BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Shalat
merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus
dikerjakan baik bagi mukmin maupun dalam perjalanan.
Shalat
merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi
(tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat, maka
ia mendirikan agama Islam, dan barang siapa meninggalkan shalat, maka ia
meruntuhkan agama Islam.
Shalat harus
didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat.
Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi
muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga
shalat – shalat sunah.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara
lain:
1.
Bagaimana pengertian Shalat, dan
Macam-Macam Shalat ?
2.
Bagaimana pelaksanaan dan Tata Cara
Shalat ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Menambah khasanah keilmuan.
2.
Menambah pengetahuan tentang
Shalat, Macam-macam Shalat dan Tata Cara Shalat.
3.
Memberi pengetahuan tentang
pelaksanaan Shalat yang benar dan sesuai ajaran agama Islam.
BAB II
ISI
ISI
A.
Arti Dan Kedudukan Shalat
Menurut
bahasa, shalat berarti doa atau rahmat. Pengertian shalat menurut istilah
adalah :
عِبَادَةٌ
تَتَضَمَّنُ أَقْوَالاً وَأَفْعَالاً مَخْصُوْصَةً مُفْتَتَحَةً بِتَكْبِيْرِ
اللهِ وَمُخْتَتَمَةً بِااتَّسْلِيْمَ
"suatu
ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yang dibuka dengan
takbir dan ditutup dengan salam"
Di dalam
Islam, shalat mempunyai arti penting dan kedudukan yang sangat istimewa, antara
lain :
1.
Shalat merupakan ibadah yang
pertama kali diwajibkan oleh Allah SWT yang perintahnya langsung diterima
Rasulullah SAW pada malam Isra' Mi'raj
2.
Shalat merupakan tiang agama.
Nabi SAW
bersabda :
رَأْسُ
الْأَمْرِ الْإِسْلاَ مُ وَعَمَؤْدُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
"
pokok perkara adalah islam, tiangnya adlaah shalat dan puncaknya adalah
jihad" (Hadis Hasan Shahih Riwayat Al-Tirmidzi,
Al-Nasa'I, Ibn Majah, Ahmad Al-Bayhaqi dan Al-Thabrani dari Muadz)
3.
Shalat merupakan amalan yang
pertama kali dihisab pada hari kiamat.
Nabi SAW bersabda :
إِنَّ
أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلاَتُهُ
"
yang petama kali dihisab (amalan) seorang hamba pada hari Kiamat adalah
shalatnya…" (HR. Al-Tirmidzi, Al-Nasa'I, Ibnu
Majah, Ahmad dan Al-Thabrani)
Dalam riwayat
Al-Thabrani selanjutnya disebutkan :
فَإِنْ
صَلُحَتْ صَلُحَ سَاإِرُ عَمَلِهِ وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَاإِرُ عَمَلِهِ
"
maka jika shalatnya baik maka baiklah semua amalnya, namun jika shalatnya rusak
maka rusaklah semua amalnya"
B.
Hukum Meninggalkan Shalat
Bagi muslim
yang sudah terkena kewajiban shalat karena sudah baligh dan berakal,kemudian
meninggalkan shalat dengan sengaja.dihukumi syirik dan kufur. Nabi saw pernah
bersabda :
بَيْنَ
الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشَّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَا ةِ
"(Beda)
antara seorang (mu'min) dan antara syirik dan kekafiran ialah meninggalkan
shalat." (HSR.Muslim,al-Tirmidzi,al-Nasa'i
dan Ahmad dari Jabir ra.).
بَيْنَنَا
وَبَيْنَهُمْ تَرْكُ الصَّلَاةِ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
"(Beda)
antara kita dengan mereka (orang-orang kafir) itu, ialah : meninggalkan shalat.
Maka barang siapa meninggalkannya, sungguh ia telah kufur."
(HHR.Ahmad,al-Bazar dari Buraydah ra).
C.
Fungsi dan Hikmah Shalat
Diantara
fungsi dan hikmah shalat adalah :
1.
Untuk mengingat Allah Swt. Inilah
fungsi shalat yang utama yakni sebagai sarana dzikrullah (mengingat Allah).
Allah Swt berfirman :
إِنّضنِيْ
أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلَاَّ أَنَا فَا عْبُدْنِيْ وَأَقِمِ الصَّلَا ةَ
لِذِكْرِيْ
"
Sesungguhnya akulah Allah, Tidak ada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingatku." (QS.Thaha/20:14).
2.
Shalat yang dilakukan secara
intensif akan mendidik dan melatih seseorang menjadi tenang dalam menghadapi
kesusahan dan tidak bersikap kikir saat mendapat nikmat dari Allah Swt. Allah
Swt berfirman :
إِنّض
الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا، إِذَا مَسَّهُ الِّرُّ جَزُو عًا، وَإِذَا مَسَّهُ
الْخَيْرُ مَنُوعًا، إِالَّ الْمُصَلَّيْنَ، الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَلتِهِمْ دَئِمُونَ
"Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, sedang apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir
kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yaitu mereka yang tetap
mengerjakan shalatnya." (QS.Al-Ma'arij/70:19-23)
3.
Mencegah perbuatan keji dan munkar
وَأضقِمِ
الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرُ
"Dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan
munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya)… ". (QS.Al-Ankabut/29:45)
4.
Shalat dan sabar juga berfungsi
sebagai penolong bagi orang yang beriman.Allah Swt berfirman :
وَاسْتَعِيْنُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ إِالَّعَلَى الْخَاشِعِيْنَ
”Dan
jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan yang demikian itu sungguh
berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu." (QS.Al-Baqarah
2:45).
D.
Syarat Sahnya Shalat
Syarat sahnya
shalat ada 4 yaitu :
1.
Sudah masuk waktu. Hal ini
didasarkan pada firman Allah SWT :
أَقِمِ
الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
"Dirikanlah
shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam." (QS.Al-Isra
17:78)
2.
Suci dari najis dan hadats kecil
dan besar. Dasar tentang suci dari hadats sebagaimana telah dijelaskan yakni
QS. Al-maidah : 6, dan hadis Nabi Saw :
لَا
يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُيْرٍ ولاَ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ
"Allah
tidak menerima shalat tanpa bersuci dan tidak menerima shadaqah dari hasil
kejahatan/korupsi." (HSR.Jamaah kecuali
al-Bukhari,dari Ibn Umar dan Usamah bin Umair)
3.
Menutup Aurat. Hal ini didasarkan
pada firman Allah Swt :
يَابَنِيْ
ءَادَمَ خُذُوا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلَّ مَسْجِدٍ...
"Hai
anak Adam, pakailah perhiasanmu (maksudnya: pakaianmu yang indah disetiap
(memasuki) mesjid…" (QS.Al-A'raf : 31).
4.
Menghadap ke arah Masjidil Haram.
Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt :
فَوَلَّ
وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُو
هَكُمْ شَطْرَهُ
"
Palingkanlah (yakni:hadapkanlah) wajahmu kea rah masjidil haram. Dan dimana
saja kamu berada, palingkanlah wajahmu kearahnya." (QS.
Al-Baqarah : 144).
E.
Tata cara shalat Nabi Saw
Untuk
terhindar dari bid'ah (penyimpangan) maka disini akan dijelaskan tentang
bagaimana tata cara shalat Nabi Muhammad Saw, yaitu:
a.
Niat
Niat adalah
perbuatan hati, bukan perbuatan mulut sehingga tidak perlu diucapkan. Apalagi
tidak ada satupun hadis yang menjelaskan tentang adanya tuntunan untuk melafalkan
niat ketika hendak shalat. Niat secara bahasa berarti menyengaja (al-qashdu :
maksud) sehingga siapapun yang menyengaja suatu perbuatan maka ia telah
mempunyai niat di dalam hatinya.
b.
Berdiri sempurna menghadap ke arah
kiblat. Hal ini dipahami dari firman Allah Swt :
حَافِظُوْا
عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُوْمُوْا الِلَّهِ قَا نِتِيْنَ
"peliharalah
segala shalat (mu), dan peliharalah shalat wustha (yakni shalat ashar).
Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS.
Al-Baqarah : 238)
c.
Bertakbir dengan mengucapkan اللهُ
أَكْبَرُ
Takbir pertama
ini disebut takbiratul-ihram. Disebut demikian karena setelah takbir ini diharamkan
melakukan gerakan lain di luar gerakan yang dituntunkan dalam shalat hingga
salam.
d.
Membaca Al-Fatihah
Membaca surat
al-fatihah secara tartil (jelas dan perlahan) dengan sebelumnya bermohon
perlindungan dengan membaca ta'awudz tanpa dikeraskan, lalu membaca basmallah
(yakni "bissmillahir-rahmanir-rahim"). Membaca Al-Fatihah dalam shalat ini wajib
berdasarkan hadist Nabi Saw :
لاَ
صَلاَةَ لَمِنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَا تِحَةِ الْكِتَابِ
"Tidak
sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul-Kitab". (HR.
Al-Jama'ah kecuali Imam Malik dari Ubadah bin Al-Shamit)
e.
Ruku'
Angkat kedua
tangan seperti takbiratul-ihram sambil bertakbir. Allahu Akbar menuju ke posisi
rukuk.
Dasarnya
adalah firman Allah Swt :
يَأَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا ارْكَعُوْا وَسْجُدُوْا وَاعْبُدُوْا رَبَّكُمْ
وَافْعَلُوْا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"
hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu
dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan". (QS. Al-Hajj
: 77)
f.
I'tidal
I'tidal
setelah ruku' yakni berdiri tegak (i'tidal) dengan sempurna dan tenang
(thuma'ninah). Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Saw yang mengajarkan :
ثُمَّ
ارْكَعْ حَتَّى تّطْمَإِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَإِمًا
ثُمَّ اسْجُدْ
"
kemudian ruku'lah hingga tenang, kemudian angkatlah (kepalamu) hingga tegak
berdiri kemudian sujudlah" (Muttafaq
'alayh dari Abu Hurairah)
Saat I'tidal
dituntunkan untuk mengucapkan :
سَمِعَ
اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
" Maha
Mendengar Allah pada siapa saja yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, bagi-Mulah
segala pujian"
(Muttafaq 'alayh dari Abu Hurairah)
g.
Sujud
Bertakbirlah
tanpa mengangkat tangan menuju gerakan sujud dengan meletakkan kedua lutut
lebih dahulu lalu kedua tangan, kemudian letakkan wajah (dahi dan hidung).
Mendahulukan kedua lutut dari kedua tangan saat sujud didasarkan pada hadist
dari Wa'il bahwa ia melihat Nabi Saw :
إِذَا
سَجَدَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ
قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
"Apabila
beliau sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan
apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua
lututnya." (HR. Al-Tirmidzi, Al-Nasai, Abu
Dawud)
h.
Duduk
Setelah sujud
kedua, maka dituntunkan untuk duduk. Jika dalam posisi duduk tasyahhud awal
posisi duduknya iftirasy yakni duduk di atas bentangan kaki kiri sementara
telapak kanan ditegakkan dengan jari kaki kanan menghadap qiblat. Namun, jika
sudah dalam posisi duduk tasyahud akhir maka posisi duduknya tawaruk yakni
pangkal paha atas (pantat) yang kiri uduk bertumpu pada lantai sedangkan posisi
kaki kanan sma dengan tahiyat awal.
i.
Salam
F.
Jama' dan Qashar
Menjama dan mengqhasar shalat termasuk rukhshah (kemurahan/ keringanan)
yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan
bila shalat dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhshah ini merupakan shadaqah dari Allah yang dianjurkan untuk diterima
dengan penuh ketawadluan.
Menjama shalat adalah mengumpulkan dua shalat fardu dalam satu waktu,sedang
mengqhasar shalat adalah memendekan jumlah rakaat shalat dari empat raka’at
menjadi dua raka’at.
Shalat yang boleh dijama adalah antara shalat dzuhur dengan ashar dan
antara shalat magrib dengan isya. Dalam hal ini shalat jama dibagi menjadi dua:
1.
Jama' taqdim
Adalah
menggabungkan shalat dzuhur dengan ashar yang dilakukan pada waktu dzuhur dan
shalat magrib digabungkan pelaksanaannya dengan shalat isya pada waktu maghrib.
2.
Jama' takhir adalah
menggabungkan shalat dzuhur dan ashar sesuai urutan pada waktu ashar dan shalat
maghrib dan isya dilakukan pada waktu isya juga sesuai urutan.
Beberapa
keadaan yang membolehkan menjama' shalatnya
antara lain :
1.
Ketika sedang haji di
Arafah, Mina dan Muzdalifah
2.
Ketika bepergian jauh
3.
Dalam keadaan hujan
4.
Ketika sakit atau keadaan
lain yang menyulitkan
Jarak safar
yang dibolehkan jama' dan qashar
Riwayat
Syu’bah dari Yahya bin Yazid al-Huna’i dari Anas ra menyatakan bahwa :
إِذَا خَرَجَ مَسِيْرَةَ ثَلَا ثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ
ثَلَاثَةِ فَرَاسِخَ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
“Apabila
beliau (Nabi saw) keluar dalam sebuah perjalanan 3 mil atau 3 farsakh maka
beliau shalat dua raka’at” (HSR Muslim
dan Abu Daud)
Lama safar
yang dibolehkan jama dan qashar
Hadis dari
Anas bin Malik ra bahwa :
“kami keluar
bersama Nabi saw dari Madinah ke Makkah, beliau shalat dua rakaat-dua rakaat
hingga kami kembali ke Madinah. Aku (yakni:yahya) bertanya : apakah kalian tinggal di Makkah sebentar? Dia (Anas) menjawab : kami tinggal di Makkah 10(hari)
Hadis lain
dari Ibn Abbas ra bahwa :
“kami pernah
muqim (tinggal) bersama Nabi saw dalam sebuah perjalanan (yakni:di Makkah) 19
hari dan mengqhasar shalatnya. Tetapi jika sudah lebih
dari 19 hari maka kami shalat empat raka’at”
G.
Shalat Jama’ah
Tata cara shalat jama’ah dan merapatkan shaf :
1.
Sebelum fardlu berjama’ah
sebaiknya dilaksanakan dimasjid/ mushalla
2.
Sebelum takbir imam
supaya mengatur shaf
a.
Imam hendaknya
menganjurkan supaya meluruskan dan merapatkan shaf jamaah
b.
Imam juga dituntunkan
untuk menganjurkan pada jamaah laki-laki agar shaf depan dipenuhi lebih dulu
kemudian shaf berikutnya. Susunan shaf terbaik bagi laki-laki adalah yang paling depan sedangkan
shaf perempuan adalah yang paling belakang.
c.
Jika ma’mum hanya
seorang, maka posisi shafnya berada disebelah kanan imam. Jika datang menyusul
ma’mum yang lain maka hendaklah berdiri dibelakang imam, kemudian ma’mum yang
sendirian yang berdiri di samping kanan imam tadi mundur kebelakang untuk
menyamakan shaf lain. Jika datang menyusul ma’mum yang
lain lagi, hendaklah mengisi shaf kanan dahulu baru kemudian shaf kiri. Dengan memperhatikan
keseimbangan antara kanan dan kiri setelah shaf depan penuh barulah ma’mum yang
datang kemudian menyusun shaf
baru di belakangnya.
d.
Jika ma’mumnya hanya ada
seorang wanita maka tidak boleh jama’ah berduaan dengan diimami oleh laki-laki
yang bukan mahramnya atau bukan suaminya
e.
Imam perempuan hanya
boleh mengimami sesama perempuan dan anak kecil yang belum baligh. Posisi shaf imam
perempuan sejajar dengan ma’mum perempuan dan berada di tengah shaf pertama.
3.
Dalam kasus shalat wajib
empat raka’at bila ada orang muqim yang ikut berjama’ah dengan kelompok musafir
dan berma’mum kepada imam musafir, maka setelah imam salam, ma’mum muqim
tersebut tinggal menyempurnakan jumlah raka’at yang belum dikerjakan.
4.
Apabila imam sudah
bertakbir maka ma’mum segera bertakbir dan jangan sesekali mendahului dan
menyelisihi gerak imam.
5.
Hendaklah ma’mum memperhatikan
dengan tenang bacaan imam dan tidak membaca apapun kecuali al-fatihah yang
dibaca dalam hati mengikuti bacaan imam.
6.
Bila keadaan ma’mum
heterogen (bermacam-macam), imam hendaknya memilih bacaan surat yang sedang dan
disesuaikan dengan kondisi jama’ah
7.
Jika ada ma’mum yang
masbuq (terlambat) maka ia harus bertakbir lalu mengikuti gerakan imam yang
terakhir dalam posisi apapun. Jika ma’mum masih mendapatkan ruku bersama imam maka ia sudah terhitung
mendapatkan raka’at
8.
Jika imam lupa dalam
gerakan shalat maka ma’mum laki-laki mengingatkan dengan ucapan subhanallah,
sedangkan ma’mum perempuan dengan menepukkan tangan ditempat terdekat misal di pahanya
atau di lengannya
9.
Siapapun juga dilarang
lewat di depan orang yang sedang shalat
10.
Selesai shalat imam
hendaknya menghadap ke arah ma’mum
atau ke arah kanan imam
H.
Shalat Jum’at
Perintah shalat jum’at terdapat dalam QS Al-Jumu’ah 62:9 dan HR. Abu Daud
dari Thariq bin Syihab ra. Dengan demikian hukumnya fardu. Bagi orang-orang yang
menyepelekan shalat jumat sehingga meninggalkannya sampai tiga kali dicap
sebagai orang munafiq.
Shalat ini terdiri dari dua raka’at dan dilaksanakan secara berjama’ah pada
waktu masuk dzuhur dimana sebelumnya dimulai dengan dua khutbah. Khutbah pertama berisi
wasiat takwa yang disampaikan secara singkat namun padat dan disunahkan
mengakhiri khutbahnya dengan doa. Ketika khutbah sedang berlangsung jama’ah dituntunkan mendengarkan khutbah
dengan tenang dan dilarang berbuat hal-hal yang sia-sia seperti bergerak-gerak
dan berbicara, bahkan jama’ah dilarang menegur teman dengan kata “diamlah!”.
I.
Shalat-shalat Sunnah
1.
Pengertian Shalat
Sunnah
Shalat
sunnah disebut juga shalat tathawawu’ atau shalat nawafil. Shalat sunnat dibagi
menjadi dua macam, yaitu shalat sunnat mu’akkadah (yakni: sangat ditekankan
oleh Nabi Muhammad SAW karena intens dilakukan beliau) dan shalat sunnat ghayr mu’akkadah
(pernah dilaksanakan Nabi Muhammad Saw tetapi tidak intens).
2.
Macam-macam Shalat
Sunnah
1)
Shalat Ghayr Mu’akkadah
Diantara
shalat ghayr mu’akkadah yaitu :
·
4 raka’at sesudah
Dzuhur (termasuk 4 raka’at sesudah shalat Jumat)
·
4 raka’at sebelum Ashar
·
2 raka’at sebelum
Maghrib dan
·
2 raka’at sebelum Isya
Tidak
boleh shalat dua raka’at setelah subuh dan setelah ashar hingga tergelincirnya
matahari.Menurut Abu Hurayrah dan Umar ra bahwa :
أَنَّ رسُو لَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنْ الصَّلاَ ةِ بَعْدَ الْفَجْرِحتّى تَطلُحَ
الشّمْسُ وَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتّى تَخْرُ بَ الشّمْسُ
”
Tidak ada (tidak boleh) shalat setelah shalat Ashar hingga terbenamnya
matahari, dan tidak ada (tidak boleh) shalat setelah shalat Subuh hingga terbit
matahari” (HSR.Jama’ah, dari Abu Sa’id
al-Khudri).
Dan
Nabi Saw menegaskan :
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَةِ الْعَصْرِ
حَتّى تَغْرُبَ الشّمْسُ وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ حَتّى تَطْلُحَ
الشّمْسُ
"tidak
ada (tidak boleh) shalat setelah shalat Ashar hingga terbenamnya matahari, dan
tidak ada (tidak boleh) shalat Subuh hingga terbit matahari"
(HSR. Jama'ah, dari Abu Sa'id Al-Khudri)
2)
Shalat Sunnat
Mu’akkadah, antara lain :
a)
Shalat Rawatib
Yang
dimaksud dengan shalat sunnat rawatib (kontinyu) yaitu shalat sunnah yang dikerjakan
oleh Nabi Muhammad Saw mengiringi shalat fardhu, shalat sunnah ini termasuk
mu’akkadah dan hampir tidak pernah beliau tinggalkan kecuali safar. Yang
termasuk mu’akkadah adalah :
·
2 raka’at sebelum
Subuh,
·
2 raka’at sebelum
Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya (sesudah shalat Jumat),
·
2 raka’at sesudah
Ashar,
·
2 raka’at sesudah
Maghrib dan
·
2 raka’at sesudah Isya.
b)
Shalat Dluha.
Shalat
al-Dluha atau disebut juga shalat al-Awwabin adalah shalat sunnat yang
dikerjakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepenggal (setinggi tonggak)
dan berakhir saat tergelincirnya matahari di waktu Dzuhur.Jika shalat Dluha
dilakukan di awal waktu terbitnya matahari, maka disebut dengan shalat al-isyraq (terbit).
Jumlah
raka’at shalat Dluha yang umumnya dikerjakan adalah 2 raka’at. Namun ada hadis
yang mengatakan, shalat Dluha bisa juga dilakukan 4 raka’at (2 raka’at salam –
2 raka’at salam) atau bahkan 8 raka’at salam (salam setiap 2 raka’at).
c)
Shalat Tahajjud,Shalat
Layl Atau Shalat Witir.
Allah
Swt sangat menganjurkan tahajjud (yakni bangun
malam) kepada Rasul-Nya dan orang-orang beriman untuk melaksanakan shalat al-Layl (malam) atau Qiyamul-Layl (bangununtuk shalat
malam). Terdapat dalam QS. Al-Isra: 79, dan QS. Al- Sajdah: 15-16.
Waktu
pelaksanaanya adalah ba’da shalat Isya hingga sebelum masuk waktu shalat Subuh.
Namun Rasulullah Saw membolehkan shalat Layl dikerjakan di awal waktu, khususnya
bagi yang susah bangun malam, bahkan Rasulullah SAW pernah juga mengerjakannya
di awal waktu, namun beliau lebih senang mengerjakannya di akhir malam seningga
lebih utama dikerjakan pada sepertiga akhir malam (HR. Bukhari Muslim), atau
didua-pertiga malam atau di pertengahan malam (QS. Al-Muzzammil: 20), yang
penting dikerjakan sebelum waktu shalat Subuh.
d)
Shalat Dua Hari Raya,
yaitu
shalat Iedul-Fitri pada pagi hari tanggal 1 Syawal dan shalt Iedul-Adha pada
tanggal 10 Dzulhijah. Nabi Saw menganjurkan agar semua orang islam termasuk
anak-anak dan wanita haid ikut merayakannya dengan bertakbir menuju ke lapangan
tempat shalat, meskipun wanita haid tidak ikut shalat.
Pada
saat Ied, Rasulullah Saw menuntunkan untuk membesarkan nama Allah ketika
berangkat ke tempat shalat hingga imam memulai shalat. Tetapi takbir pada Iedul
Fitri sudah bisa dimulai sejak malam setalah sempurnanya hitungan bulan
Ramadhan. Hal ini didasarkan firman Allah Swt :
وَلِتُكْمِلُوْا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا
اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
"
… dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan bertakbir mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang deberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" (QS.
Al-Baqarah : 185)
e)
Shalat Istisqa'
Yaitu shalat
dua rakaat dan berdoa minta air hujan karena kekeringan akibat kemarau panjang.
Shalat ini dituntunkan untuk dilakukan secara berjama'ah di lapangan setelah
matahari terbit, sama dengan waktu shalat Ied. Menurut 'Abbad bin Tamim, dari
pamannya 'Abdullah bin Zayd ra bahwa :
" saya
melihat Nabi Saw pada suatu hari keluar untuk minta hujan. Ia (Abdullah)
berkata: (setelah khutbah) lalu beliau berupaya merubah posisi punggungnya dari
manusia dan mengahadap qiblat untuk berdoa, kemudian beliau merubah posisi
sarung selendangnya kemudian shalat bersama kami dua rakaat dengan
mengeraskan qira'ahnya pada keduanya." (Muttafaq
'Alayh)
f)
Shalat Istikharah
Yaitu shalat
dua raka'at untuk meminta pilihan yang terbaik dalam segala urusan. Menurut
sahabat Jabir ra bahwa Rasulullah Saw mengajarkan kepada para sahabar untuk
berkonsultasi kepada Allah melalui shalat guna meminta yang terbaik dalam
segala hal. Shalat istikharah ini dilakukan karena keterbatasan manusia dalam
mengetahui persoalan-persoalan ghoib yang akan terjadi nanti. Jumlah rakaatnya
adalah dua raka'at di luar shalat fardhu, lebih baik lagi bila dilakukan pada
malam hari, kemudian setelah salam berdoa kepada Allah Swt secara khusyu'.
g)
Shalat Tahiyyatul Masjid
Yaitu shalat
dua raka'at sebagai penghormatan memasuki masjid. Nabi Saw bersabda :
إِذَا
دَخَلَ اَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
"
apabila salah seorang kalian masuk masjid, maka hendaklah shalat dua raka'at
sebelum duduk" (HR. Jama'ah
dari Abu Qatadah ra)
h)
Shalat Gerhana (kusuf atau
khusuf)
Yaitu shalat
karena terjadi gerhana, baik karena gerhana matahari maupun gerhana bulan.
i)
Shalat Jenazah
Yaitu shalat
yang dilakukan karena adanya muslim atau muslimah yang meninggal dunia. Shalat
ini hukumnya fardhu kifayah dan sangat dianjurkan dilakukan secara berjama'ah.
Shalat ini dilakukan dengan 4 kali takbir tanpa ada sujud dan ruku'. Adapun
tata cara shalat ini yaitu setelah jenazah dimandikan dan dikafani, hendaklah
jenazah diletakkan di depan orang yang akan menyolatkannya, kemudian
melaksanakan rukun shalat jenazah.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
kesimpulan
Dari uraian di
atas mengenai Shalat,Macam-macam shalat dan Tata cara shalat maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Shalat itu adalah ibadah yang tersusun
dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbi,diakhiri dengan
salam dan memenuhi beberapa syarat dan rukun yang telah ditentukan.
Shalat itu
hukumnya wajib untuk dilaksanakan oleh setiap muslim lima kali dalam sehari
semalam. Apabila tidak dilaksanakan maka akan mendapatkan siksaan yang pedih
dari Allah SWT.
B.
Saran
Untuk Mahasiswa
atau pencari ilmu perbanyaklah mencari ilmu pengeahuanyang tentang Shalat agar
Shalat kita sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan
dari pengetahuan tersebut kita dapat mengapikasukan dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk seluruh umat muslim jagalah shalat kita maka shalat akan
menjaga kita. Bukan berarti kita shalat demi dijaga shalat melainkan untuk
melaksanakan segala perintah Allah serta mendaatkan ridha dari –Nya semata.
DAFTAR PUSTAKA
Jamaluddin,
Syakir, Fiqh Ibadah,
Syaikh
Nashiruddin Al-Albani, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz, Sifat Shalat Nabi SAW.
Rasjid Sulaiman.2010. Fikih Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar