HUBUNGAN
TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, FIQH, DAN ILMU JIWA
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, kami sampaikan
pada Allah swt yang dengan rahman dan rahim-Nya telah membantu kami menyusun
dan menyelesaikan makalah yang berjudul Hubungan
Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Filsafat, Fiqh, dan Ilmu Jiwa sebagai tugas
kelompok mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Shalawat dan salam semoga tetap
tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang kita nanti-nantikan
safa’atnya di yaumil akhir. Allahuma amin
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah............................................................. 1
B. Perumusan
Masalah..................................................................... 1
C. Tujuan
Penelitian......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Keterkaitan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam.......................... 2....
B.. Keterkaitan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Fiqh............................. 4....
C.. Keterkaitan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Filsafat........................ 6....
D.. Keterkaitan
Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa........................... 11....
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...................................................................................... 11....
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Tasawuf
sebagai disiplin ilmu keislaman tidak dapat lepas dari keterkaitannya dengan
ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti ilmu kalam dan fiqh, filsafat, ilmu jiwa
dan bidang ilmu-ilmu lainnya.
Sebagai
contoh materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rahaniah). Untuk memberi
wawasan spiritual dalam pembahasan kalam, muncul ilmu tasawuf. Penghayatan yang
mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu
kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku.
Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat
dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu
tauhid. Keterkaitan ilmu tasawuf dengan ilmu-ilmu tersebut dapat disimak dalam
uraian di bawah ini.
B.
Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalahnya, sebagai
berikut :
a. Bagaimana
kaitannya tasawuf dengan ilmu kalam
b. Bagaimana
kaitannya tasawuf dengan ilmu filsafat
c. Bagaimana
kaitannya tasawuf dengan ilmu fiqh
d. Bagaimana
kaitannya tasawuf dengan ilmu jiwa
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Guna
memenuhi tugas kelompok mata kuliah akhlak tasawuf
b. Untuk
mengetahui hubungan / kaitannya ilmu tasawuf dengan ilmu-ilmu lainnya (ilmu
kalam, filsafat, fiqh, dan ilmu jiwa)
PEMBAHASAN
Hubungan Ilmu Tasawuf dengan ilmu-ilmu
lainnya:
A. Hubungannya dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan
pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan
kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan
dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan
metode berfikir filosofis. Adapun argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa
dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadist. Ilmu kalam sering menempatkan diri pada kedua
pendekatan ini (aqli dan naqli), tetapi dengan metode-metode argumentasi yang
dialektik. Jika pembicaraan Tuhan ini berkisar pada
keyakinan-keyakinan yang harus dipegang oleh umat islam, ilmu ini lebih
spesifik mengambil bentuk sendiri dengan mengambil istilah ilmu tauhid
atau ilmu ‘aqa’id.
Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak
menyentuh dzauq (rasa rohaniah).Sebagai contoh, ilmu tauhid menerangkan bahwa
ALLAH SWT bersifat Sama’ (mendengar), Bashar
(melihat), Kalam (Berbicara), Iradah (berkemauan), Qudrah
(kuasa), Hayat (hidup) dan sebagainya. Akan tetapi, ilmu
kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan bagaimanakah sesorang hamba dapat
merasakan langsung bahwa ALLAH SWT mendengar dan melihatnya. Bagaimana pula
perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an dan bagaimana seseorang merasa
bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari qudrah (kekuasaan)
ALLAH SWT.
Pertanyaan-pertanyaaan ini sulit terjawab dengan hanya
melandaskan diri pada ilmu tauhid atau ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan
manusia adalan akhlak tasawuf. Disiplin inilah yang membahas cara merasakan
nilai-nilai akidah dengan memerhatikan bahwa persoalan tadzawwuq
(bagaimana merasakan) tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang sunnah atau
dianjurkan, tetapi justru termasuk hal yang diwajibkan.
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai
pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq
dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini
lebih terhayati atau teraplikasi dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan
penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf
merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun berfungsi sebagai npengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang
bertentangan dengan akidah, atau terlahir sebagai suatu kepercayaan baru yang
bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan
atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah
diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh
ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran
rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam
dunia islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional dan
muatan naqliyah. Jika tidak diimbangi dengan kesadarn rohaniah,
ilmu kalam akan bergerak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah, ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak
dikesani sebagai dialektika belaka yang kering dari kesadaran penghayatn atau
sentuhan secara qalbiyah (hati).
Amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam
ketauhidan. Jika rasa sabar
tidak ada, muncullah kekufuran, jika rasa syukur sedikit lahirlah suatu bentuk
kegelapan sebagai reaksi. Begitu juga, ilmu tauhid dapat memberi
kontribusi kepada ilmu tasawuf. Sebagai contoh, jika cahaya tauhid
lenyap, timbullah penyakit-penyakit kalbu, seperti ujub,
congkak, riya’, dengki, hasud dan sombong. Andaikata
manusia sadar bahwa ALLAHlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan
sirna. Kalau saja dia
tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada rasa sombong dan
berbangga diri.Kalau saja manusia sadar bahwa ALLAHlah pencipta segala sesuatu,
niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya’. Dari disinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid
merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju ALLAH SWT.(pendakian para kaum
sufi). Dengan ilmu tasawuf, semua persoalan yang
berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakana, tidak kaku, tetapi lebih dinamis dan
aplikatif.
B. Hubungannya dengan Ilmu Fiqh
Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqh selalu dimulai dari thaharah
(tata cara bersuci), kemudian persoalan-persoalan fiqh lainnya. Akan
tetapi, pembahasan ilmu fiqh tentang thaharah atau lainnya tidak secara
langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Padahal, thaharah
akan terasa lebih bermakana jika disertai pemahaman rohaniyah.
Persoalannya sekarang, disiplin ilmu apakah yang dapat menyempurnakan ilmu
fiqh dalam persoalan tersebut? Ilmu tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang
paling tepat karena berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh. Corak batin
yang dimaksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu
ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqh. Alasannya,
pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
Ma’rifat secara rasa (al-ma’rifat adz-dzauqiyah)
terhadap ALLAH SWT melahirkan pelaksanaaan hukum-hukumNya secara sempurna. Dari
sinilah, dapat diketahui kekeliruan pendapat yang menuduh perjalanan menuju
ALLAH SWT. (Dalam tasawuf) sebagai tindakan melepaskan diri dari hukum-hukum ALLAH SWT. Sebab, ALLAH
SWT telah berfirman :
ثمّ جعلنك علي شر يعة مّن ا لاامرفاتّبعهاولاتتّبعاهواءالّذين
لايعلمون
Artinya:
“kemudian
kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu,
maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang
yang tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Jasiyah; 18)
Jadi, seorang ahli fiqh harus bertasawuf. Sebaliknya, seorang ahli tasawuf (sufi) pun
harus mendalami dan mengikuti aturan fiqh. Tegasnya, seorang faqih harus mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara
pengamalannya. Seorang sufi
pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus mengamalkannya. Berkaitan
dengan ini, syekh Ar-Rifa’i berkata “Sebenarnya tujuan akhir para ulama adalah
satu.” pernyataan ini perlu dikemukakan sebab beberapa sufi yang terkelabui,
selalu menghujat setiap orang dengan perkataan, “Orang seorang sufi bodoh yang
berpropaganda untuk syekhnya;atau dilontarkan oleh sufi keliru yang tidak tahu
cara mendudukan tasawuf pada tempat yang sebenarnya.
Para pengamat ilmu tasawuf mengakui bahwa orang yang telah berhasil
menyatukan tasawuf dengan fiqh adalah Al-Ghazali. Kitab Ihya’ ‘Ulum Ad-Din-nya dapat
dipandang sebagai kitab yang mewakili dua disiplin ini, disamping disiplin ilmu
lainnya, seperti ilmu kalam dan ilmu filsafat.
Paparan diatas, telah menjelaskan bahwa ilmu tasawuf dan
ilmu fiqh dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan
catatan bahwa kebutuhan perseorangan terhadap kedua ilmu ini sangat beragam
sesuai dengan kadar kualitas ilmunya. Dari sini, dapat dipahami bahwa ilmu fiqh yang
terkesan sangat formalistik-lahirlah menjadi “Sangat kering”, “Kaku” dan tidak
mempunyai makna yang berarti bagi penghambaan seorang jika tidak diisi dengan
muatan kesadaran rohaniah yang dimiliki oleh tasawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap “Merasa
suci” sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam
fiqh.
C. Hubungannya dengan Ilmu Filsafat
Ilmu tasawuf yang berkembang didunia
Islam tidak dapat dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan.
Ini dapat dilihat dari misalnya, dalam kajian-kajian tasawuf yang
berbicara tentang jiwa. Harus di akui
bahwa terminology jiwa dan roh banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran
filsafat. Sederetan intelektual muslim ternama jugabanyak mengkaji tentang jiwa
dan roh, diantaranya adalah Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, dan Al Ghazali.
Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam
pendekatan kefilsafatan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi
kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam.
Pemahaman tentang jiwa dan roh pun menjadi hal yang esensial dalam tasawuf.
Kajian-kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan
dalam tasawuf. Akan tetapi, perlu juga dicatat bahwa istilah qalb (hati). Istilah qalb memang lebih spesifik dikembangkan
dalam tasawuf, tetapi tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh dengan roh dan jiwa.
Menurut
sebagian ahli tasawuf, an-nafs (jiwa)
adalah roh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dengan jasad melahirkan
pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh. Pengaruh dibangun roh, jika
jasad tidak memiliki tuntunan-tuntunan yang tidak sehat dan di situ tidak
terdapat kerja pengekangan nafsu, sedangkan kalbu (qalb, hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang
sedangkan jasad menjadi binasa melayani jiwa.
D.
Hubungannya dengan Ilmu Jiwa (Transpersonal Psikologi)
Dalam percakapan sehari-hari, orang
banyak mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Hal ini
cukup beralasan, mengingat dalam
substansi pembahasannya, tasawuf selalu
membicarakan persoalan-persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja
dalam jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas
dari sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah, tasawuf kelihatan identik
dengan unsur kejiwaan manusia muslim.
Mengingat adanya hubungan dan relevansi
yang sangat erat antara spiritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu
kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat lepas dari kajian tentang kejiwaan
manusia. Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan hubungan jiwa dengan badan. Tujuan
dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara
keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi
dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipratikkkan manusia
dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi.
Dari sini, muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan
sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan
seseorang baik, maka ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika
perbuatan yang ditampilkan jelek, maka ia disebut sebagai orang yang berakhlak
jelek. Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada
jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya.
Para kaum sufi menekankan unsur kejiwaan
dalam konsepsi tentang manusia, dapat berarti bahwa hakikat, zat, dan inti
kehidupan manusia terletak pada unsur spiritual atau kejiwaannya. Penekanan
unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidak berarti para sufi mengabaikan unsur
jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat
memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah swt
dan menjadi khalifan-Nya di bumi.
Seseorang tidak akan mungkin sampai kepada Allah swt, dengan beramal
baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat
merupakan jalan pada kehidupan rohani yang baik.
Orang-orang dapat menilai apakah
seseorang itu baik mentalnya atau tidak. Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi,
kata mental sering digunakan sebagaimana nama lain kata personality (
kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur jiwa termasuk
pikiran, emosi, sikap ( attitude ), dan perasaan yang dalam keseluruhan
dan kebulatanya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang
menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenengkan dan
sebagainya.
Masalah
mental ini telah menarik perhatian para ahli di bidang perawatan jiwa, terutama
di Negara-negara yang telah maju. Mereka pun melakukan penelitian-penelitian
ilmiah yang menghubungkan antara kelakuan dan keadaan mental. Mereka
menemukan hasil-hasil yang memberikan kesimpulan tegas, yang membagi manusia
pada dua golongan besar, yaitu golongan
yang sehat dan golongan yang kurang sehat.
·
Golongan yang sehat
Orang yang sehat mentalnya adalah yang
mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup karena dapat merasakan bahwa dirinya
berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal
mungkin dengan cara yang membawanya pada kebahagiaan dirinya dan orang lain.
Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti amoralnya.
Pada
perilaku orang sehat mental akan tampak
sebuah sikap yang tidak ambisius,tidak sombong, rendah diri, dan apatis, tetepi
ia wajar, menghargai orang lain, merasa percaya pada diri sendiri, dan selalu
gesit. Setiap tindak-tanduknya ditunjukkan untuk mencari kebahagiaan bersama,
bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya
digunakan untuk manfaat dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang
ada bukan untuk bermegah-megahan dan mencari kesenangan sendiri tanpa
mengindahakan orang lain, tetpi digunakan untuk menolong orang miskin dan
melindungi orang lemah.
·
Golongan orang yang
kurang sehat
Cakupan golongan orang yang kuang sehat
mentalnya sangatlah luas, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat, dari oarng
yang merasa tergaanggu ketenteraman hatinya sampai orang yang sakit jiwa.
Gejala-gejala
umum yang tergolong kurang sehat dapat dilihat dari dalam beberapa segi, antara
lain:
a. Perasaan,
yaitu perasaan terganggu, selalu tidak tenteram, gelisah tidak tentu yang
digelisahkan, tetapi tidak dapat pula menghilangkannya (anxiety). Rasa
takut yang tidaak masuk akal atau tidak jelas yang ditakuti itu apa (phobi),
rasa iri, rasa sedih yang tidak beralasan, rasa rendah diri, sombong, suka
bergantung pada orang lain, tidak mau bertanggungjawab, dan sebagainya.
b. Pikiran,
yaitu gangguan terhadap kesehatan mental,, dapat pula memengaruhi piikiran,
misalnya anak-anak menjadi bodoh di sekolah, pemalas, pelupa, suka membolos,
tidak dapat kosentrasi, dan sebagainya. Demikian pula, orang dewasa mungkin
merasa bahwa kecerdasannya telah merosot, merasa kurang mampu melanjutkan
sesuatu yang telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengruhi oorang lain,
menjadi pemalas, apatis, dan sebagainya. Demikian pula, orang dewasa mungkin
merasa bahwa kecerdasannya telah merosot, merasa kurang mampu melanjutkan
sesuatu yang telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengaruhi orang lain,
menjadi pemalas, apatis, dan sebagainya.
c. Kelakuan,
yaitu pada umumnya kelakuan-kelakuan yanh tidak baik seprti, kenakalan, keras
kepala suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain,
membunuh, merampok, dan sebagainya yang menyebabkan orang lain menderita,
haknya teraniaya, dan sebagainya termasuk pula akibat dari keadaan mental yang
terganggu kesehatannya.
d. Kesehatan,
yaitu jasmaninya dapat terganggu, bukan karena adanya penyakit yang betul-betul
mengenai jasmani itu, tetapi rasa sakit akibat jiwa tidak tenteram, penyakit
yang seperti ini disebut Psyco-Somatic.
Berbagai penyakit tersebut akan timbul
pada diri manusia yang tidak tenang hatinya, yaitu hati yang jauh dari
Tuhannya. Ketidaktenangan itu akan memunculkan penyakit-penyakit mental, yang
pada gilirannya akan menjelma menjadi perilaku yang tidak baik dan menyeleweng
dari norma-norma umum yang disepakati.
Harus diakui, jiwa manusia sering sakit,
tidak akan sehat sempurna tanpa melakukan perjalanan menuju Allah swt dengan
benar. Jiwa manusia juga membutuhkan perilaku (moral) yang luhur, sebab
kebahagiaan tidak akan dapat diraih tanpa akhlak yang luhur, juga tidak dapat
menjadi milik, tanpa melakukan perjalanan menuju Allah swt.
Bagi orang yang dekat
dengan Tuhannya, yang akan tampak dalam kepribadiannya adalah pribadi-pribadi
yang tenang, dan perilakunya pun akan menampakan perilaku atau akhlak-akhlak
yang terpuji. Semua ini bergantung pada kedekatan manusia dengan Tuhannya.
Adapun pola kedekatan manusia dengan Tuhannya, inilah yang menjadi garapan
dalam tasawuf. Dari sinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dengan
ilmu jiwa atau ilmu kesehatan mental.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kami
simpulkan bahwa dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi
wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq
dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini
lebih terhayati atau teraplikasi dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan
penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf
merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid. Selain itu, ilmu tasawuf
mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan
kalam Disinilah, ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu
kalam tidak dikesani sebagai dialektika belaka yang kering dari kesadaran
penghayatn atau sentuhan secara qalbiyah (hati). Amalan-amalan tasawuf
mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan.
Ilmu tasawuf dan ilmu fiqh dua disiplin ilmu
yang saling melengkapi. Kajian-kajian
tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan memberikan sumbangan yang sangat
berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Mengingat adanya
hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas (tasawuf) dan ilmu
jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat lepas dari
kajian tentang kejiwaan manusia. Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan hubungan
jiwa dengan badan. Tujuan dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan
dalam tasawuf adalah terciptanya
keserasian antara keduanya
.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia.
2010.
Hard Rock Casino in Ridgefield, Washington, USA - Mapyro
BalasHapusHard Rock Hotel 서산 출장샵 & Casino 하남 출장안마 is 경기도 출장마사지 located in Ridgefield, Washington and features a casino, 이천 출장샵 live 여수 출장샵 entertainment, a seasonal outdoor swimming pool and