Selasa, 13 September 2016

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, FIQH, DAN ILMU JIWA



HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, FIQH, DAN ILMU JIWA

                                                                 


                                                                                                             
KATA PENGANTAR

            Syukur alhamdulillah, kami sampaikan pada Allah swt yang dengan rahman dan rahim-Nya telah membantu kami menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Filsafat, Fiqh, dan Ilmu Jiwa sebagai tugas kelompok mata kuliah Akhlak Tasawuf.
            Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang kita nanti-nantikan safa’atnya di yaumil akhir. Allahuma amin













DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang  Masalah............................................................. 1
B.     Perumusan Masalah..................................................................... 1
C.     Tujuan Penelitian......................................................................... 1
BAB II      PEMBAHASAN
A.  Keterkaitan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam.......................... 2....
B.. Keterkaitan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Fiqh............................. 4....
C.. Keterkaitan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Filsafat........................ 6....
D.. Keterkaitan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa........................... 11....
BAB III    PENUTUP
Kesimpulan...................................................................................... 11....
DAFTAR PUSTAKA









PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Tasawuf sebagai disiplin ilmu keislaman tidak dapat lepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti ilmu kalam dan fiqh, filsafat, ilmu jiwa dan bidang ilmu-ilmu lainnya.
Sebagai contoh materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rahaniah). Untuk memberi wawasan spiritual dalam pembahasan kalam, muncul ilmu tasawuf. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid. Keterkaitan ilmu tasawuf dengan ilmu-ilmu tersebut dapat disimak dalam uraian di bawah ini.
B. Perumusan Masalah
            Adapun perumusan masalahnya, sebagai berikut :
a.       Bagaimana kaitannya tasawuf dengan ilmu kalam
b.      Bagaimana kaitannya tasawuf dengan ilmu filsafat
c.       Bagaimana kaitannya tasawuf dengan ilmu fiqh
d.      Bagaimana kaitannya tasawuf dengan ilmu jiwa
C. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
a.       Guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah akhlak tasawuf
b.      Untuk mengetahui hubungan / kaitannya ilmu tasawuf dengan ilmu-ilmu lainnya (ilmu kalam, filsafat, fiqh, dan ilmu jiwa)


PEMBAHASAN


 Hubungan Ilmu Tasawuf dengan ilmu-ilmu lainnya:
A.    Hubungannya dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis. Adapun argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadist. Ilmu kalam sering menempatkan diri pada kedua pendekatan ini (aqli dan naqli), tetapi dengan metode-metode argumentasi yang dialektik. Jika pembicaraan Tuhan ini berkisar pada keyakinan-keyakinan yang harus dipegang oleh umat islam, ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan mengambil istilah ilmu tauhid atau ilmu aqa’id.
Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah).Sebagai contoh, ilmu tauhid menerangkan bahwa ALLAH SWT bersifat Sama’ (mendengar), Bashar (melihat), Kalam (Berbicara), Iradah (berkemauan), Qudrah (kuasa), Hayat (hidup) dan sebagainya. Akan tetapi, ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan bagaimanakah sesorang hamba dapat merasakan langsung bahwa ALLAH SWT mendengar dan melihatnya. Bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an dan bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari qudrah (kekuasaan) ALLAH SWT.
Pertanyaan-pertanyaaan ini sulit terjawab dengan hanya melandaskan diri pada ilmu tauhid atau ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalan akhlak tasawuf. Disiplin inilah yang membahas cara merasakan nilai-nilai akidah dengan memerhatikan bahwa persoalan tadzawwuq (bagaimana merasakan) tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang sunnah atau dianjurkan, tetapi justru termasuk hal yang diwajibkan.
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasi dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun berfungsi sebagai npengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau terlahir sebagai suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional dan muatan naqliyah. Jika tidak diimbangi dengan kesadarn rohaniah, ilmu kalam akan bergerak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah, ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika belaka yang kering dari kesadaran penghayatn atau sentuhan secara qalbiyah (hati).
Amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan. Jika rasa sabar tidak ada, muncullah kekufuran, jika rasa syukur sedikit lahirlah suatu bentuk kegelapan sebagai reaksi. Begitu juga, ilmu tauhid dapat memberi kontribusi kepada ilmu tasawuf. Sebagai contoh, jika cahaya tauhid lenyap, timbullah penyakit-penyakit kalbu, seperti ujub, congkak, riya’, dengki, hasud dan sombong. Andaikata manusia sadar bahwa ALLAHlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna. Kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada rasa sombong dan berbangga diri.Kalau saja manusia sadar bahwa ALLAHlah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya’. Dari disinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju ALLAH SWT.(pendakian para kaum sufi). Dengan ilmu tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakana, tidak kaku, tetapi lebih dinamis dan aplikatif.

B.     Hubungannya dengan Ilmu Fiqh
Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqh selalu dimulai dari thaharah (tata cara bersuci), kemudian persoalan-persoalan fiqh lainnya. Akan tetapi, pembahasan ilmu fiqh tentang thaharah atau lainnya tidak secara langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Padahal, thaharah akan terasa lebih bermakana jika disertai pemahaman rohaniyah.
Persoalannya sekarang, disiplin ilmu apakah yang dapat menyempurnakan ilmu fiqh dalam persoalan tersebut? Ilmu tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh. Corak batin yang dimaksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqh. Alasannya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
Ma’rifat secara rasa (al-ma’rifat adz-dzauqiyah) terhadap ALLAH SWT melahirkan pelaksanaaan hukum-hukumNya secara sempurna. Dari sinilah, dapat diketahui kekeliruan pendapat yang menuduh perjalanan menuju ALLAH SWT. (Dalam tasawuf) sebagai tindakan   melepaskan diri dari hukum-hukum ALLAH SWT. Sebab, ALLAH SWT telah berfirman :

ثمّ جعلنك علي شر يعة مّن ا لاامرفاتّبعهاولاتتّبعاهواءالّذين لايعلمون
Artinya:
kemudian kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui.”  (Q.S. Al-Jasiyah; 18)

Jadi, seorang ahli fiqh harus bertasawuf. Sebaliknya, seorang ahli tasawuf (sufi) pun harus mendalami dan mengikuti aturan fiqh. Tegasnya, seorang faqih harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara pengamalannya. Seorang sufi pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus mengamalkannya. Berkaitan dengan ini, syekh Ar-Rifa’i berkata “Sebenarnya tujuan akhir para ulama adalah satu.” pernyataan ini perlu dikemukakan sebab beberapa sufi yang terkelabui, selalu menghujat setiap orang dengan perkataan, “Orang seorang sufi bodoh yang berpropaganda untuk syekhnya;atau dilontarkan oleh sufi keliru yang tidak tahu cara mendudukan tasawuf pada tempat yang sebenarnya.

Para pengamat ilmu tasawuf mengakui bahwa orang yang telah berhasil menyatukan tasawuf dengan fiqh adalah Al-Ghazali. Kitab Ihya’ ‘Ulum Ad-Din-nya dapat dipandang sebagai kitab yang mewakili dua disiplin ini, disamping disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu kalam dan ilmu filsafat.
Paparan diatas, telah menjelaskan bahwa ilmu tasawuf dan ilmu fiqh dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan terhadap kedua ilmu ini sangat beragam sesuai dengan kadar kualitas ilmunya. Dari sini, dapat dipahami bahwa ilmu fiqh yang terkesan sangat formalistik-lahirlah menjadi “Sangat kering”, “Kaku” dan tidak mempunyai makna yang berarti bagi penghambaan seorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniah yang dimiliki oleh tasawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap “Merasa suci” sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam fiqh.

C. Hubungannya dengan Ilmu Filsafat
Ilmu tasawuf yang berkembang didunia Islam tidak dapat dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat dari misalnya, dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Harus  di akui bahwa terminology jiwa dan roh banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederetan intelektual muslim ternama jugabanyak mengkaji tentang jiwa dan roh, diantaranya adalah Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, dan Al Ghazali.
Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh pun menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian-kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Akan tetapi, perlu juga dicatat bahwa istilah qalb (hati). Istilah qalb memang lebih spesifik dikembangkan dalam tasawuf, tetapi tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh dengan roh dan jiwa.



Menurut sebagian ahli tasawuf, an-nafs (jiwa) adalah roh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dengan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh. Pengaruh dibangun roh, jika jasad tidak memiliki tuntunan-tuntunan yang tidak sehat dan di situ tidak terdapat kerja pengekangan nafsu, sedangkan kalbu (qalb, hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang sedangkan jasad menjadi binasa melayani jiwa.
                                                     
D. Hubungannya dengan Ilmu Jiwa (Transpersonal Psikologi)
Dalam percakapan sehari-hari, orang banyak mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Hal ini cukup beralasan,  mengingat dalam substansi  pembahasannya, tasawuf selalu membicarakan persoalan-persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja dalam jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas dari sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah, tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim.
Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat lepas dari kajian tentang kejiwaan manusia. Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan hubungan jiwa dengan badan. Tujuan dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf  adalah terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipratikkkan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, maka ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkan jelek, maka ia disebut sebagai orang yang berakhlak jelek. Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya.  
Para kaum sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, dapat berarti bahwa hakikat, zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spiritual atau kejiwaannya. Penekanan unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidak berarti para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah swt dan menjadi khalifan-Nya di bumi.  Seseorang tidak akan mungkin sampai kepada Allah swt, dengan beramal baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan pada kehidupan rohani yang baik.
Orang-orang dapat menilai apakah seseorang itu baik mentalnya atau tidak. Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagaimana nama lain kata personality ( kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap ( attitude ), dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatanya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenengkan dan sebagainya.
Masalah mental ini telah menarik perhatian para ahli di bidang perawatan jiwa, terutama di Negara-negara yang telah maju. Mereka pun melakukan penelitian-penelitian ilmiah yang menghubungkan antara kelakuan dan keadaan mental. Mereka menemukan hasil-hasil yang memberikan kesimpulan tegas, yang membagi manusia pada dua golongan besar,  yaitu golongan yang sehat dan golongan yang kurang sehat.
·         Golongan yang sehat
Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup karena dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara yang membawanya pada kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti amoralnya.
Pada perilaku orang  sehat mental akan tampak sebuah sikap yang tidak ambisius,tidak sombong, rendah diri, dan apatis, tetepi ia wajar, menghargai orang lain, merasa percaya pada diri sendiri, dan selalu gesit. Setiap tindak-tanduknya ditunjukkan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya digunakan untuk manfaat dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada bukan untuk bermegah-megahan dan mencari kesenangan sendiri tanpa mengindahakan orang lain, tetpi digunakan untuk menolong orang miskin dan melindungi orang lemah.
·         Golongan orang yang kurang sehat
Cakupan golongan orang yang kuang sehat mentalnya sangatlah luas, mulai dari yang paling  ringan sampai yang paling berat, dari oarng yang merasa tergaanggu ketenteraman hatinya sampai orang yang sakit jiwa.
Gejala-gejala umum yang tergolong kurang sehat dapat dilihat dari dalam beberapa segi, antara lain:
a.       Perasaan, yaitu perasaan terganggu, selalu tidak tenteram, gelisah tidak tentu yang digelisahkan, tetapi tidak dapat pula menghilangkannya (anxiety). Rasa takut yang tidaak masuk akal atau tidak jelas yang ditakuti itu apa (phobi), rasa iri, rasa sedih yang tidak beralasan, rasa rendah diri, sombong, suka bergantung pada orang lain, tidak mau bertanggungjawab, dan sebagainya.
b.      Pikiran, yaitu gangguan terhadap kesehatan mental,, dapat pula memengaruhi piikiran, misalnya anak-anak menjadi bodoh di sekolah, pemalas, pelupa, suka membolos, tidak dapat kosentrasi, dan sebagainya. Demikian pula, orang dewasa mungkin merasa bahwa kecerdasannya telah merosot, merasa kurang mampu melanjutkan sesuatu yang telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengruhi oorang lain, menjadi pemalas, apatis, dan sebagainya. Demikian pula, orang dewasa mungkin merasa bahwa kecerdasannya telah merosot, merasa kurang mampu melanjutkan sesuatu yang telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengaruhi orang lain, menjadi pemalas, apatis, dan sebagainya.
c.       Kelakuan, yaitu pada umumnya kelakuan-kelakuan yanh tidak baik seprti, kenakalan, keras kepala suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain, membunuh, merampok, dan sebagainya yang menyebabkan orang lain menderita, haknya teraniaya, dan sebagainya termasuk pula akibat dari keadaan mental yang terganggu kesehatannya.
d.      Kesehatan, yaitu jasmaninya dapat terganggu, bukan karena adanya penyakit yang betul-betul mengenai jasmani itu, tetapi rasa sakit akibat jiwa tidak tenteram, penyakit yang seperti ini disebut Psyco-Somatic.
Berbagai penyakit tersebut akan timbul pada diri manusia yang tidak tenang hatinya, yaitu hati yang jauh dari Tuhannya. Ketidaktenangan itu akan memunculkan penyakit-penyakit mental, yang pada gilirannya akan menjelma menjadi perilaku yang tidak baik dan menyeleweng dari norma-norma umum yang disepakati.
Harus diakui, jiwa manusia sering sakit, tidak akan sehat sempurna tanpa melakukan perjalanan menuju Allah swt dengan benar. Jiwa manusia juga membutuhkan perilaku (moral) yang luhur, sebab kebahagiaan tidak akan dapat diraih tanpa akhlak yang luhur, juga tidak dapat menjadi milik, tanpa melakukan perjalanan menuju Allah swt.

Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya, yang akan tampak dalam kepribadiannya adalah pribadi-pribadi yang tenang, dan perilakunya pun akan menampakan perilaku atau akhlak-akhlak yang terpuji. Semua ini bergantung pada kedekatan manusia dengan Tuhannya. Adapun pola kedekatan manusia dengan Tuhannya, inilah yang menjadi garapan dalam tasawuf. Dari sinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dengan ilmu jiwa atau ilmu kesehatan mental. 

PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasi dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid. Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam Disinilah, ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika belaka yang kering dari kesadaran penghayatn atau sentuhan secara qalbiyah (hati). Amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan.
            Ilmu tasawuf dan ilmu fiqh dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Kajian-kajian tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat lepas dari kajian tentang kejiwaan manusia. Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan hubungan jiwa dengan badan. Tujuan dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf  adalah terciptanya keserasian antara keduanya
.


DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia. 2010.



























1 komentar:

  1. Hard Rock Casino in Ridgefield, Washington, USA - Mapyro
    Hard Rock Hotel 서산 출장샵 & Casino 하남 출장안마 is 경기도 출장마사지 located in Ridgefield, Washington and features a casino, 이천 출장샵 live 여수 출장샵 entertainment, a seasonal outdoor swimming pool and

    BalasHapus