Selasa, 13 September 2016

TASAWUF FALSAFI



TASAWUF FALSAFI
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
                  
                   Allhamdulillah segala puja dan puji semata hanya milik Allah SWT atas karunia nikmat iman  dan kecerdasan dalam kehidupan,shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan dalam bertindak,berfikir dan menjalani kehidupan.Mudah – mudahan kita menjadi bagian dari proses pencerahan dalam cahaya ilahi.
                   Melalui tulisan singkat dengan judul : Tasawuf Falsafi diharapkan bisa memberikan panduan dan gambaran bagi kita semua dan merupakan pengembangan kemampuan kami namun demikian usaha kami jelas jauh dari memadai.
                   Kepada Allah SWT semoga senantiasa menunjukan jalan melimpahkan bagi kita sekalian dan senantiasa melimpahkan brekah, rahmat dan keridloannyan.AMIN.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tasawuf merupakan bagian ilmu dari islam saat ini, tasawuf muncul padamasa sahabat dan tabi’in. Akan tetapi pada masa tersebut belum dijadikan sebagai ilmu. Pemahaman tenteng tasawuf berbeda-beda. Salah satu pandangan tersebut menyatakan bahwa tasawuf adalah ajaran yang sesat.Untuk itu kita tertarik untuk mengulas sekilas tentang akhlak tasawuf yakni mencangkup diantaranya pengertian dan perkembangan Tasawuf Falsafi serta Tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi

B.     Tujuan
 Sesuai dengan judul makalah ini diharapakan agar kita dapat mengetahuii pengertian dan perkembangan Tasawuf Falsafi serta Tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi.



           














BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian dan Perkembangan Tasawuf  Falsafi

Tasawuf  falsafi adalah tasawuf yang ajaran ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasanya.Terminologi falsafi tersebut berasal dari macam- macam ajran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. menurut At-Taftazani,tasawuf falsafi mulai muncul dalam khazanah islam sejak abad keenam Hijriyah,meskipun para tokohnya baru dikenal setelah abad kemudian.Sejak saat itu, tasawuf jenis ini masih terus hidup dan berkembang, terutama di kalangan para sufi yang juga filuf, sampa menjelang akhir-akhir ini. Adanya pemaduan antara tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf falsafi ini dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf jenis ini bercampur dengan sejumlah ajaran filsafat di luar islam, seperti Yunani, Persia,India, dan Agama Nasrani. Akan tetapi,orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang.sebab, meskipun mempunyai latarbelakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda dan beragam, seiring dan ekspansi Islam yang telah meluas paa waktu itu, para tokohnya tetap beru saha menjaga kemandirian ajaran aliran mereka, terutama apabila dikaitkan dengan kedudukannya sebagai umat islam.
Masih menurut At- Taftazani, ciri umum tasawuf falsafi adalah ajaran yang samar- samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkn pada rasa (dzauq),tetapi tidak dapat pula dikatagorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajaranya sering di ungkapkan dalam bahsa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme. Para sufi yang juga filsuf pendiri aliran tasawuf ini mengenal dengan baik filsafat Yunani serta berbagai alirannya,seperti Socrates, Plato, Aritoteles,aliran Stoa, aliran Neo- Platonisme dengan filsafatnya emanasi.Bahkan , mereka pun ckup akrab dengan filsafat yang sering disebut Hermenetisme yang karya-karyanya banyak diterjemahkan  ke dalam bahasa Arab, dan filsafat- filsafat Timur kuno, baik dari Persia maupun India, serta filsafat- filsafat Islam, seperti yang diajarkan oleh Al- Farabi dan Ibnu Sina. Mereka pun dipengaruhi aliran batiniah sekte Isma’iliyyah aliran Syi’ah dan risalah-risalah ikhwan Ash-shafa.
B.     Tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi
1.      Ibnu Arabi
v  Riwayat Hidup

Nama lengkap Ibnu Arabi adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-Thai Al Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H, dari keluarga berpangkat,hartawan, dan ilmuwan. Namanya biasa disebut tanpa “al” untuk membedakan dengan Abu Bakar Ibnu Al-Arabi, seorang qadhi dari Sevilla yang wafat pada tahun 543 H. Disevilla (Spanyol), ia mempelajari Al-qur’an, Al-Hadits, serta Fiqh pada sejumlah murid orang faqih Andalusia terkenal, yaitu Ibnu Hazm Azh-Zhahiri.
            Setelah berusia 30 tahun, ia mulai berkelana keberbagai kawasan Andalusia dan kawasan islam bagian barat. Dianatara deretan gurunya, tercatat nama-nama seperti Abu Madyan Al-Ghauts At-Thalimsari dan Yasmin Musyaniyah (seorang wali dari kalangan wanita). Keduanya banyak memngaruhi ajaran Ibnu Arabi. Dikabarkan, ia pun pernah berjumpa dengan Ibnu Rusyd, filsuf muslim dan tabib istana dan dinasti Bebar dari Alomohad, di Kordova. Ia pun dikabarka mengunjungi Almariyyah yang menjadi pusat madrasah Ibnu Masarrah, seorang sufi falsafi yang cukup berpengaruh dan memperoleh banyak pengaruh di Andalusia.
Di antara karya monumentalnya adalah Al-Futuhat Al-Makiyyah yang ditulis pada tahun 1201 tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji. Karya lainnya adalah Tarjuman Al-Asuywaq yang ditulisnya untuk mengenang kecantikan, ketakwaan dan kepintaran seorang gadis sebagaimana di laporkan oleh moulvi.

v  Ajaran – Ajaran Tasawufnya

Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang Wahdat al – Wujud (kessatuan wujud). Meskipun demikian , istilah Wahdat Al – Wujud yang dipakai untuk menyebut ajaran sentralnya, tidak lah berasal darinya, tetapi bersal dari Ibnu Taimiyyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran sentralnya tersebut, atau setidak –tidaknya tokoh itu lah yang telah berjasa dalam memopulerkannya ke tengah masyarakat islam,meskipun tujuannya negatif. Disamping itu,meskipun semua orang sepakat menggunakan ittilah Wahdat al – Wujud untuk menyebut ajaran sentral Ibnu Arabi, mereka berbeda pendapat dalam memformulasikan pengertian Wahdat al –Wujud.
Menurut Ibnu Taimiyyah, Wahdat al–Wujud adalah penyamaan Tuhan dengan Alam. Menurut penjelasannya, orang- orang yang mempunyai  hanya satu dan wajib al – wujud yang dimilki oleh khaliq adalah juga mumkin al- Wujud yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu orang –orang yang mempunyai paham wahdat Al –wujud juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan , tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.
Menurut Ibnu Arabi, wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakekatnya adalah wujud khaliq pula.tidak ada perbedaan antara keduanya (khaliq dan makhluk) dari segi hakekat. Adapun  kalau ada yang mengira bahwa antara wujud khaliq dan makhluk ada perbedaan, hal itu dilihat dari sudut pandang pancaindra lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada Dzat-Nya dari kesatuan dzatiah yang segala sesuatu berhimpun pada-NYa.
Menurut Ibnu Arabi, wujud  pada hakikatnya adalah wujud Allah. Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut khaliq dan wujud yang baru disebut makhluk. Tidak ada perbedaan antara ‘abid (menyembah) dengan ma’bud (yang disembah). Bahkan antara yang menyembah dan yang disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada rupa dan ragam dari hakikat yang satu.
Dalam bentuk lain dapat dijelaskan bahwa makhluk  oleh khalik (tuhan) dan wujudnya bergantung pada wujud tuhan sebagai sebab dari segala yang berwujud selain tuhan. Semua yang berwujud selain tuhan tidak akan mempunyai wujud, seandainya tuhan tidak ada. Oleh karena itu, Tuhanlah sebenarnya yang mempunyai wujud  hakiki, sedangkan yang diciptakan hanya mempunyai wujud yang bergantung pada wujud diluar dirinya, yaitu  tuhan. Semua yang diciptakan (makhluk dan alam) tidak mempunyai wujud. Dengan demikian, wujud itu hanya satu yaitu wujud tuhan. Sangat jelas bahwa Ibnu Arabi  masih membedakan antara tuhan dan alam, dan wujud tuhan tidak sama   wujud alam. Meskipun disatu sisi terkesan menyamakan tuhan dengan alam, disisi lain ia menyucikan tuhan dari adanya persamaan.
Dari konsep wahdat al-wujud Ibnu Arabi, muncul lagi dua konsep yang sekaligus merupakan lanjutan atau cabang dari konsep wahdat al-wujud tersebut, yaitu konsep al-hakikat al-muhammadiyah dan konsep  wahdat al-adyan (kesamaan agama).
Menurut Ibnu Arabi, Tuhan adalah pencipta alam semesta. Adapun proses pencptaanya adala sebagai berikut :
Ø  Tajalli Dzat Tuhan dalm bentuk Ayan tsabitah
Ø  Dzat Tuhan dari alam ma’ ani kea lam (ta’ayyunat) realitas –realitas rohaniah, yaitu alam arwah yng Mujarrad
Ø  Tanazul pada realitas –realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berfikir
Ø  Tanazul Tuhan dalam bentuk ide materi yang bukan materi yaitu mitsal(ide) atau khayal
Ø  Alam materi yaitu alam indriawi
Selain itu, Ibnu Arabi menjelaskan bahwa terjadinya alam inin tidak bisa dipisahkan dari ajaran hakikat muhammadiyah atau Nur Muhammad. Menurutnya,tahapan tahapan kejadian proses penciptaan dalam hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
Ø  Wujud Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu Dzat yang mandiri dan tidak berhajat pada suatu apapun.
Ø  Wujud hakikat muhammadiyyah merupakan emanasi (pelimpahan )pertama dari wujud Tuhan. Dari sini, Kemudian muncul segala wujud dengan proses tahapn –tahapanya sebagai yang dikemukakan di atas.



2.         Al- Jili
v Riwayat Hidup

Nama lengkap ‘Abdul Karim bin Ibrahim Al-jili. Ia lahir pada tahun 1365 M di Jilan (Gilan), sebuah provinsi disebelah selatan Kasfia dan wafat pada tahun 1417 M. Nama Al-Jili diambil dari tempat kelahirannya di Gilan. Ia adalah seorang sufi yang terkenal dari Bagdad. Riwayat hidupnya tidak banyak  diketahui oleh para ahli sejarah,tapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia pernah melakukan perjalanan keindia tahun 1378 M, kemudian belajar tasawuf di bawah bimbingan Abdul Qadir Al-Jailani, seorang pendiri dan pemimpin Tarekat Qadiriyah yang sangat terkenal. Disamping itu berguru pula pada Syeh Sbyarifudin Isma’il  bin Ibrahim Al-jabarti di Zabid (Yaman) pada tahun 1393-1403M.

v  Ajaran Tasawuf Al-Jili

Ajaran btasawuf Al- Jili yang terpenting adalah paham insane kamil ( manusia sempurna)
Menurut Al – Jili Insan Kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan. Sebagaimana diketahui, Tuhan memiliki sifat – sifat seperti hidup, pandai, maupun berkehendak, mendengar, dan sebagainya. Insane kamil menurut konsep Al – Jili adalah perencanaan Dzat Allah SWT. (nuqtah al – haqq) melalui proses empat tajali, sekaligus sebagai proses maujudat yang terhimpun dalam diri Muhammad SAW. Insan kamil bagi Al –Jili merupakan proses tempat beredarnya segala yang wujud ( aflak al–wujud ) dari awal sampai akhir. Dia adalah satu ( wahid) sejak wujud dan untuk selamanya.
Disamping itu, insane kamil dapat muncul dan menampakan dirinya dalam berbagain macam. Ia diberi nama dengan nama yang tidak diberikan kepada orang lain ; nama aslinya adalah Muhammad, nama kehormatannya Abu Al – Qasim dan gelarnya syamsu Ad – Din. Dari uraian ini, Al- Jili  menunjukan penghargaan yang tinggi kepada Nabi Muhammmad SAW. Sebagai insane kamil yang paling sempurna. Sebab, sungguhpun belau telah wafat, nurnya akan tetrap abadi dan mengambil bentuk pada diri orang – orang yang masaih hidup. Ketika Nur  Muhammmad SAW. Mengambil bentuk menampakan diri seseorang, ia dipanggil dengan nama yang sesuai dengan bentuk itu. Untuk mendekatkan diri pada Tuhan, seorang sufi harus menumpuh jalan panjang berupa stasiun –stasiun atau disebut Maqamat dalam istilah Arab. Sebagai seorang sufi, Al –Jili dengan membawa filsafat insane kamil merumuskan
Beberapa maqam yang harus dilalui seorang sufi, yang menurut istilahnya ia sebut al – martabah atau jenjang ( tingkat ). Tingkat – tingkat tersebut adalah :

Pertama, Islam yang didasarkan pada lima pokok atau rukun, dalm pemahaman kaum sufi, tidak hanya melakukan kelima pokok itu secara ritual, tetapi harus di pahami dan dirasakan lebih dalam. Misalnya puasa, menurut  Al Jili ; merupakan isyarat untuk menghindari tuntutan kemanusiaan agar si shaim memiliki sifat – sifat ketuhannan, yaitu dengan cara mengosongkan jiwanya dari tuntutan – tuntutan kemanusiaan maka terisilah jiwa oleh sifat – sifat ketuhannan.

Kedua, iman yaitu membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun iman dan melaksanakan dasar – dasar islam. Iman merupakan tangga pertama untuk mengungkap takbir alam gaib, dan alat yang membantu seseorang mencapai tingkat atau maqam yang lebih tinggi. Iman menunjukan sampainya hati mengetahui sesuatu yang jauh diluar  jangkauan akal. Sebab, sesuatu yang diketahui akal tidak selalu membawa pada keimanan.

Ketiga, Ash – Shalah, yaitu dengaN maqam ini telah menunjukan bahwa seorang sufi mencapai tingkat menyaksikan efek ( atsar )ndari nama sifat tuhan, sehingga dalam ibadahnya, ia merasa seakan – akan berada dihadapannya. Persyaratan yang harus ditemnpuh dalam maqam ini adalah sikap istiqomah dalam tobat, inabah, zuhud, tawakal,tajwidh, rida, dan ikhlas.

            Kelima, syahadah, seorang sufi dalam maqam ini telah mencapai iradah yang bercirikan mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih, mengingatnya secara terus menerus dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribadi. Syahadah terbagi dalam dua tingkatan yaitu mencapai mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih yaitu tingkat yang paling rendah dan menyaksikan Tuhan pada semua makhluknya secara ainul yaqin yaitu tingkat yang paling tinggi.

            Keenam, shiddiqiyah. Istilah ini menggambarkan tingkat pencapaian hakikat yang makrifat yang diperoleh secara bertahap dari ilmu al-yaqin dan sampai haqq yaqin.ketiga tingkat makrifat itu dialami ol;eh seorang sufi secara bertahap. Jadi menurut al-jili seorang sufi yang telah mencapai derajat shiddiq akan menyaksikan hal-hal ghaib kemudian melihat rahasia-rahasia Tuhan mengetahui hakikat dirinya. Setelah mengalami fana ia memperoleh baqa ilahi. Setelah baqa dengan Tuhan, ia selanjutnya adalah menampakkan nama-nama. Inilah batas pencapaian ilmu al-yaqin.
            Ketika penampakan sifat-sifat terjadi, akan diperoleh makrifat zat dari segi sifat. Demikian berlangsung selanjutnya sampai mencapai makrifat zat dengan zat. Akan tetapi tidak merasa puas dengan makrifat zat dengan zat, ia mencoba melepaskan sifat-sifat rububiyah sehingga dapat terhiasi dengan sifat-sifat dan nama Tuhan. Tingkat semacam inilah yang dinamakan haqq al-yaqin.

            Ketujuh,qurban. Maqam ini merupakan maqam yang memungkinkan seorang sufi dapat menampakkan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.

3.      Ibnu Sab’in

v  Riwayat Hidup Ibnu Sab’in

Nama lengkap Ibnu Sab’in adalah Abdul Haqq Ibn Ibrahim Muhammad Ibn Nashr, Seoarng sufi yang juga filsuf dari Andalusia. Dia terkenal di Eropa karena jawaban-jawabannya atas pernyataan Frederik II, penguasa Sicilia. Dia dipanggil Ibnu sab’in dan dibari gelar Quthbuddin tetapi kadang-kadang, dia dikenal pula dengan Abu Muhammad. Dia mempunyai asal asul Arab dan dilahirkan tahun 614 H (1217-1218 H) di kawasn Murcia. Ibnu Sab’in mempelajari  bahasa arab dan sastra pada kelompok gurunya. Dia juga mempelajari ilmu-ilmu agama dari
            Madzhab Maliki, ilmu-ilmu logika, dan fisafat . Dia mengemukakan bahwa di antara guru-gurunya itu adalah Ibnu Dihaq, yang dikenal Ibnu al-mir’ah (meninggal tahun 611 H), pensarah karya al-juwaini,Al-irsad. Karena ibny Sab’in lahir tahun 614 H, sementara Ibnu dihaq meninggal tahun 611 H. Jelas bahwa Ibnu Sab’in menjadi murid ibnu dihaq hanya melalui kajiannya terhadap karya-karya tokoh tersebut. Begitu juga dalam hubungan nya dengan dua gurunya yang lain, yaitu al-yuni (meninggal tahun 622 H) dan al-hurani (meninggal tahun 538 H), yang keduanya ahli tentang huruf ataupun nama. Menurut salah seorang murid Ibnu Sab’in, yang mensarah kitab risallah al-abd, hubungan antara ibnu Sab’in dan gurunya tersebut  lebih banyak terjalin melalui kitab dari pada secara langsung.
Ibnu Sab’in tumbuh dewasa dalam keluarga ayahnya adalah pengusa kota kelahirannya. Begitu juga dengan nenek moyangnya yang juga dari kalangan penguasa. Ibnu Sab’in meninggalkan karya sebanyak empat puluh satu buah yang menguraikan tasawufnya secara teoretis ataupun  praktis dengan cara yang ringkas ataupun panjang lebar.Karya-karya itu tampak bahwa pengetahuan Ibnu Sab’in cukup luas dan beragam. Dia mengenal berbagai aliaran  filsafat yunani, dan filsafat-filsafat Hermetitisme, Persia, India. Disamping itu, dia juga banyak menelaah karya filsuf-filsuf islam dari dunia islam bagian timur, seperti A-lfarabi dan Ibnu Sina, dan filsuf-filsuf islam bagian barat, seperti Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, dan Ibnu Rusyd. Bahkan dia begitu menguasai kandungan risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa  dan secara terperinci mengetahui aliran-aliran teologi, khususnya aliaran Asy’ariyyah. Pengetahuannya tentang aliaran tasawuf begitu mendalam. Semua tampak  jelas dari kritikannya terhadap para filsuf, teologi, dan para sufi sebelumnya. Disamping semua itu, dia juga begitu menguasai aliran-aliaran fiqh.

v  Ajaran Tasawuf Ibnu Sab’in

Ibnu adalah seoarang pengasas paham dalam kalangan tasawuf filosofis yang di kenal dengan paham kesatuan mutlak. Pendapat Ibnu Sab’in tentang kesatuan mutlak tersebut merupakan dasar dari paham, khususnya tetang para pencapai kesatuan mutlak ataupun pengakraban Allah SWT paham ini mirip paham hakikat Muhammad SAW. Ataaupun Quthb dari sabagian sufi yang juga filsuf, seperti Ibnu Arabi, dan Ibnu Al-farid, ataupun paham manusia sempurna dari Abdul Karim Al-Jili. Pencapaian kesatuan mutlak, menurut Ibnu Sab’in adalah individu yang paling sempurna,sempurna yang dimiliki seorang faqih, teolog, filsuf ataupun sufi.
Ibnu Sab’in berpendapat bahwa logika barunya yang dia sebut juga dengan logika  melihat yang belum pernah dilihatnya ataupun mendengar yang belum pernah didengarnya. Dengan demikian, logika tersebut bercorak intuitif. Kesimpulan penting Ibnu Sab’in dengan logikanya tersebut adalah bahwa realitas-realitas logika itu alamiah dalam jiwa manusia dan keenam logika (genius, species, diference,proper,person,  accident) yang memberikan kesan adanya wujud yang jamak hanya ilusi.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajaranya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya.Berbeda dengan tasawuf akhlaki. Tasawuf  falsafi menggunakan terminology filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.
Di antara tokoh-tokoh tasawuf falsafi adalah Ibnu Arabi, Al-Jili, Ibnu Sab’in, dan Ibnu Masarrah.























DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. Ag, Prof. Dr. Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.2010.
Kautsar Azhari Noer.Ibn Arabi Wahdat Al-Wujud dalam Perdebatan. Paramadina.1995.
Simuh, 1996,Tasawuf  dan   Perkembanganya  islam,PT Raja Grafindo Persada,Jakarta.



























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar