a. Pengertian Najis
Najis menurut
bahasa adalah apa saja yang dipandang kotor dan menjijikkan. Sedangkan menurut
syara, makna najis ialah suatu kotoran yang dapat menghalangi sahnya shalat
atau tawaf.contohnya antara lain tinja,air kencing,darah( termasuk nanah ),
daging babi,bangkai( kecuali bangkai ikan,belallang dan sejenisnya ),liur
anjing,madzi,wadi dan semacamnya.Inilah yang kemudian dikenal dengan najis
hakiki.Najis ini harus dihilangkan lebih dahulu dari badan dan pakaian sebelum
melakukan aktifitas thaharah selanjutnya.
Selain najis
hakiki,dikenal pula najis hukmi atau Hadats itu sendiri yakni sesuatu yang
diperbuat oleh anggota badan yang menyebabkan ia terhalang untuk melakukan
shalat. Hadast ini ada dua macam yaitu hadast kecil dan hadast besar.Hadast
kecil adalah suatu keadaan di mana seorang muslim tidak dapat mengerjakan
shalat kecuali dalam keadaan wudlu atau tayammum. Yang termasuk hadast kecil
adalah buang air besar dan buang air kecil,kentut,menyentuh kemaluan tanpa
pembatas, dan tidur nyenyak dalam posisi berbaring.Sedangkan hadast besar
seperti junub dan haid harus disucikan dengan mandi besar,atau bila tidak
memungkinkan untuk mandi cukup berwudlu atau tayammum.
Karena itu
sesuatu yang dihukumi najis harus jelas,kecuali hal-hal yang
diperkecualikan,seperti : memakan bangkai ulat yang ada di dalam buah-buahan.
Timbulnya hukum najis bukan karena sesuatu itu menjijikan atau membahayakan
tubuh.
b.
Macam- macam Najis
1.
Najis ringan (Najis mukhaffafah),
yaitu najis
yang cara mensucikanya cukup dengan cara memercikan air pada yang tempat yang
terkena najis, dalam hal ini tidak diperlukan air itu harus mengalir . Yang
termasuk najis ini adalah air kencing bayi laki- laki yang belummakan makanan
kecuali ASI dan belum berumur 2 tahun.
Berbeda dengan
yang tersebut kencing anak perempuan sekalipun ia belum makan makanan kecuali
ASI tetap harus dibasuh dengan air yang mengalir,hilang semua sifat-sifatnya
,baunya, rasanya dan warnanya sebagaimanamembasuh air kencing orang dewasa.
2.
Najis sedang (najis mutawassithah),
yaitu najis
yang cara mensucikanya harus dicuci dengan bersih sehingga hilang bekasnya,
baunya atau rasanya. Contoh; darah haid, mani, nanah, dsb.
Najis ini
dibagi menjadi dua bagian , yaitu :
1.
Najis yang kelihatan oleh mata
disebut dengan najis ainiyah,yaitu najis yang masih ada zat-zatnya, baunya,
warnanya, dan rasanya. Jika sulit untuk menghilangkan salah satu dari warna
atau bau maka hal itu sudah dianggap tidak najis , tetapi jika yang tetap itu
rasanya, maka tetap najis.
2.
Najis yang di yakini adanya tetapi
tidak kelihatan oleh mata yang disebut najis hukmiyah. Zat atau warna, bau atau
rasanya tidak jelas sebagaimana halnya air kencing yang sudah mengering, yang
telah lama hilang zat-zatnya, sehingga sifat- sifatnya sudah tidak nyata lagi.
3.
Najis berat (Mughalladah),
yaitu najis
dengan cara mensucikanya harus dengan dicuci dengan menggunakan air sebanayak 7
kali siraman dan salah satu diantaranya dicampur dengan debu atau tanah yang
suci. Najis semacam ini hanya ada satu jenis saja. Yaitu pakaian atau bejana
yang terkena jilatan anjing atau babi.
4.
Najis yang dimaafkan ( najis
Ma’fu),
Najis yang
sukar dikenal maka dapat dimaafkan walaupun ia tidak di cuci, contohnya; kaki
dan ujung celana atau sarung yang terkena basa serta tidak dapat diamati najis
atau bukan.
c.
Cara bersuci dari najis
Hendaknya dibedakan antara
menyucikan benda najis dengan menyucikan benda yang terkena najis(mutanajis) .
Menyamak kulit bangkai binatang atau membiarkan arak yang yang kemudian bisa
menjadi cuka adalah menyucikan benda najis, tetapi membersihkan pakaian yang
terkena kotoran ayam sampai suci namanya menyucikan benda yang terkena najis..
Karena pada pokoknya najis itu
digolongkan kedalam tiga golongan maka cara menyucikan benda yang
mutanajjis itupun dibagi menjadi tiga cara,antara lain:
1.
Najis ringan (Najis mukhaffafah),
Menghilangkan najis mukhaffafah sangat
sederhana sekali. Percikan air pada benda yang terkena najis itu, sekalipun air
itu tidak sampai mengalir sudah mencukupi.
2.
Najis mutawassithah
Menyucikan najis mutawassithah ada dua cara:
pertama kalu najis itu ainiyah maka hendaknya dihilangkan dulu najis yang
menempel dan setelah itu barulah dicuci dengan air. Kalau najis hukmiyah maka
secara langsung dapat dicuci dengan air.
3.
Najis Mughaladzah
Cara manyucikan najis mughaladzah adalah
sebagai berikut :
Bersihkanlah benda tersebut dari najis yang
menempel, baik itu padat maupun cair, baru setelah itu siramlah dengan air
secukupnya berulang tujuh kali. Salah satu dari siraman itu hendaknya dicampur
dengan debu yang suci atau tanah yang suci. Air lumpur yang tidak terlalu
pekatpun boleh juga. Air bercampur debu itu boleh disiramkan pada siraman yang
pertama ataupun yang terakhir. Tetapi pendapat yang kuat yaitu pada siraman
yang pertama. Hendaknya dijaga agar air yang telah terpakai itu tidak ikut
terpakai lagi atau tercampur dengan air yang bakal dipakai.
d.
Alat yang dipakai bersuci
Alat untuk
bersuci terdiri dari air,debu,dan batu atau benda padat lainnya.
1.
Air
Air sebagai alat bersuci yang
paling besar peranannya dalam kegiatn bersuci. Air yang dapat digunakan untuk
bersuci adalah
a.
Air Muthlaq yaitu air yang suci
lagi mensucikan,seperti : air mata,air sungai,air zam-zam ( HR.Ahmad dari Ali)
Air hujan,salju,embun,air laut,
b.
Air musta’mal yaitu air yang telah
digunakan untuk wudlu dan mandi. Hukumnya sama dengan air mutlak yaitu sah
untuk bersuci.
Adapun air yang tidak dapat digunakan untuk
bersuci antara lain
a.
Air mutanajjis yaitu air yang sudah
terkena najis,kecuali dalam jumlah yang besar ( minimal dua kulah ) dan tidak
berubah sifat kemutlakannya yakni berubah bau,rasa dan warnanya.
b.
Air suci tetapi tidak dapat
mensucikan, seperti air kelapa,air gula, air susu,dan semacamnya.
Namun air yang bercampur dengan
sedikit benda suci lainnya ,seperti air yang bercampur dengan sedikit
sabun,kapur barus atau wewangian,selama tetap terjaga kemutlakannya,maka
hukumnya tetap suci dan dapat mensucikan. Sementara jika campurnya banyak
hingga tidak dapat disebut sebagai air mutlak bahkan sudah disebut sebagai air
sabun misalnya,maka hukumnya suci tapi tidak mensucikan.
2.
Debu
Debu yang digunakan untuk bersuci atau
bertayammum adalah debu yang suci dan kering. Debu ini bisa terletak di
tanah,pasir, tembok atau dinding.
3.
Batu atau benda padat lainnya
selain tahi dan tulang.
Debu,batu, dan benda padat lainnya ,seperti :
daun,kertas tisu dan semacamnya,digunakan khususnya ketika tidak ada air.
Tetapi jika ada air yang bisa digunakan bersuci, maka disunnahkan untuk lebih
dahulu menggunakan air tersebut.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut,
Macam- macam
najis ada tiga yaitu ,
1.
Najis ringan (Najis mukhaffafah),
yaitu najis
yang cara mensucikanya cukup dengan cara memercikan air pada yang tempat yang
terkena najis, dalam hal ini tidak diperlukan air itu harus mengalir . Yang
termasuk najis ini adalah air kencing bayi laki- laki yang belummakan makanan
kecuali ASI dan belum berumur 2 tahun.
2.
Najis sedang (najis mutawassithah),
yaitu najis
yang cara mensucikanya harus dicuci dengan bersih sehingga hilang bekasnya,
baunya atau rasanya. Contoh; darah haid, mani, nanah, dsb.
Najis ini
dibagi menjadi dua bagian , yaitu :
a. Najis yang
kelihatan oleh mata disebut dengan najis ainiyah,yaitu najis yang masih ada
zat-zatnya, baunya, warnanya, dan rasanya. Jika sulit untuk menghilangkan salah
satu dari warna atau bau maka hal itu sudah dianggap tidak najis , tetapi jika
yang tetap itu rasanya, maka tetap najis.
b. Najis yang
di yakini adanya tetapi tidak kelihatan oleh mata yang disebut najis hukmiyah.
Zat atau warna, bau atau rasanya tidak jelas sebagaimana halnya air kencing
yang sudah mengering, yang telah lama hilang zat-zatnya, sehingga sifat-
sifatnya sudah tidak nyata lagi.
.
3. Najis berat (Mughalladah),
yaitu najis
dengan cara mensucikanya harus dengan dicuci dengan menggunakan air sebanayak 7
kali siraman dan salah satu diantaranya dicampur dengan debu atau tanah yang
suci. Najis semacam ini hanya ada satu jenis saja. Yaitu pakaian atau bejana
yang terkena jilatan anjing atau babi.
Sedangkan
alat- alat yang dipakai untuk bersuci
1.
Air
Adapun air
yang tidak dapat digunakan untuk bersuci antara lain
a. Air mutanajjis
b. Air suci
tetapi tidak dapat mensucikan,
Namun air yang
bercampur dengan sedikit benda suci lainnya ,seperti air yang bercampur dengan
sedikit sabun,kapur barus atau wewangian,selama tetap terjaga
kemutlakannya,maka hukumnya tetap suci dan dapat mensucikan. Sementara jika
campurnya banyak hingga tidak dapat disebut sebagai air mutlak bahkan sudah
disebut sebagai air sabun misalnya,maka hukumnya suci tapi tidak mensucikan.
2.
Debu
Debu yang
digunakan untuk bersuci atau bertayammum adalah debu yang suci dan kering. Debu
ini bisa terletak di tanah,pasir, tembok atau dinding.
3.
Batu atau benda padat lainnya
selain tahi dan tulang.
DAFTRA PUSTAKA
Jamaluddin, Syakir. Kuliah Fiqh Ibadah.Yogyakarta : LPPI
UMY, 2010
Machfoed, Maksoem. Fiqh, Surabaya : Al- Ikhlas,1990
Tidak ada komentar:
Posting Komentar