Sabtu, 19 September 2015

Shalat, Macam-Macam Shalat, dan Tata Cara Shalat.



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukmin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat, maka ia mendirikan agama Islam, dan barang siapa meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama Islam.
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat – shalat sunah.

B.   Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:
1.      Bagaimana pengertian Shalat, dan Macam-Macam Shalat ?
2.      Bagaimana pelaksanaan dan Tata Cara Shalat ?

C.   Tujuan Penulisan
Tujuan dari  penulisan makalah ini adalah:
1.      Menambah khasanah keilmuan.
2.      Menambah pengetahuan tentang Shalat, Macam-macam Shalat dan Tata Cara Shalat.
3.      Memberi pengetahuan tentang pelaksanaan Shalat yang benar dan sesuai ajaran agama Islam.



BAB II
ISI

A.    Arti Dan Kedudukan Shalat
Menurut bahasa, shalat berarti doa atau rahmat. Pengertian shalat menurut istilah adalah :
عِبَادَةٌ تَتَضَمَّنُ أَقْوَالاً وَأَفْعَالاً مَخْصُوْصَةً مُفْتَتَحَةً بِتَكْبِيْرِ اللهِ وَمُخْتَتَمَةً بِااتَّسْلِيْمَ
"suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam"
Di dalam Islam, shalat mempunyai arti penting dan kedudukan yang sangat istimewa, antara lain :
1.      Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah SWT yang perintahnya langsung diterima Rasulullah SAW pada malam Isra' Mi'raj
2.      Shalat merupakan tiang agama.
Nabi SAW bersabda :
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلاَ مُ وَعَمَؤْدُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
" pokok perkara adalah islam, tiangnya adlaah shalat dan puncaknya adalah jihad" (Hadis Hasan Shahih Riwayat Al-Tirmidzi, Al-Nasa'I, Ibn Majah, Ahmad Al-Bayhaqi dan Al-Thabrani dari Muadz)
3.      Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat.
Nabi SAW bersabda :                                                       
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلاَتُهُ
" yang petama kali dihisab (amalan) seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalatnya…" (HR. Al-Tirmidzi, Al-Nasa'I, Ibnu Majah, Ahmad dan Al-Thabrani)
Dalam riwayat Al-Thabrani selanjutnya disebutkan :
فَإِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ سَاإِرُ عَمَلِهِ وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَاإِرُ عَمَلِهِ
" maka jika shalatnya baik maka baiklah semua amalnya, namun jika shalatnya rusak maka rusaklah semua amalnya"

B.     Hukum Meninggalkan Shalat
Bagi muslim yang sudah terkena kewajiban shalat karena sudah baligh dan berakal,kemudian meninggalkan shalat dengan sengaja.dihukumi syirik dan kufur. Nabi saw pernah bersabda :
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشَّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَا ةِ
"(Beda) antara seorang (mu'min) dan antara syirik dan kekafiran ialah meninggalkan shalat." (HSR.Muslim,al-Tirmidzi,al-Nasa'i dan Ahmad dari Jabir ra.).

بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ تَرْكُ الصَّلَاةِ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
"(Beda) antara kita dengan mereka (orang-orang kafir) itu, ialah : meninggalkan shalat. Maka barang siapa meninggalkannya, sungguh ia telah kufur." (HHR.Ahmad,al-Bazar dari Buraydah ra).

C.    Fungsi dan Hikmah Shalat
Diantara fungsi dan hikmah shalat adalah :
1.      Untuk mengingat Allah Swt. Inilah fungsi shalat yang utama yakni sebagai sarana dzikrullah (mengingat Allah). Allah Swt berfirman :
إِنّضنِيْ أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلَاَّ أَنَا فَا عْبُدْنِيْ وَأَقِمِ الصَّلَا ةَ لِذِكْرِيْ
" Sesungguhnya akulah Allah, Tidak ada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatku." (QS.Thaha/20:14).
2.      Shalat yang dilakukan secara intensif akan mendidik dan melatih seseorang menjadi tenang dalam menghadapi kesusahan dan tidak bersikap kikir saat mendapat nikmat dari Allah Swt. Allah Swt berfirman :
إِنّض الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا، إِذَا مَسَّهُ الِّرُّ جَزُو عًا، وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا، إِالَّ الْمُصَلَّيْنَ، الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَلتِهِمْ دَئِمُونَ
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, sedang apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yaitu mereka yang tetap mengerjakan shalatnya." (QS.Al-Ma'arij/70:19-23)
3.      Mencegah perbuatan keji dan munkar
وَأضقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
"Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya)… ". (QS.Al-Ankabut/29:45)
4.      Shalat dan sabar juga berfungsi sebagai penolong bagi orang yang beriman.Allah Swt berfirman :
وَاسْتَعِيْنُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ إِالَّعَلَى الْخَاشِعِيْنَ
”Dan jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu." (QS.Al-Baqarah 2:45).

D.    Syarat Sahnya Shalat
Syarat sahnya shalat ada 4 yaitu :
1.      Sudah masuk waktu. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT :
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam." (QS.Al-Isra 17:78)
2.      Suci dari najis dan hadats kecil dan besar. Dasar tentang suci dari hadats sebagaimana telah dijelaskan yakni QS. Al-maidah : 6, dan hadis Nabi Saw :
لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُيْرٍ ولاَ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ
"Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci dan tidak menerima shadaqah dari hasil kejahatan/korupsi." (HSR.Jamaah kecuali al-Bukhari,dari Ibn Umar dan Usamah bin Umair)
3.      Menutup Aurat. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt :
يَابَنِيْ ءَادَمَ خُذُوا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلَّ مَسْجِدٍ...
"Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu (maksudnya: pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) mesjid…" (QS.Al-A'raf : 31).
4.      Menghadap ke arah Masjidil Haram. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt :
فَوَلَّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُو هَكُمْ شَطْرَهُ
" Palingkanlah (yakni:hadapkanlah) wajahmu kea rah masjidil haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu kearahnya." (QS. Al-Baqarah : 144).

E.     Tata cara shalat Nabi Saw
Untuk terhindar dari bid'ah (penyimpangan) maka disini akan dijelaskan tentang bagaimana tata cara shalat Nabi Muhammad Saw, yaitu:
a.       Niat
Niat adalah perbuatan hati, bukan perbuatan mulut sehingga tidak perlu diucapkan. Apalagi tidak ada satupun hadis yang menjelaskan tentang adanya tuntunan untuk melafalkan niat ketika hendak shalat. Niat secara bahasa berarti menyengaja (al-qashdu : maksud) sehingga siapapun yang menyengaja suatu perbuatan maka ia telah mempunyai niat di dalam hatinya.
b.      Berdiri sempurna menghadap ke arah kiblat. Hal ini dipahami dari firman Allah Swt :



حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُوْمُوْا الِلَّهِ قَا نِتِيْنَ
"peliharalah segala shalat (mu), dan peliharalah shalat wustha (yakni shalat ashar). Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS. Al-Baqarah : 238)
c.       Bertakbir dengan mengucapkan اللهُ أَكْبَرُ
Takbir pertama ini disebut takbiratul-ihram. Disebut demikian karena setelah takbir ini diharamkan melakukan gerakan lain di luar gerakan yang dituntunkan dalam shalat hingga salam.
d.      Membaca Al-Fatihah
Membaca surat al-fatihah secara tartil (jelas dan perlahan) dengan sebelumnya bermohon perlindungan dengan membaca ta'awudz tanpa dikeraskan, lalu membaca basmallah (yakni "bissmillahir-rahmanir-rahim").  Membaca Al-Fatihah dalam shalat ini wajib berdasarkan hadist Nabi Saw :
لاَ صَلاَةَ لَمِنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَا تِحَةِ الْكِتَابِ
"Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul-Kitab". (HR. Al-Jama'ah kecuali Imam Malik dari Ubadah bin Al-Shamit)
e.       Ruku'
Angkat kedua tangan seperti takbiratul-ihram sambil bertakbir. Allahu Akbar menuju ke posisi rukuk.
Dasarnya adalah firman Allah Swt :
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا ارْكَعُوْا وَسْجُدُوْا وَاعْبُدُوْا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوْا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
" hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan". (QS. Al-Hajj : 77)

f.       I'tidal
I'tidal setelah ruku' yakni berdiri tegak (i'tidal) dengan sempurna dan tenang (thuma'ninah). Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Saw yang mengajarkan :
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تّطْمَإِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَإِمًا ثُمَّ اسْجُدْ
" kemudian ruku'lah hingga tenang, kemudian angkatlah (kepalamu) hingga tegak berdiri kemudian sujudlah" (Muttafaq 'alayh dari Abu Hurairah)
Saat I'tidal dituntunkan untuk mengucapkan :
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
" Maha Mendengar Allah pada siapa saja yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, bagi-Mulah segala pujian"  (Muttafaq 'alayh dari Abu Hurairah)
g.      Sujud
Bertakbirlah tanpa mengangkat tangan menuju gerakan sujud dengan meletakkan kedua lutut lebih dahulu lalu kedua tangan, kemudian letakkan wajah (dahi dan hidung). Mendahulukan kedua lutut dari kedua tangan saat sujud didasarkan pada hadist dari Wa'il bahwa ia melihat Nabi Saw :
إِذَا سَجَدَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
"Apabila beliau sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya." (HR. Al-Tirmidzi, Al-Nasai, Abu Dawud)
h.      Duduk
Setelah sujud kedua, maka dituntunkan untuk duduk. Jika dalam posisi duduk tasyahhud awal posisi duduknya iftirasy yakni duduk di atas bentangan kaki kiri sementara telapak kanan ditegakkan dengan jari kaki kanan menghadap qiblat. Namun, jika sudah dalam posisi duduk tasyahud akhir maka posisi duduknya tawaruk yakni pangkal paha atas (pantat) yang kiri uduk bertumpu pada lantai sedangkan posisi kaki kanan sma dengan tahiyat awal.
i.        Salam

F.     Jama' dan Qashar
Menjama dan mengqhasar shalat termasuk rukhshah (kemurahan/ keringanan) yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan bila shalat dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhshah ini merupakan shadaqah dari Allah yang dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadluan.
Menjama shalat adalah mengumpulkan dua shalat fardu dalam satu waktu,sedang mengqhasar shalat adalah memendekan jumlah rakaat shalat dari empat raka’at menjadi dua raka’at.
Shalat yang boleh dijama adalah antara shalat dzuhur dengan ashar dan antara shalat magrib dengan isya. Dalam hal ini shalat jama dibagi menjadi dua:
1.      Jama' taqdim
Adalah menggabungkan shalat dzuhur dengan ashar yang dilakukan pada waktu dzuhur dan shalat magrib digabungkan pelaksanaannya dengan shalat isya pada waktu maghrib.
2.      Jama' takhir adalah menggabungkan shalat dzuhur dan ashar sesuai urutan pada waktu ashar dan shalat maghrib dan isya dilakukan pada waktu isya juga sesuai urutan.
Beberapa keadaan yang membolehkan menjama' shalatnya antara lain :
1.      Ketika sedang haji di Arafah, Mina dan Muzdalifah
2.      Ketika bepergian jauh
3.      Dalam keadaan hujan
4.      Ketika sakit atau keadaan lain yang menyulitkan

Jarak safar yang dibolehkan jama' dan qashar
Riwayat Syu’bah dari Yahya bin Yazid al-Huna’i dari Anas ra menyatakan bahwa :

إِذَا خَرَجَ مَسِيْرَةَ ثَلَا ثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلَاثَةِ فَرَاسِخَ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
“Apabila beliau (Nabi saw) keluar dalam sebuah perjalanan 3 mil atau 3 farsakh maka beliau shalat dua raka’at” (HSR Muslim dan Abu Daud)
Lama safar yang dibolehkan jama dan qashar
Hadis dari Anas bin Malik ra bahwa :
“kami keluar bersama Nabi saw dari Madinah ke Makkah, beliau shalat dua rakaat-dua rakaat hingga kami kembali ke Madinah. Aku (yakni:yahya) bertanya : apakah kalian tinggal di Makkah sebentar? Dia (Anas) menjawab : kami tinggal di Makkah 10(hari)
Hadis lain dari Ibn Abbas ra bahwa :
“kami pernah muqim (tinggal) bersama Nabi saw dalam sebuah perjalanan (yakni:di Makkah) 19 hari dan mengqhasar shalatnya. Tetapi jika sudah lebih dari 19 hari maka kami shalat empat raka’at”
G.    Shalat Jama’ah
Tata cara shalat jama’ah dan merapatkan shaf :
1.      Sebelum fardlu berjama’ah sebaiknya dilaksanakan dimasjid/ mushalla
2.      Sebelum takbir imam supaya mengatur shaf
a.       Imam hendaknya menganjurkan supaya meluruskan dan merapatkan shaf jamaah
b.      Imam juga dituntunkan untuk menganjurkan pada jamaah laki-laki agar shaf depan dipenuhi lebih dulu kemudian shaf berikutnya. Susunan shaf terbaik bagi laki-laki adalah yang paling depan sedangkan shaf perempuan adalah yang paling belakang.
c.       Jika ma’mum hanya seorang, maka posisi shafnya berada disebelah kanan imam. Jika datang menyusul ma’mum yang lain maka hendaklah berdiri dibelakang imam, kemudian ma’mum yang sendirian yang berdiri di samping kanan imam tadi mundur kebelakang untuk menyamakan shaf lain.  Jika datang menyusul ma’mum yang lain lagi, hendaklah mengisi shaf kanan dahulu baru kemudian shaf kiri. Dengan memperhatikan keseimbangan antara kanan dan kiri setelah shaf depan penuh barulah ma’mum yang datang kemudian menyusun shaf baru di belakangnya.
d.      Jika ma’mumnya hanya ada seorang wanita maka tidak boleh jama’ah berduaan dengan diimami oleh laki-laki yang bukan mahramnya atau bukan suaminya
e.       Imam perempuan hanya boleh mengimami sesama perempuan dan anak kecil yang belum baligh. Posisi shaf imam perempuan sejajar dengan ma’mum perempuan dan berada di tengah shaf pertama.
3.      Dalam kasus shalat wajib empat raka’at bila ada orang muqim yang ikut berjama’ah dengan kelompok musafir dan berma’mum kepada imam musafir, maka setelah imam salam, ma’mum muqim tersebut tinggal menyempurnakan jumlah raka’at yang belum dikerjakan.
4.      Apabila imam sudah bertakbir maka ma’mum segera bertakbir dan jangan sesekali mendahului dan menyelisihi gerak imam.
5.      Hendaklah ma’mum memperhatikan dengan tenang bacaan imam dan tidak membaca apapun kecuali al-fatihah yang dibaca dalam hati mengikuti bacaan imam.
6.      Bila keadaan ma’mum heterogen (bermacam-macam), imam hendaknya memilih bacaan surat yang sedang dan disesuaikan dengan kondisi jama’ah
7.      Jika ada ma’mum yang masbuq (terlambat) maka ia harus bertakbir lalu mengikuti gerakan imam yang terakhir dalam posisi apapun. Jika ma’mum masih mendapatkan ruku bersama imam maka ia sudah terhitung mendapatkan raka’at
8.      Jika imam lupa dalam gerakan shalat maka ma’mum laki-laki mengingatkan dengan ucapan subhanallah, sedangkan ma’mum perempuan dengan menepukkan tangan ditempat terdekat misal di pahanya atau di lengannya
9.      Siapapun juga dilarang lewat di depan orang yang sedang shalat
10.  Selesai shalat imam hendaknya menghadap ke arah ma’mum atau ke arah kanan imam

H.    Shalat Jum’at
Perintah shalat jum’at terdapat dalam QS Al-Jumu’ah 62:9 dan HR. Abu Daud dari Thariq bin Syihab ra.  Dengan demikian hukumnya fardu. Bagi orang-orang yang menyepelekan shalat jumat sehingga meninggalkannya sampai tiga kali dicap sebagai orang munafiq.
Shalat ini terdiri dari dua raka’at dan dilaksanakan secara berjama’ah pada waktu masuk dzuhur dimana sebelumnya dimulai dengan dua khutbah. Khutbah pertama berisi wasiat takwa yang disampaikan secara singkat namun padat dan disunahkan mengakhiri khutbahnya dengan doa. Ketika khutbah sedang berlangsung jama’ah dituntunkan mendengarkan khutbah dengan tenang dan dilarang berbuat hal-hal yang sia-sia seperti bergerak-gerak dan berbicara, bahkan jama’ah dilarang menegur teman dengan kata “diamlah!”.



I.       Shalat-shalat Sunnah
1.      Pengertian Shalat Sunnah
Shalat sunnah disebut juga shalat tathawawu’ atau shalat nawafil. Shalat sunnat dibagi menjadi dua macam, yaitu shalat sunnat mu’akkadah (yakni: sangat ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW karena intens dilakukan beliau) dan shalat sunnat ghayr mu’akkadah (pernah dilaksanakan Nabi Muhammad Saw tetapi tidak intens).
2.      Macam-macam Shalat Sunnah
1)      Shalat Ghayr Mu’akkadah
Diantara shalat ghayr mu’akkadah yaitu :
·         4 raka’at sesudah Dzuhur (termasuk 4 raka’at sesudah shalat Jumat)
·         4 raka’at sebelum Ashar
·         2 raka’at sebelum Maghrib dan
·         2 raka’at sebelum Isya
Tidak boleh shalat dua raka’at setelah subuh dan setelah ashar hingga tergelincirnya matahari.Menurut Abu Hurayrah dan Umar ra bahwa :

أَنَّ رسُو لَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنْ الصَّلاَ ةِ بَعْدَ الْفَجْرِحتّى تَطلُحَ الشّمْسُ وَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتّى تَخْرُ بَ الشّمْسُ
” Tidak ada (tidak boleh) shalat setelah shalat Ashar hingga terbenamnya matahari, dan tidak ada (tidak boleh) shalat setelah shalat Subuh hingga terbit matahari” (HSR.Jama’ah, dari Abu Sa’id al-Khudri).
Dan Nabi Saw menegaskan :
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَةِ الْعَصْرِ حَتّى تَغْرُبَ الشّمْسُ وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ حَتّى تَطْلُحَ الشّمْسُ
"tidak ada (tidak boleh) shalat setelah shalat Ashar hingga terbenamnya matahari, dan tidak ada (tidak boleh) shalat Subuh hingga terbit matahari" (HSR. Jama'ah, dari Abu Sa'id Al-Khudri)
2)      Shalat Sunnat Mu’akkadah, antara lain :
a)      Shalat Rawatib
Yang dimaksud dengan shalat sunnat rawatib (kontinyu) yaitu shalat sunnah yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad Saw mengiringi shalat fardhu, shalat sunnah ini termasuk mu’akkadah dan hampir tidak pernah beliau tinggalkan kecuali safar. Yang termasuk mu’akkadah adalah :
·         2 raka’at sebelum Subuh,
·         2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya (sesudah shalat Jumat),
·         2 raka’at sesudah Ashar,
·         2 raka’at sesudah Maghrib dan
·         2 raka’at sesudah Isya.
b)      Shalat Dluha.
Shalat al-Dluha atau disebut juga shalat al-Awwabin adalah shalat sunnat yang dikerjakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepenggal (setinggi tonggak) dan berakhir saat tergelincirnya matahari di waktu Dzuhur.Jika shalat Dluha dilakukan di awal waktu terbitnya matahari, maka disebut dengan shalat al-isyraq (terbit).
Jumlah raka’at shalat Dluha yang umumnya dikerjakan adalah 2 raka’at. Namun ada hadis yang mengatakan, shalat Dluha bisa juga dilakukan 4 raka’at (2 raka’at salam – 2 raka’at salam) atau bahkan 8 raka’at salam (salam setiap 2 raka’at).
c)      Shalat Tahajjud,Shalat Layl Atau Shalat Witir.
Allah Swt sangat menganjurkan tahajjud (yakni bangun malam) kepada Rasul-Nya dan orang-orang beriman untuk melaksanakan shalat al-Layl (malam) atau Qiyamul-Layl (bangununtuk shalat malam). Terdapat dalam QS. Al-Isra: 79, dan QS. Al- Sajdah: 15-16.
Waktu pelaksanaanya adalah ba’da shalat Isya hingga sebelum masuk waktu shalat Subuh. Namun Rasulullah Saw membolehkan shalat Layl dikerjakan di awal waktu, khususnya bagi yang susah bangun malam, bahkan Rasulullah SAW pernah juga mengerjakannya di awal waktu, namun beliau lebih senang mengerjakannya di akhir malam seningga lebih utama dikerjakan pada sepertiga akhir malam (HR. Bukhari Muslim), atau didua-pertiga malam atau di pertengahan malam (QS. Al-Muzzammil: 20), yang penting dikerjakan sebelum waktu shalat Subuh.
d)     Shalat Dua Hari Raya,
yaitu shalat Iedul-Fitri pada pagi hari tanggal 1 Syawal dan shalt Iedul-Adha pada tanggal 10 Dzulhijah. Nabi Saw menganjurkan agar semua orang islam termasuk anak-anak dan wanita haid ikut merayakannya dengan bertakbir menuju ke lapangan tempat shalat, meskipun wanita haid tidak ikut shalat.
Pada saat Ied, Rasulullah Saw menuntunkan untuk membesarkan nama Allah ketika berangkat ke tempat shalat hingga imam memulai shalat. Tetapi takbir pada Iedul Fitri sudah bisa dimulai sejak malam setalah sempurnanya hitungan bulan Ramadhan. Hal ini didasarkan firman Allah Swt :
وَلِتُكْمِلُوْا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
" … dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan bertakbir mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang deberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" (QS. Al-Baqarah : 185)
e)      Shalat Istisqa'
Yaitu shalat dua rakaat dan berdoa minta air hujan karena kekeringan akibat kemarau panjang. Shalat ini dituntunkan untuk dilakukan secara berjama'ah di lapangan setelah matahari terbit, sama dengan waktu shalat Ied. Menurut 'Abbad bin Tamim, dari pamannya 'Abdullah bin Zayd ra bahwa :
" saya melihat Nabi Saw pada suatu hari keluar untuk minta hujan. Ia (Abdullah) berkata: (setelah khutbah) lalu beliau berupaya merubah posisi punggungnya dari manusia dan mengahadap qiblat untuk berdoa, kemudian beliau merubah posisi sarung selendangnya kemudian shalat bersama kami dua rakaat dengan mengeraskan qira'ahnya pada keduanya." (Muttafaq 'Alayh)
f)       Shalat Istikharah
Yaitu shalat dua raka'at untuk meminta pilihan yang terbaik dalam segala urusan. Menurut sahabat Jabir ra bahwa Rasulullah Saw mengajarkan kepada para sahabar untuk berkonsultasi kepada Allah melalui shalat guna meminta yang terbaik dalam segala hal. Shalat istikharah ini dilakukan karena keterbatasan manusia dalam mengetahui persoalan-persoalan ghoib yang akan terjadi nanti. Jumlah rakaatnya adalah dua raka'at di luar shalat fardhu, lebih baik lagi bila dilakukan pada malam hari, kemudian setelah salam berdoa kepada Allah Swt secara khusyu'.
g)      Shalat Tahiyyatul Masjid
Yaitu shalat dua raka'at sebagai penghormatan memasuki masjid. Nabi Saw bersabda :
إِذَا دَخَلَ اَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
" apabila salah seorang kalian masuk masjid, maka hendaklah shalat dua raka'at sebelum duduk" (HR. Jama'ah dari Abu Qatadah ra)
h)      Shalat Gerhana (kusuf atau khusuf)
Yaitu shalat karena terjadi gerhana, baik karena gerhana matahari maupun gerhana bulan.
i)        Shalat Jenazah
Yaitu shalat yang dilakukan karena adanya muslim atau muslimah yang meninggal dunia. Shalat ini hukumnya fardhu kifayah dan sangat dianjurkan dilakukan secara berjama'ah. Shalat ini dilakukan dengan 4 kali takbir tanpa ada sujud dan ruku'. Adapun tata cara shalat ini yaitu setelah jenazah dimandikan dan dikafani, hendaklah jenazah diletakkan di depan orang yang akan menyolatkannya, kemudian melaksanakan rukun shalat jenazah.


























BAB III
PENUTUP
A.   kesimpulan
Dari uraian di atas mengenai Shalat,Macam-macam shalat dan Tata cara shalat maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Shalat itu adalah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbi,diakhiri dengan salam dan memenuhi beberapa syarat dan rukun yang telah ditentukan.
Shalat itu hukumnya wajib untuk dilaksanakan oleh setiap muslim lima kali dalam sehari semalam. Apabila tidak dilaksanakan maka akan mendapatkan siksaan yang pedih dari Allah SWT.

B.   Saran
Untuk Mahasiswa atau pencari ilmu perbanyaklah mencari ilmu pengeahuanyang tentang Shalat agar Shalat kita sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan dari pengetahuan tersebut kita dapat mengapikasukan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk seluruh umat muslim jagalah shalat kita maka shalat akan menjaga kita. Bukan berarti kita shalat demi dijaga shalat melainkan untuk melaksanakan segala perintah Allah serta mendaatkan ridha dari –Nya semata.











DAFTAR PUSTAKA

Jamaluddin, Syakir, Fiqh Ibadah,
Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz, Sifat Shalat Nabi SAW.
Rasjid Sulaiman.2010. Fikih Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar