesimbangan antara ide-ide dan fakta-fakta dalam satu
matapelajaran, dengan tujuan untuik mencapai keluasan dan kelemahannya, isi
mungkin tidak memuaskan krteteria “sigtnifikan” jika diekspresikan dalam bentuk
materi yang faktual. Ide kesejahteraan dan konsep-konsep yang ada dalam
kurikulum sejarah pula dikesampingkan, karena adanya perasaan kebutuhan untuik
merangkum sejumlah besart topik dan penetkanan pada ketletbihan jumlah fakta.
c.
Minat (Intertest)
Minat
(Intertetst) anak didik merupakan pertimbangan mandiri dalam penyeleksian isi,
meskipun ada perdebatan tentang sejauh mana perkembangan kurikulum harus
mengakomodasi kreteria ini. Karena itu masalahnya yang terjadi adalah bagaimana
menyelaraskan isi kurikulum dengan minat dan perilaku anak didik sehingga
minat-minat dan perilaku menentukan isi sangat singtkat sifatnya. Namun, jika
menghindari minat pesetrta didik, mungkin menjadikan isi pelajaran sangat
membosankan anak didik sehingga hasil belajarpun tidak memuaskan.
Masalahnya pun terbentang di antara dua
hal yang berlawanan itu. Prinsip-prinsip belajar dan motivasi menganjurkan
bahwa isi harus disesuaikan dengan minat anak sehingga proses belajar pun
menjadi lebih produktif. Tanpa itu disana tidak mungkin ada belajar. Pendidik
secarta umum memilih sesuatu dimana isi bisa mengtakomodasi minat pesertta
didik. Wheleer mengklaim bahwa krteria ini menjadi salah satu dari sejumlah
kreteria bahwa minat anak didik hanya
bisa mempengaruhi penyeleksian isi sesudah kreteria “valiiditas” dan
“signifikian” dipenuhi dengan memuaskan.
d.
Mampu belajar (laernability)
Isi yang dipilih haruis dapat dipelajari
oleh anak didik dan juga harus dapat diadaptasi untuk dicocokian dengan
kemampuan anak didik. Yang paling penting
dari hal ini adalah adanya kesesuaian antara isi yang diseleksi dengan
apa yang telah anak pelajari. Alasannya dalam kurikulum dan pengajaran adalah
anak didik memerlukan bantuan dalam
mempelajari ide-ide dan fakta-fakta. Untuk alasan ini, isi harus diatur dalam
suatu cara sehingga dapat dipelajari dan dipahami.
e.
Konsisten dengan realitas sosial
(Consistency with social reality)
Beberapa penulis berpendapat bahwa isi
yang diseleksi harus memberikan orientasi yang paling berguna bagi dunia
disekeliling kita. Dengan kata lain isi tersebut harus koinsisten dengan
realitas soisial. Dengan demikian, kretertia ini secarta efektif sama dengan
kreteria validitas, tetapii Taba (1962: 272) mengklaim bahwa bahwa ada
perbedaan respon terhadap situasi langsung (validity) dengan pencapaian suatu
orientasi pemikiran realitas yang mungkin memasukan seleksi ini dalam area
berikut :
-
Pengembangan kosmopolit sikap-sikap dan
nilai-nilai
-
Pemahaman hakikat dan penanggulangan
perubahan
-
Pemahaman kelompok-kelompok budaya
-
Pengembangan otonomi pemikiran
-
Penggabaran kreatifitas dan
pengenyampingan pemikiran.
Biasanya, beberapa area pengetahuan
tampak tidak konsisten dengan realitas sosial. Sedikit matapelajaran yang
statis atau isinya tidak berubah. Tetapi, matapelajaran tertentu mengambil isi
mereka secara langsung melalui masyarakat dan budaya (social studies)atau
secara langsung dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam sains dan teknologi.
f.
Kegunanan (Utility)
Kriteria ini mungkin masih
diperdebatkan, karena harus memilah dan menyeleksi isi dengan ketat sesuai
dengan nilai kegunaannya. Kriteria ini menganjurkan bahwa isi yang paling
berguna bagi anak didik dalam menyelesaikan kondisi mereka sekarang dan di masa
yang akan datang harus diseleksi melalui semua mata pelajaran di sekolah.
Kriteria ini juga diinterpretasikan dengan isi yang spesifik dalam mata
pelajaran. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk menentukan aspek-aspek yang
ada dalam isi pada bidang mata pelajaran tertentu yang paling sering digunakan
oleh orang dewasa, dan itulah yang diklaim sebagai kriteria kegunaan (utility)
C.
Pendekatan
Pengembangan Kurikulum
1.
Pendekatan Berdasarkan Materi
Pendekatan
ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi
kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan
sebagainya. Seperti yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita
sekarang di semua sekolah dan universitas (Nasution, 1984: 43)
Perencanaan
dan pengembangan kurikulum berdasarkan materi, inilah yang mula-mula
dilaksanakan. Inti dari proses belajar mengajar ditentukan oleh pemilihan
materi. Pembahasan mengenai pembaruan kurikulum terutama hanya membahas
bagaimana sumber bahan dapat berkembang. Rongers dalam bukunya Dakir halaman 98
mengemukakan perencanaan dan pengembangan kurikulum yang berdasarkan materi
yang akhirnya menuju ke tujuan pendidikan itu langkah-langkahnya sebagai
berikut:
a.
Bahan apa yang diajarkan?
Dan untuk mengetahui berhasil
tidaknya proses belajar, diukur dengan seberapa jauh siswa dapat menguasai
bahan. Oleh karena itu langkah berikutnya ialah:
b.
Bagaimana mengetahui hasil belajar?
Caranya yaitu dengan melaksanakan
evaluasi dengan cara berbagai macam evaluasi. Agar hasil belajar dapat baik
maka diperlukan:
c.
Cara mengajar yang baik
Ada berbagai cara mengajar yang
hendak disesuaikan dengan ciri bahan pelajaran untuk ini diperlukan:
d.
Cara pengorganisasian bahan pengajaran
Dengan menyusun bahan yang
sistematis, paedagogis, psikologis dan sebagainya, maka bahan belajar akan
lebih mudah diajarkan. Untuk itu diperlukan:
e.
Buku sumber yang relevan
Agar supaya bahan lebih mudah
diajarkan diperlukan:
f.
Media
Penggunaan media atau alat bantu
teknologi hendaknya disesuaikan dengan keadaan faktor-faktor yang lain
g.
Akhirnya untuk semua kegiatan tersebut
harus mengarah ke tujuan pendidikan.
2.
Pendekatan Berorientasi Pada Tujuan
Penyusunan
kurikulum dengan pendekatan berdasarkan tujuan, artinya bahwa tujuan pendidikan
dicantumkan terlebih dahulu. Dari tujuan inilah dijabarkan menjadi
tujuan-tujuan yang lebih rinci, yang akhirnya ke tujuan yang bersifat
operasional yang biasanya berupa TIK inilah dicari topik-topik pembahasan yang
lengkap, yang nantinya akan menjadi GBPP. Akhirnya tersusunlah kurikulum dengan
silabus (GBPP) yang terurai. Langkah berikutnya dari TIU ke TIK kemudian
dijabarkan pada SAP.
Kelebihan
pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
a.
Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi
penyusun kurikulum.
b.
Tujuan yang jelas akan memberikan arah
yang jelas pula di dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan,
dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
c.
Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan
memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
d.
Hasil penelitian yang terarah itu akan
membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang
diperlukan (Soebandijah dalam bukunya idi, 2007:201)
3.
Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat dilihat dari
pola pendekatan:
a.
Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada
berbagai mata pelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi,
biologi, berhiung, dan sebagainya. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu
sama lain.
b.
Pendekatan dengan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola
mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara
dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS, dan sebagainya.
4.
Pendekatan berdasarkan Kemampuan
Sebetulnya penyusunan kurikulum
berdasarkan kemampuan sama dengan penyusunan kurikulum berdasarkan tujuan.
Hanya kalau kurikulum berdasarkan kemampuan itu tujuannya lebih operasional
dari kurikulum yang berdasarkan tujuan. Pertanyaannya memang praktis, misalnya
setelah kuliah mahasiswa akan mempunyai kemampuan apa? Atau dengan kata lain
apakah semua kegiatan proses belajar mengarah menuju kemampuan yang diharapkan
oleh lulusan lembaga tersebut. Oleh karena itu dapat diibaratkan bahwa
kemampuan yang akan dicapai itu merupakan tujuan institusional, sedang
kurikulum yang berupa berbagai subkemampuan yang masing-masing berorientasi
pada profesi.
5.
Pendekatan Rekonstruksionalisme
Pendekatan ini disebut juga rekonstruksi sosial karena memfokuskan
kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti polusi,
ledakan penduduk, malapetaka akibat tujuan teknologi, dan lain-lain.
6.
Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa (student-centered) dan mengutamakan
perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari
proses belajar. Para pendidik humanistik yakin, bahwa kesejahteraan dan mental
dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu
memberi hasil maksimal. Prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan
pada tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan anak.
7.
Pendekatan Akuntabilitas
Accountability
atau
pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada
masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan.
Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam
bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen
ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam
waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaia tugas itu.
(Nasution, 1993: 50)
Suatu sistem yang akuntabel
menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya
berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu. Gerakan ini
mulai dirasakan di perguruan tinggi ketika universitas di Amerika Serikat
dituntut untuk memperhatikan dan membuktikan keberhasilannya yang berstandar
tinggi. Agar memenuhi tuntutan itu, para pengembang kurikulum terpaksa
mengkhususkan tujuan pelajaran agar dapat mengukur prestasi belajar. Dalam banyak
hal, gerakan ini menuju kepada ujian akademis yang ketatsebagai syarat memasuki
universitas.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan
kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses
ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi
belajar mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan
spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan.
Karena
kurikulum itu sebagai pondasi bagi pendidikan agar kegiatan belajar mengajar
dapat terlaksana dengan baik. Setiap manusia pasti berkembang begitu pula
dengan kurikulum. Untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang mempunyai
kebutuhan berbeda setiap zamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah, 2007, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Yogjakarta : Ar-Ruz Media
Arifin, Zaenal, 2013, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Hamalik, Oemar, 2008, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar