TASAWUF FALSAFI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Allhamdulillah segala puja
dan puji semata hanya milik Allah SWT atas karunia nikmat iman dan kecerdasan dalam kehidupan,shalawat serta
salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan dalam
bertindak,berfikir dan menjalani kehidupan.Mudah – mudahan kita menjadi bagian
dari proses pencerahan dalam cahaya ilahi.
Melalui tulisan singkat
dengan judul : Tasawuf Falsafi diharapkan bisa memberikan panduan dan gambaran
bagi kita semua dan merupakan pengembangan kemampuan kami namun demikian usaha
kami jelas jauh dari memadai.
Kepada Allah SWT semoga
senantiasa menunjukan jalan melimpahkan bagi kita sekalian dan senantiasa
melimpahkan brekah, rahmat dan keridloannyan.AMIN.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tasawuf
merupakan bagian ilmu dari islam saat ini, tasawuf muncul padamasa sahabat
dan tabi’in. Akan tetapi pada masa tersebut belum dijadikan sebagai ilmu.
Pemahaman tenteng tasawuf berbeda-beda. Salah satu pandangan tersebut menyatakan bahwa tasawuf adalah
ajaran yang sesat.Untuk itu kita tertarik
untuk mengulas sekilas tentang akhlak tasawuf yakni mencangkup
diantaranya pengertian dan perkembangan Tasawuf Falsafi serta Tokoh-tokoh
Tasawuf Falsafi
B.
Tujuan
Sesuai
dengan judul makalah ini diharapakan agar kita dapat mengetahuii pengertian dan
perkembangan Tasawuf Falsafi serta Tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan
Perkembangan Tasawuf Falsafi
Tasawuf
falsafi adalah tasawuf yang ajaran ajarannya memadukan antara visi
mistis dan visi rasional pengasanya.Terminologi falsafi tersebut berasal dari
macam- macam ajran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. menurut
At-Taftazani,tasawuf falsafi mulai muncul dalam khazanah islam sejak abad
keenam Hijriyah,meskipun para tokohnya baru dikenal setelah abad kemudian.Sejak
saat itu, tasawuf jenis ini masih terus hidup dan berkembang, terutama di
kalangan para sufi yang juga filuf, sampa menjelang akhir-akhir ini. Adanya
pemaduan antara tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf falsafi ini dengan
sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf jenis ini bercampur dengan
sejumlah ajaran filsafat di luar islam, seperti Yunani, Persia,India, dan Agama
Nasrani. Akan tetapi,orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang.sebab,
meskipun mempunyai latarbelakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda dan beragam,
seiring dan ekspansi Islam yang telah meluas paa waktu itu, para tokohnya tetap
beru saha menjaga kemandirian ajaran aliran mereka, terutama apabila dikaitkan
dengan kedudukannya sebagai umat islam.
Masih menurut At- Taftazani, ciri umum tasawuf
falsafi adalah ajaran yang samar- samar akibat banyaknya istilah khusus yang
hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini.
Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan
metodenya didasarkn pada rasa (dzauq),tetapi tidak dapat pula dikatagorikan
sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajaranya sering di
ungkapkan dalam bahsa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme. Para sufi
yang juga filsuf pendiri aliran tasawuf ini mengenal dengan baik filsafat
Yunani serta berbagai alirannya,seperti Socrates, Plato, Aritoteles,aliran
Stoa, aliran Neo- Platonisme dengan filsafatnya emanasi.Bahkan , mereka pun
ckup akrab dengan filsafat yang sering disebut Hermenetisme yang karya-karyanya
banyak diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab, dan filsafat- filsafat Timur kuno, baik dari Persia maupun India, serta
filsafat- filsafat Islam, seperti yang diajarkan oleh Al- Farabi dan Ibnu Sina.
Mereka pun dipengaruhi aliran batiniah sekte Isma’iliyyah aliran Syi’ah dan
risalah-risalah ikhwan Ash-shafa.
B.
Tokoh-tokoh
Tasawuf Falsafi
1.
Ibnu Arabi
v
Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu Arabi adalah Muhammad bin
Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-Thai Al Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia
Tenggara, Spanyol, tahun 560 H, dari keluarga berpangkat,hartawan, dan ilmuwan.
Namanya biasa disebut tanpa “al” untuk membedakan dengan Abu Bakar Ibnu
Al-Arabi, seorang qadhi dari Sevilla yang wafat pada tahun 543 H. Disevilla
(Spanyol), ia mempelajari Al-qur’an, Al-Hadits, serta Fiqh pada sejumlah murid
orang faqih Andalusia terkenal, yaitu Ibnu Hazm Azh-Zhahiri.
Setelah
berusia 30 tahun, ia mulai berkelana keberbagai kawasan Andalusia dan kawasan
islam bagian barat. Dianatara deretan gurunya, tercatat nama-nama seperti Abu
Madyan Al-Ghauts At-Thalimsari dan Yasmin Musyaniyah (seorang wali dari
kalangan wanita). Keduanya banyak memngaruhi ajaran Ibnu Arabi. Dikabarkan, ia
pun pernah berjumpa dengan Ibnu Rusyd, filsuf muslim dan tabib istana dan
dinasti Bebar dari Alomohad, di Kordova. Ia pun dikabarka mengunjungi
Almariyyah yang menjadi pusat madrasah Ibnu Masarrah, seorang sufi falsafi yang
cukup berpengaruh dan memperoleh banyak pengaruh di Andalusia.
Di antara karya monumentalnya adalah
Al-Futuhat Al-Makiyyah yang ditulis pada tahun 1201 tatkala ia sedang
menunaikan ibadah haji. Karya lainnya adalah Tarjuman Al-Asuywaq yang
ditulisnya untuk mengenang kecantikan, ketakwaan dan kepintaran seorang gadis
sebagaimana di laporkan oleh moulvi.
v
Ajaran – Ajaran Tasawufnya
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang
Wahdat al – Wujud (kessatuan wujud). Meskipun demikian , istilah Wahdat Al –
Wujud yang dipakai untuk menyebut ajaran sentralnya, tidak lah berasal darinya,
tetapi bersal dari Ibnu Taimiyyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan
mengkritik ajaran sentralnya tersebut, atau setidak –tidaknya tokoh itu lah
yang telah berjasa dalam memopulerkannya ke tengah masyarakat islam,meskipun
tujuannya negatif. Disamping itu,meskipun semua orang sepakat menggunakan
ittilah Wahdat al – Wujud untuk menyebut ajaran sentral Ibnu Arabi, mereka
berbeda pendapat dalam memformulasikan pengertian Wahdat al –Wujud.
Menurut Ibnu Taimiyyah, Wahdat al–Wujud
adalah penyamaan Tuhan dengan Alam. Menurut penjelasannya, orang- orang yang
mempunyai hanya satu dan wajib al –
wujud yang dimilki oleh khaliq adalah juga mumkin al- Wujud yang dimiliki oleh
makhluk. Selain itu orang –orang yang mempunyai paham wahdat Al –wujud juga
mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan , tidak ada kelainan dan
tidak ada perbedaan.
Menurut Ibnu Arabi, wujud semua
yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakekatnya adalah wujud khaliq
pula.tidak ada perbedaan antara keduanya (khaliq dan makhluk) dari segi
hakekat. Adapun kalau ada
yang mengira bahwa antara wujud khaliq dan makhluk ada perbedaan, hal itu
dilihat dari sudut pandang pancaindra lahir dan akal yang terbatas kemampuannya
dalam menangkap hakikat apa yang ada pada Dzat-Nya dari kesatuan dzatiah yang
segala sesuatu berhimpun pada-NYa.
Menurut Ibnu Arabi, wujud pada hakikatnya adalah wujud Allah. Allah
adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut
khaliq dan wujud yang baru disebut makhluk. Tidak ada perbedaan antara ‘abid
(menyembah) dengan ma’bud (yang disembah). Bahkan antara yang menyembah dan
yang disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada rupa dan ragam dari hakikat
yang satu.
Dalam bentuk lain dapat dijelaskan
bahwa makhluk oleh khalik (tuhan) dan
wujudnya bergantung pada wujud tuhan sebagai sebab dari segala yang berwujud
selain tuhan. Semua yang berwujud selain tuhan tidak akan mempunyai wujud,
seandainya tuhan tidak ada. Oleh karena itu, Tuhanlah sebenarnya yang mempunyai
wujud hakiki, sedangkan yang diciptakan
hanya mempunyai wujud yang bergantung pada wujud diluar dirinya, yaitu tuhan. Semua yang diciptakan (makhluk dan
alam) tidak mempunyai wujud. Dengan demikian, wujud itu hanya satu yaitu wujud
tuhan. Sangat jelas bahwa Ibnu Arabi
masih membedakan antara tuhan dan alam, dan wujud tuhan tidak sama wujud alam. Meskipun disatu sisi terkesan
menyamakan tuhan dengan alam, disisi lain ia menyucikan tuhan dari adanya persamaan.
Dari konsep wahdat al-wujud Ibnu
Arabi, muncul lagi dua konsep yang sekaligus merupakan lanjutan atau cabang
dari konsep wahdat al-wujud tersebut, yaitu konsep al-hakikat al-muhammadiyah
dan konsep wahdat al-adyan (kesamaan
agama).
Menurut Ibnu Arabi, Tuhan adalah
pencipta alam semesta. Adapun proses pencptaanya adala sebagai berikut :
Ø Tajalli Dzat Tuhan dalm bentuk Ayan
tsabitah
Ø Dzat Tuhan dari alam ma’ ani kea
lam (ta’ayyunat) realitas –realitas rohaniah, yaitu alam arwah yng Mujarrad
Ø Tanazul pada realitas –realitas
nafsiah, yaitu alam nafsiah berfikir
Ø Tanazul Tuhan dalam bentuk ide
materi yang bukan materi yaitu mitsal(ide) atau khayal
Ø Alam materi yaitu alam indriawi
Selain itu, Ibnu Arabi menjelaskan
bahwa terjadinya alam inin tidak bisa dipisahkan dari ajaran hakikat
muhammadiyah atau Nur Muhammad. Menurutnya,tahapan tahapan kejadian proses
penciptaan dalam hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Ø Wujud Tuhan sebagai wujud mutlak,
yaitu Dzat yang mandiri dan tidak berhajat pada suatu apapun.
Ø Wujud hakikat muhammadiyyah
merupakan emanasi (pelimpahan )pertama dari wujud Tuhan. Dari sini, Kemudian
muncul segala wujud dengan proses tahapn –tahapanya sebagai yang dikemukakan di
atas.
2.
Al- Jili
v
Riwayat Hidup
Nama lengkap ‘Abdul Karim bin Ibrahim Al-jili.
Ia lahir pada tahun 1365 M di Jilan (Gilan), sebuah provinsi disebelah selatan
Kasfia dan wafat pada tahun 1417 M. Nama Al-Jili diambil dari tempat
kelahirannya di Gilan. Ia adalah seorang sufi yang terkenal dari Bagdad.
Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui
oleh para ahli sejarah,tapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia pernah melakukan
perjalanan keindia tahun 1378 M, kemudian belajar tasawuf di bawah bimbingan
Abdul Qadir Al-Jailani, seorang pendiri dan pemimpin Tarekat Qadiriyah yang
sangat terkenal. Disamping itu berguru pula pada Syeh Sbyarifudin Isma’il bin Ibrahim Al-jabarti di Zabid (Yaman) pada
tahun 1393-1403M.
v
Ajaran Tasawuf
Al-Jili
Ajaran
btasawuf Al- Jili yang terpenting adalah paham insane kamil ( manusia sempurna)
Menurut Al – Jili Insan Kamil
adalah nuskhah atau copy Tuhan. Sebagaimana diketahui, Tuhan memiliki sifat –
sifat seperti hidup, pandai, maupun berkehendak, mendengar, dan sebagainya.
Insane kamil menurut konsep Al – Jili adalah perencanaan Dzat Allah SWT.
(nuqtah al – haqq) melalui proses empat tajali, sekaligus sebagai proses
maujudat yang terhimpun dalam diri Muhammad SAW. Insan kamil bagi Al –Jili
merupakan proses tempat beredarnya segala yang wujud ( aflak al–wujud ) dari
awal sampai akhir. Dia adalah satu ( wahid) sejak wujud dan untuk selamanya.
Disamping itu,
insane kamil dapat muncul dan menampakan dirinya dalam berbagain macam. Ia
diberi nama dengan nama yang tidak diberikan kepada orang lain ; nama aslinya
adalah Muhammad, nama kehormatannya Abu Al – Qasim dan gelarnya syamsu Ad –
Din. Dari uraian ini, Al- Jili
menunjukan penghargaan yang tinggi kepada Nabi Muhammmad SAW. Sebagai
insane kamil yang paling sempurna. Sebab, sungguhpun belau telah wafat, nurnya
akan tetrap abadi dan mengambil bentuk pada diri orang – orang yang masaih
hidup. Ketika Nur Muhammmad SAW.
Mengambil bentuk menampakan diri seseorang, ia dipanggil dengan nama yang sesuai
dengan bentuk itu. Untuk mendekatkan diri pada Tuhan, seorang sufi harus
menumpuh jalan panjang berupa stasiun –stasiun atau disebut Maqamat dalam
istilah Arab. Sebagai seorang sufi, Al –Jili dengan membawa filsafat insane
kamil merumuskan
Beberapa maqam
yang harus dilalui seorang sufi, yang menurut istilahnya ia sebut al – martabah
atau jenjang ( tingkat ). Tingkat – tingkat tersebut adalah :
Pertama, Islam yang didasarkan pada lima pokok
atau rukun, dalm pemahaman kaum sufi, tidak hanya melakukan kelima pokok itu
secara ritual, tetapi harus di pahami dan dirasakan lebih dalam. Misalnya
puasa, menurut Al Jili ; merupakan
isyarat untuk menghindari tuntutan kemanusiaan agar si shaim memiliki sifat –
sifat ketuhannan, yaitu dengan cara mengosongkan jiwanya dari tuntutan –
tuntutan kemanusiaan maka terisilah jiwa oleh sifat – sifat ketuhannan.
Kedua, iman yaitu membenarkan dengan sepenuh
keyakinan akan rukun iman dan melaksanakan dasar – dasar islam. Iman merupakan
tangga pertama untuk mengungkap takbir alam gaib, dan alat yang membantu
seseorang mencapai tingkat atau maqam yang lebih tinggi. Iman menunjukan
sampainya hati mengetahui sesuatu yang jauh diluar jangkauan akal. Sebab, sesuatu yang diketahui
akal tidak selalu membawa pada keimanan.
Ketiga, Ash – Shalah, yaitu dengaN maqam ini telah
menunjukan bahwa seorang sufi mencapai tingkat menyaksikan efek ( atsar )ndari
nama sifat tuhan, sehingga dalam ibadahnya, ia merasa seakan – akan berada
dihadapannya. Persyaratan yang harus ditemnpuh dalam maqam ini adalah sikap istiqomah
dalam tobat, inabah, zuhud, tawakal,tajwidh, rida, dan ikhlas.
Kelima, syahadah, seorang
sufi dalam maqam ini telah mencapai iradah yang bercirikan mahabbah kepada
Tuhan tanpa pamrih, mengingatnya secara terus menerus dan meninggalkan hal-hal
yang menjadi keinginan pribadi. Syahadah terbagi dalam dua tingkatan yaitu
mencapai mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih yaitu tingkat yang paling rendah
dan menyaksikan Tuhan pada semua makhluknya secara ainul yaqin yaitu tingkat
yang paling tinggi.
Keenam, shiddiqiyah. Istilah
ini menggambarkan tingkat pencapaian hakikat yang makrifat yang diperoleh
secara bertahap dari ilmu al-yaqin dan sampai haqq yaqin.ketiga tingkat
makrifat itu dialami ol;eh seorang sufi secara bertahap. Jadi menurut al-jili
seorang sufi yang telah mencapai derajat shiddiq akan menyaksikan hal-hal ghaib
kemudian melihat rahasia-rahasia Tuhan mengetahui hakikat dirinya. Setelah
mengalami fana ia memperoleh baqa ilahi. Setelah baqa dengan Tuhan, ia
selanjutnya adalah menampakkan nama-nama. Inilah batas pencapaian ilmu
al-yaqin.
Ketika penampakan sifat-sifat
terjadi, akan diperoleh makrifat zat dari segi sifat. Demikian berlangsung
selanjutnya sampai mencapai makrifat zat dengan zat. Akan tetapi tidak merasa
puas dengan makrifat zat dengan zat, ia mencoba melepaskan sifat-sifat
rububiyah sehingga dapat terhiasi dengan sifat-sifat dan nama Tuhan. Tingkat
semacam inilah yang dinamakan haqq al-yaqin.
Ketujuh,qurban. Maqam ini
merupakan maqam yang memungkinkan seorang sufi dapat menampakkan diri dalam
sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.
3.
Ibnu Sab’in
v Riwayat Hidup
Ibnu Sab’in
Nama lengkap Ibnu Sab’in adalah Abdul Haqq Ibn Ibrahim Muhammad Ibn
Nashr, Seoarng sufi yang juga filsuf dari Andalusia. Dia terkenal di Eropa
karena jawaban-jawabannya atas pernyataan Frederik II, penguasa Sicilia. Dia
dipanggil Ibnu sab’in dan dibari gelar Quthbuddin tetapi kadang-kadang, dia
dikenal pula dengan Abu Muhammad. Dia mempunyai asal asul Arab dan dilahirkan
tahun 614 H (1217-1218 H) di kawasn Murcia. Ibnu Sab’in mempelajari bahasa arab dan sastra pada kelompok gurunya.
Dia juga mempelajari ilmu-ilmu agama dari
Madzhab
Maliki, ilmu-ilmu logika, dan fisafat . Dia mengemukakan bahwa di antara
guru-gurunya itu adalah Ibnu Dihaq, yang dikenal Ibnu al-mir’ah (meninggal
tahun 611 H), pensarah karya al-juwaini,Al-irsad. Karena ibny Sab’in lahir
tahun 614 H, sementara Ibnu dihaq meninggal tahun 611 H. Jelas bahwa Ibnu
Sab’in menjadi murid ibnu dihaq hanya melalui kajiannya terhadap karya-karya
tokoh tersebut. Begitu juga dalam hubungan nya dengan dua gurunya yang lain,
yaitu al-yuni (meninggal tahun 622 H) dan al-hurani (meninggal tahun 538 H),
yang keduanya ahli tentang huruf ataupun nama. Menurut salah seorang murid Ibnu
Sab’in, yang mensarah kitab risallah al-abd, hubungan antara ibnu Sab’in dan
gurunya tersebut lebih banyak terjalin
melalui kitab dari pada secara langsung.
Ibnu Sab’in tumbuh dewasa dalam keluarga ayahnya adalah pengusa
kota kelahirannya. Begitu juga dengan nenek moyangnya yang juga dari kalangan
penguasa. Ibnu Sab’in meninggalkan karya sebanyak empat puluh satu buah yang
menguraikan tasawufnya secara teoretis ataupun
praktis dengan cara yang ringkas ataupun panjang lebar.Karya-karya itu
tampak bahwa pengetahuan Ibnu Sab’in cukup luas dan beragam. Dia mengenal
berbagai aliaran filsafat yunani, dan
filsafat-filsafat Hermetitisme, Persia, India. Disamping itu, dia juga banyak
menelaah karya filsuf-filsuf islam dari dunia islam bagian timur, seperti A-lfarabi
dan Ibnu Sina, dan filsuf-filsuf islam bagian barat, seperti Ibnu Bajah, Ibnu
Thufail, dan Ibnu Rusyd. Bahkan dia begitu menguasai kandungan risalah-risalah Ikhwan
Ash-Shafa dan secara terperinci
mengetahui aliran-aliran teologi, khususnya aliaran Asy’ariyyah.
Pengetahuannya tentang aliaran tasawuf begitu mendalam. Semua tampak jelas dari kritikannya terhadap para filsuf,
teologi, dan para sufi sebelumnya. Disamping semua itu, dia juga begitu
menguasai aliran-aliaran fiqh.
v Ajaran Tasawuf
Ibnu Sab’in
Ibnu adalah seoarang pengasas paham
dalam kalangan tasawuf filosofis yang di kenal dengan paham kesatuan mutlak.
Pendapat Ibnu Sab’in tentang kesatuan mutlak tersebut merupakan dasar dari
paham, khususnya tetang para pencapai kesatuan mutlak ataupun pengakraban Allah
SWT paham ini mirip paham hakikat Muhammad SAW. Ataaupun Quthb dari sabagian
sufi yang juga filsuf, seperti Ibnu Arabi, dan Ibnu Al-farid, ataupun paham
manusia sempurna dari Abdul Karim Al-Jili. Pencapaian kesatuan mutlak, menurut
Ibnu Sab’in adalah individu yang paling sempurna,sempurna yang dimiliki seorang
faqih, teolog, filsuf ataupun sufi.
Ibnu Sab’in berpendapat bahwa
logika barunya yang dia sebut juga dengan logika melihat yang belum pernah dilihatnya ataupun
mendengar yang belum pernah didengarnya. Dengan demikian, logika tersebut
bercorak intuitif. Kesimpulan penting Ibnu Sab’in dengan logikanya tersebut
adalah bahwa realitas-realitas logika itu alamiah dalam jiwa manusia dan keenam
logika (genius, species, diference,proper,person, accident) yang memberikan kesan adanya wujud
yang jamak hanya ilusi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang
ajaran-ajaranya memadukan antara visi mistis dan visi rasional
pengasasnya.Berbeda dengan tasawuf akhlaki. Tasawuf falsafi menggunakan terminology filosofis
dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam
ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.
Di antara tokoh-tokoh tasawuf
falsafi adalah Ibnu Arabi, Al-Jili, Ibnu Sab’in, dan Ibnu Masarrah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. Ag, Prof. Dr. Rosihon. Akhlak
Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.2010.
Kautsar Azhari Noer.Ibn Arabi
Wahdat Al-Wujud dalam Perdebatan. Paramadina.1995.
Simuh, 1996,Tasawuf dan
Perkembanganya islam,PT Raja Grafindo
Persada,Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar