BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama memang tidak mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena agama
mengambil bentuk bermacam-macam diantara suku-suku dan bangsa-bangsa di dunia.
Secara etimologi, religion (agama) berasal dari bahasa latin religio,
yang berarti suatu hubungan antara manusia dan Tuhan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Adams
dan Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral,
sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya, agama dapat
menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa
seseorang berada di dunia ini, agama memberikan perlindungan rasa aman,
terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang
mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah
dan kualitas perkembangan beragama remaja sangat bergantung kepada proses
pendidikan yang diterimanya. Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk
kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang
direfleksikan kedalam peribadatan kepada-Nya.
Kebutuhan remaja akan Allah kadang-kadang tidak terasa ketika remaja dalam
keadaan tenang, aman, dan tentram. Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila
remaja dalam keadaan gelisah, ketika ada ancaman, takut akan kegelapan, ketika
merasa berdosa.
Jadi
kesimpulannya, perasaan remaja pada agama adalah ambivalensi. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada
Tuhan, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang.
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka
masa remaja menduduki masa Progresif. Dalam
pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenitilas
(adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para
remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja
terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja banyak
berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
B. Tujuan
1.
Dapat
mengetahui dan mengerti dan memahami pengertian dari perkembangan keagamaan.
2.
Dapat
mengetahui tahapan-tahapan atau fase-fase perkembagan penghayatan agama.
3.
Untuk memenuhi
mata kuliah Metode Pengajaran Agama
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Perkembangan
Pikiran
a.
Sifat Dasar
Pikiran
Para ahli
psikologi berbeda pendapat mengenai pengertian sifat dasar pikiran itu.
Ø Skinner ( 1957 ) berpendapat bahwa pikiran itu adalah tingkah laku
sederhana yang berupa ucapan atau bukan ucapan, tersembunyi atau terbuka.
Ø Andrson ( 1965 ) berpendapat bahwa pikiran itu adalah bahasa batin
yang berhubungan erat dengan bahsa yang diucapkan.
Ø Maltaman ( 1955 ) menekankan bahwa pikiran itu adalah sebagai
proses perantara. Pikiran sebagai nama bagi sesuatu yang memungkinkan dan
membenarkan seseorang menduga peristiwa yang akan datang atas dasar pemikiran
sekarang.
Pandangan para ahli psikologi
berpendapat bahwa pikiran itu adalah merupakan kesadaran. Atas dasar kesadaran
itu meraka memusatkan teori tingkah lakunya.
Dengan mengabaikan uraian tentang
pikiran itu, kikta dapat mencatat bahwa pikiran itu beragam-beragam menurut
orangnya, ia tergantung pada kematangan dan kemampuan intelektual individu dan
latar belakang pengalaman.
b.
Tingkat
Perkembangan Pikiran
Menurut Piaget
( 1937 ) bahsa dan pikiran pada anak-anak adalah aspek proses pengenalan.
Perkembangan intelektual anak sebaiknya dipelajari bahsa dan proses pikirannya.
Ada tiga tingkat kegiatan intelektual yang dapat diamati: (1) penjelajahan, (2)
egosentris, dan (3) pikiran rasional.
Pada tingkat
pertama anak-anak menjelajahi dunianya secara berkelanjutan dengan melalui pengalaman sensori dan manipulasi
motor. Pada saat ini anak belajar mengenali dunianya bahwa di situ terdapat
orang lain yang memaninkan peranan tertentu yang berbeda-beda.
Ia beljar bahwa
simbol-simbol itu berhubungan dengan berbeda-beda yang berbeda di dalam
dunianya dan membedakan kegiatan-kegiatannya. Dalam usia mudanya, ia pemperoleh
perbendaharaan kata, yang berkembang dengan cepat setelah ia memasuki sekolah.
Akan tetapi dunia orang, benda, dan peristiwa ditafsirkan secara luas atas
istilah AKU. Bahasa dan pikiran dalam tingkat kedua ini, tahun-tahun
prasekolah, bersifat egosentris, tingkat ketiga pikiran rasional dan biasanya
muncul usia 7 sampai 11 tahun, walaupun pikiran rasional itu telah terlihat pada
masa prasekolah. Setelah anak masuk sekolah dan perkembangan kematangan jiwa
telah cukup, maka bahasa dan pikirannya menjadi lebih sosial dan logis.
Bertambah banyaknya pengalaman sosial anak melalui interaksinya dengan orang
dewasa selam permulaan masa sekolah menuju kepada suatu pertambahan pikiran
logis dan berkurangnya pikiran egosentris.
c.
Perkembangan
Konsep
Konsep itu dapat diuraikan sebagai
sekelompok perangsang yang mempunyai proses yang sama atau karakteristik umum.
Karekteristik itu harus dapat diidentitaskan dengan sejumlah unsur yang sama
dengan oerangsang-perangsang yang lain. Perangsang itu dapat berupa objek,
makhluk hidup, atau peristiwa-peristiwa yang jika diuraikan secara ucapan
beruapa sesuatu yang abstrak. Konsep itu dapat dibagi-bagi menjadi kelas atau
kategori pengenalan dan identifikasi. Orang cakap dapat diklasifikasikan ke
dalam kelas laki-laki spesifik yang mempunyai karakteristik fisiologi atau
laki-laki yang mempunyai kelakukan dan bentuk fisiognomis yang menarik. Perlu
diingat bahwa konsep itu bukan suatu perangsang saja, tetapi satu kelas
perangsang.
Suatu konsep harus didasarkan atas
atribut spesifik. Atribut itu dapat berupa sifat-sifat yang berbeda, seperti
bentuk, ukuran atau warna. Dengan banyaknya jumlah atribut itu membuat konsep
itu beragam-ragam. Umpamanya, lingkaran merah mempunyai dua atribut,
warna dan bentuk. Lingkaran merah lebar mempunyai tiga atribut. “lingkaran
merah” dan “lingkaran merah lebar”berbeda konsep. Identifikasi konsep tersebut
dapat dapat pula dilihat dari nilai atribut itu, seumpama “kemerahan” dapat
mengubah konsep “lingkaran merah”. Lagi pula satu konsep dapat mendominasi
konsep-konsep lain sebab perbedaan atribut atau sebab perbedaan karakteristik
orang yang menyakini konsep itu.
d.
Pola
Perkembangan
Konsep anak-anak tentang dunia di
mana ia hidup dan bertumbuh terdiri dari ide-ide diasosiasikannya dengan obyek
orang dan kegiatan-kegiatan yang terdapat disekitarnya.
Kenyataanya bahwa bentuk
pendikriminasian berkembang lebih awal dalam kehidupan. Pada usia dua bulan
pertama bayi telah dapat mengenal pola visual. Tetapi perkembangan bahasa adalah
lebih penting untuk perkembangan konsep tertinggi.
Ames ( 1941 )
telah melakukan penelitian tentang perbedaan tanggapan pengertian. Ia telah
mencatat sebagai berikut:
1.
Kecenderungan
menafsirkan perangsang visual mula-mula dengan bentuk dan kemudian dengan
kegiatan
2.
Kecenderungan
pertama menafsirkan perangsang visual berkembang secara lambat menuju kepada
penafsiran subjektif
3.
Kecendurang
pertama menafsirkan perangsang secara analisis keseluruhan sederhana, dan
berangsur-angsur berkembang menjadi kapasitas keseluruhan yang meluas dan
bertambah mendetail
4.
Kecenderungan
terhadap beberapa tingkat identifikasi sendiri dengan perangsang-perangsang
gambar.
Sigel ( 1953 ) mengatakan bahwa anak
usia 7 tahun telah mengenal konsep sekelompok objek dan lokasi geografis. Anak usia 11 tahun telah mengenal
konsep makhluk hidup, makhluk tidak hidup, perabot atau metal.
Pattisan dan Fielder ( 1969 )
mengatakan bahwa status sosioekonomis anak mempunyai arti penting dalam
penemuan konsep jumlah ( hitungan ). Anak yang dari kelas ekonomi menengah
lebih maju konsep jumlah (hitungan)-nya dari pada anak yang dari kelas ekonomi
rendah.
Kandler dan Markam (1969)
mempelajari perubahan organisasi konsep anak-anak berusia 4, 5, 8 dan 18 tahun.
Hasil penelitian itu dapat dilihat pada grafik berikut ini :
+ 50
Indeks Organisasi +
40
Konsep + 30
+ 20
+ 10
0
Taman Kanak-kanak (5 th) -
10
Taman Indria (4 th) -
20
Kelas II SD (8 th)
Perguruan
Tinggi tingkat pertama (18 th)
2.
Teori
Perkembangan
a.
Perkembangan
dilihat dari tugas
Perkembangan fisik dan jiwa manusia itu dapat
dilihat dari perkembangan tugas yang dihadapi manusia itu. Perkembangan tugas
itu terdiri dari tugas besar yang umum yang dihadapi oleh semua individu di
dalam kelompok masyarakatnya. Tugas ini berbeda-beda karena perbedaan
masyarakat, agama dan kelompok sosioekonomi dari suatu masyarakat tertentu.
Berkenaan dengan perkembangan yang didasarkan atas tugas ini, Robert J.
Havighhurst (1953) menulis sebagai berikut :
“ Perkembangan
tugas itu adalah tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan
individu, pencapaian yang berhasil menuju kepada kegembiraan dan keberhasilan
pada tugas yang akan datang; sedangkan kegagalan mengarah kepada
ketidaksenangan individu itu, tidak cocok dengan masyarakat, dan merasa sukar
terhadap tugas yang akan datang”.
Konsep
perkembangan tugas di atas garis kehidupan menurut Havighurst adalah sebagai
berikut:
Garis hidup
atau umur Tugas yang selayaknya harus dapat
dilakukan
|
1.
Masa bayi dan
masa kanak-kanak permulaan
|
- Belajar mengambil makanan telah pejal
- Belajar berjalan,
- Belajar berucap
- Belajar mengawasi kelemahan badan
- Belajar membedakan jenis kelamin dan standar kesopanan yang cocok
- Belajar menyesuaikan emosi terhadap anggota keluarga dan orang
lain
- Membentuk konsep fisik dasar dan kenyataan sosial
- Mengembangkan konsep “benar” dan “salah” mendapatkan kata hati.
|
|
2.
Masa
kanak-kanak pertengahan dan akhir masa anak
|
- Mengembangkan ketrampilan fisik untuk bermain
- Menemukan keseluruhan konsep diri sendiri
- Mengembangkan ketrampilan sosial dalam hubungan dengan teman
sebaya
- Pengembangan kelayakansosial selanjutnya dan peranan jenis
kelamin
- Mengembangkan kecakapan “membaca, menulis dan berhitung”.
- Menguasai konsep untuk kehidupan sehari-hari yang ,menyangkut
kata hati, moralitas dan nilai-nilai
- Mengembangkan kebebasan pribadi.
|
|
3.
Masa remaja
|
- Menemukan kesegaran sikap terhadap diri sendiri dan orang lain
- Mengembangkan kelanjutan ketrampilan penting yang telah ada untuk
permainan yang lebih majemuk
- Mengembangkan ketrampilan sosial yang cocok dengan peranan
perempuan dan laki-laki
- Mengembangkan kebebasan emosi dan sosial dari ibu bapa dan orang
lain
- Mengembangkan mempersiapkan jabatan
- Memperoleh keterampilam intelektual
- Mempersiapkan perkawinan dan pembentukan keluarga
- Mengembangkan perasaan kebangsaan dan kompetensi sosial dan
nilai-nilai etik.
|
|
4.
Permulaan
masa dewasa
|
- Memilih dan menerina suatu pekerjaan
- Memilih jododh
- Membuat penyesuaian pokok bagi kehidupan perkawinan
- Mempersiapkan dan mengatur keluarga dan rumah tangga
- Mempunyai tanggung jawab kewarganegaraan
- Melokasikan kelompok sosial yang serasi
|
|
5.
Pertengan
masa dewasa
|
- Memperhitungkan ekonomi, kewarganegaraan dan tanggung jawab
- Membantu anak cucu membuat poenyesuaian ekonomi dan sosial bagi
suatu hubungan yang memuaskan di dalam gambaran sosial
- Mengembangkan kepuasan kerja dan kegiatan masa senggang
- Mengembangkan kepuasan hubungan suami istri
- Menerima perubahan penting fisiologis dalam usia setengah baya
- Membuat penyesuaian penting untuk menjadi orang tua, sanak keluarga
dan orang lain.
|
|
6.
Akhir masa
dewasa
|
- Penyesuaian terhadap pengurangan kekuatan dan kesehatan yang
disebabkan oleh bertambah tua
- Penyesuaian terhadap pengurangan pemasukan keuangan
- Penyesuaian terhadap pengurangan masa senggang
- Pembangunan penyesuaian yang memuaskan terhadap perubahan
kehidupan
- Pembangunan afiliasinyata dengan kelompok orang yang sebaya
- Penyesuaian terhadap kematian istri atau suami
|
Konsep
perkembangan tugas Havighrust adalah ini tugas-tugas spesifik dari
berbagai tingkat perkembangan manusia – permulaan masa kanak, pertengahan masa
kanak, masa remaja, dan akhir masa hidup dan untuk daerah-daerah tingkah laku
yang luas. Memahami karekteristik spesial perkembangan tugas itu perlu
pula untuk memahami konsep perkembangan manusia pada umumnya.
1)
Beberapa tugas
adalah umum dan kentara para kebudayaan yang lebih kurang bersamaan. Tugas itu
terjalin erat dengan struktur biofisik dan fungsi perkembangan anak. Umpamanya
persamaan waktu kepandaian berjalan, persamaan perkembangan bercakap-cakap
diantara anak-anak6 dari berbagai kebudayaan yang berbeda.
2)
Waktu
perkembangan tugas terikat erat dengan
kebudayaan tertentu. Umpamanya umur
untuk mencari jodoh, memilih jabatan, sekolah dan beban anak adalah
sungguh-sungguh bervariabel antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya.
Ini disebabkan ia bersifat sosial, bukan biologis, dan waktu tugas-tugas
berubah-ubah walaupun di dalam satu kebudayaan.
3)
Sebagian tugas
hanya perlu dipelajari satu kali. Umpamanya, belajar bercakap-cakap, berjalan
bagi anak-anak, setelah sekali mereka kuasai keterampilan itu mereka akan tetap
menguasainya.
4)
Sebagian tugas
dipelajari secara berangsur-angsur dan berlangsung lama, seumpama perkembangan
bahasa dan peranan seks mengalami proses yang lama.
5)
Sebagian tugas
berbeda bentuk dalam perbedaan kebudayaan, seumpama adat kebiasaan seksual
Perkembangan
tugas bagi orang laki-laki meliputi :
1)
Pandangan
tentang peranan seks
2)
Pandangan
tentang peranan sosial
3)
Penerimaan
keadaan badan dan penggunaannya secara efisien
4)
Pencapaian
kebebasan dari orang tua dan orang dewasa lainnya
5)
Persiapan untuk
suatu pekejaan
6)
Pandangan
tentang efisiensi ekonomi dan kebebasan
7)
Perkembangan
kompetesi intelektual
8)
Perkembangan
nilai-nilai etika dan tanggung jawab sosial
Menurut Havighurst (1953) teori perkembangan tugas ini mempunyai
kepentingan vital bagi pendidik-pendidik. Konsep ini membantu pendidik
menemukan dan menyatakan tujuan pendidikan yang akan dikomunikasikan kepada
siswa agar sesuai dengan masyarakat dan
membenarkan anak atau siswa secara individual berkembang normal. Lagi pula
tugas-tugas ini membantu pendidik membangun waktu pengalaman pendidikan dengan
cocok. Menurut Havighurst bahwa waktu pendidikan yang optimal ialah apabila
badan atau jasmani telah siap mengadakan penyesuaian dengan masyarakat. Ini
artinya ia telah siap dan melakukan persiapan diri sendiri (saat dapaat
diajar). Jika suatu tugas diberikan sebelum saat itu tiba, hal ini terlalu
cepat; tetapi jika tugas itu dicoba pada saat dapat diajar, maka hasilnya akan
lebih berbobot.
b.
Tingkat-tingkat
perkembangan pengenalan
Perlulah diingat bahwa pertumbuhan
itu adalah berkesinambungan, sedangkan tingkat-tingkat itu hanyalah titik-titik
perantara.
Jean Piaget, seorang ahli ilmu jiwa
telah mengembangkan teori perkembangan pengenalan. Salah satu dari faset utama teorinya
adalah konsep bahwa anak-anak maju terus dengan melalui tingkat-tingkat proses perkembangannya.
Piaget menggariskan kronologi umur tertentu untuk tingkat-tingkat itu, tetapi
ia yakin umur itu hanyalah sebagai perubahan waktu yang mendekati.
Menurut Piaget, kematangan sosial
tergantung pada bagian-bagian luas pada pertumbuhan genetik kemampuan
pengertian. Pandangan anak tentang lingkungannya dan kemajuan-kemajuan lain
dimulai dari orientasi subyektif menuju kepada obyektif, dari fantasi kepada
kesadaran realistik diri sendiri dan orang lain.
v Periode sensorimotor (sejak lahir sampai 11/2 atau 2 tahun). Dalam
periode ini terdapat enam tingkat perkembangan:
1)
0 – 1 bulan.
Bayi itu melatih dalam sensorimotornya, seperti menghisap susu, meraba-raba
sambil memegang-megang dan bersuara.
2)
1 – 4 bulan.
Srikulasi reaksi pertama. Pola biologis yang diwariskan terintegrasi menjadi
kebiasaan baru dan pengertian baru. Asimilasi dan penyesuaian memainkan suatu
peranan besar dalam proses perluasan kecerdasan. Pertambahan kesadaran,
peniruan pura-pura, koordinasi, hubungan fungsional dan pengenalan pengertian
obyek-obyek yang sesuai dengan tingkat ini.
3)
4 – 8 bulan. Sirkulasi reaksi kedua. Tingkat
ini disebut kedua karena bersatunya
skema mula dengan sirkulasi yang membuat pengalamanya sendiri menguat.
Permulaan imitasi grak dan suara yang benar dapat diamati. Tindakannya telah
dipertimbangkannya dan disengajanya.
4)
8 – 12 bulan.
Koordinasi skema sekunder. Pada tingkat keempat ini pertambahan penghalusan
terjadi pada skema rendah. Empat kategori pada tingkat 3 – kehendak dan maksud,
makna dan penggabungan skema baru, obyek yang tetap, dan konsep ruang yang umum
– diperhalus. Konsep baru, waktu dan konsolitas, bertambah dalam dunia
kanak-kanak itu.
5)
1 – 1 ½ tahun. Reaksi sirkulasi tertier. Pada tingkat
ini penghalusan yang lebih tinggi dilanjutkan, dan tingkah laku klisenya
berkurang dan bertambah sistematis. Anak-anak melemparkan obyek dan dapat
memungut kembali. Anak-anak menjelajahi ruang dan jarak dan menyusun gambaran
gerak mereka sendiri. Peniruan yang benar adalah juga bahagian dari lakom
anak-anak.
6)
1 ½ - 2 tahun. Kreasi cara baru dengan gambaran
jiwa. Anak dapat menyusun ruang dengan simbol-simbol yang batiniah. Bermain dan
peniruan menjadi bersatu dengan bantuan latihan permulaan yang lebih
berpengaruh; anak-anak meniru model-model yang lebih majemuk, obyek yang tidak
hidup dan obyek bukan orang.
v Periode praoperasional (umur 1 ½ - 2 tahun sampai dengan 7 tahun).
Periode kedua ini adalah periode
transisi antara sensorimotor dengan tingkat operasional konkret.
Pada permulaan tingkat ini ditandai dengan
bertambahnya kecenderungan anak memakai simbol-simbol. Pada tingkat ini anak
telah pandai berucap dan menyatakan
makna peristiwa dan obyek ke dalam unit simbol teroganisasi.
Ada beberapa karakteristik tingkah
laku pada tingkat ini yang berbeda dari tingkat yang lebih tinggi:
a)
Kekonkretan,
sebagai lawan dari analisis dan sintesis
b)
Kelakuan, atau
tak dapat ditukar secara logis atau secara operasi matematis
c)
Egosentris,
atau tak dapat menerima pandangan orang lain
d)
Terpusat, atau
cenderung kepada orientasi tunggal dan tak dapat mengganti perhatian kepada
yang detail-detail
e)
Pernyataan
lawan informasi, atau sekali lagi kecenderungan terpusat pada yang tunggal atau
pernyataan spesifik tidak memindahkanya ke dalam keselarasan yang bermakna
f)
Pemikiran
pemindahan induktif atau pemikiran yang didahului oleh yang khusus kepada yang
khusus, bukan dari yang khusus kepada yang umum (logika induktif) atau dari
kesimpulan umum kepada konklusi khusus (logika deduktif)
v Periode operasi konkret (umur 7 sampai dengan 11 tahun)
Periode operasi konkret ini adalah
tingkat ke tiga yang berlangsung dari umur 7 sampai 11 tahun. Pada permulaan
masuknya periode ini anak-anak mulai mengatasi tingkah laku yang sebelumnnya
belum dapat dilakukan. Kadang-kadang anak-anak dapat memahami proses
pengelompokan. Proses ini meliputi penggunaan atribut kelompok dan kisi-kisi
untuk menyusun unsur-unsur perangkat operasional dan memahami hubungan
unsur-unsur itu. Aktivitas ini adalah salah satu gambaran jiwa.
v Periode operasi formal (umur 12 sampai 15 tahun)
Periode ke empat ini atau tingkat
terakhir ini disebut periode operasi formal, dan dimulai kira-kira umur 12
tahun. Selama periode perkembangan akhir ini pemikiran tingkat orang dewasa
atau kemampuan berfikir logis berkembang. Remaja cenderungt memecahkan masalah
dengan penyelidikan ganda, bukan dengan pendekatan tunggal. Selama dalam
pertumbuhan itu, ia mengenal bahwaa ada celah dalam pengetahuannya. Ia
mulai merangkai hipotesis dan
memecahkannya secara deduktif , seringpula tanpa memanipulasi obyek konkret.
Maier mengikhtisarkan pola
perkembangan pengenalan piaget ini bahwa ada kecenderungan yang mendahului
semua proses perkembangan itu. Ini dapat dilihat pada daftar sebagai berikut
a)
Semua perkembangan
berlangsung dalam urutan identik. Pada taraf permulaan kehidupan ada sejenis
transposisi penjelmaan proses organik ke dalam satu kehendak.
b)
Semua gejala
perkembangan membayangkan suatu kecenderungan perubahan alamiah dari yang
sederhana kepada yang majemuk
c)
Tiap-tiap aspek
perkembangan dimulai dengan pengalaman atau masalah konkret biasa. Hanya
setelah pengalaman konkret itu dikuasai
sepenuhnya barulah perkembangan itu berjalan menuju penguasaan abstrak yang
sesuai.
d)
Perkembangan
kepribadian berjalan dari pengalaman dunia fisik menuju dunia ideal. Tiap-tiap
dimensi baru mula-mula dialami dengan realitas fisik, baru sosial, dan ideal,
terakhir baru dapat di serap.
e)
Perkembangan
kepribadian dimulai dengan orientasi
egosentrik, bergerak melalui periode penilaian obyektif murni dan pengertian
realibitas muncul sendiri bergerak menuju kematangan.
f)
Tingkah laku
intelektual berkembang secara terencana dari kegiatan tanpa berfikir untuk
berpikir dengan tidak menekankan pada
kegiatan. Dengan kata lain, tingkah laku pengenalan berkembang dari berbuat
kepada berbuat secara diketahui dan berakhir kepada pengonsepan.
g)
Suatu obyek
mula-mula dikenal atas dasar penggunaannya, kemudian kekebalannya, simbol yang
melambangkannya, tempatnya di dalam ruang pemilihannya (beratnya dan
sebagainya) dan akhirnya untuk relativitasnya didalam ruang, waktu,dan
kegunaannya.
h)
Tindakan semua
obyek mula-mula disifatkan kepada animisme. Akhirnya animisme itu dibatasi pada
gerak obyek, dan kemudian hanya terhadap pengenalan obyek. Hanya dengan
tercapainya pemikiran pengenalanlah, baru dapat penjelasan secara alamiah atau
secara realitas mekanik dapat berlangsung.
i)
Pengertian etis
dan keadilan (kata hati) mula-mula berakar pada otoritas orang dewasa kemudian
berpindah kepada kematangan, kemudian pada timbal balik sosial, dan akhirnya
terakhir pada integritas sosial.
j)
Pencapaian
pengembangan yang mendahului disimpan sebagai bahan disepanjang hidup. Berbagai
bentuk pola tingkah laku akan terlihat apabila individu berhadapan dengan
masalah baru atau merasa terpaksa kembali kepadaa pola sebelumnya.
Tingkat pertumbuhan seperti
yang dikembangkan Piaget itu biasanya
digunakan unyuk tujuan komparasi. Selain itu ada pula suatu sistem tingkat yang
telah dikembangkan. Berikut ini dikemukakan suatu daftar karakteristik yang
khas untuk anak-anak normal padaa umuryang berbeda-beda (Garrison dan Jones,
1969) :
§ Tingkat I: umur 6 tahun
a.
Anak-anak
bertindak berdasarkan doronganya dengan kelihatanya sedikit, tidak atau kurang
hati-hati.
b.
Anak-anak tidak
membedakan antara aturan (tingkah laku teratur dari interaksi individu) dengan
kebiasaan (yang dipraktekannya sebagai seorang individu)
§ Tingkat II: umur 8 tahun
a.
Anak-anak tidak
mengerti sebab dan akibat yang bergerak dalam hubungan manusia. Karna itu ia melihat
hasil suatu kegiatan sebagai suatu kebetulan dan bebas dari tindakan yang
sengaja bertujuan.
b.
Anak-anak
menerima perintah dari tokoh yang berwenang sebagai suatu “yang dihasratkan”
dan sedikit memahami peranan, fungsi, atau perasaan orang yang berwenang itu.
c.
Anak-anak lebih
senang kepada permainan yang berjangka pendek, walaupun ia dapat bermain dalam
periode yang panjang.
§ Tingkat III: umur 10 tahun
a.
Anak-anak
sering mencoba menyesuaikan beberapa perasaannya dengan tuntutan sekolah,
keluarga, atau kelompok sosial
b.
Anak hormat
kepada orang yang dianggapnya mempunyai otoritas dan menjadikannya sebagai
bimbingan pemecahan masalah dirinya sendiri
c.
Anak-anak mau
dan dapat menguasai aturan-aturan permainan yang kecil-kecil dan mengikutinya
dengan tepat
d.
Anak-anak mulai
mulai mencari nulai-nilai yang dapat dilakukan dengan kelompok pergaulan, dan
mau meninggalkan beberapa kesedihannya untuk memberikan fasilitas kegiatan
ragunya
§ Tingkat IV: umur 12 tahun
a.
Anak-anak dapat
mengucapkan perasaanya dengan berbagai mode sosial untuk mengutarakan curahan
perasaan mereka
b.
Anak-anak
mempertahankan suatu kepercayaan yang pada umumnya bersifat perbuatan yang
diperhitungkan menghasilkan hasil yang dapat diduga
c.
Anak-anak
dapaat melihat kenyataan lebih obyektif dan dapat memahami hubungan kausal yang
baik
d.
Anak-anak dapat
mengkompromikan ssebagian hasratnya kedalam kepentingan kelompok tanpa
merugikan individualitasnya.
Dalam
bagian terdahulu sudah dikemukakan tentang pengertian belajar dan terjadinya
suatu proses belajar. Yang paling berperan dalam belajar adalah si pelajar itu
sendiri sedangkan guru dan alat-alat lainnya hanyalah merupakan alat bantu
saja.
Oleh
sebab itu kalau seseorang akan mengajar, harus merencanaakan kegiatannya dengan
berpedoman kepada kenyataan bahwa murid itu tumbuh dan memiliki kemampuan
belajar.
Prinsip-prinsip
agama yang akan diajarkan di sekolah adalah abstrak dan salah satu prinsip dari
semua pengajran adalah hal-hal yang abstrak harus diajarkan sebai interprestasi
dari pengalaman konkret, lebih-lebih lagi berpikir abstrak (kemampuan memahami
arti dari hal-hal yang sama sekali abstrak) secara relatif harus tumbuh dan
menuju kematangan pada akhir pertumbuhan masa kanak-kanak.
Prinsip-prinsip
tersebut di atas memberi petunjuk bahwa pendidikan agama pada masa kanak-kanak
harus mencakup pengalaman-pengalaman konkret yang bermakna bagi anak dan
menghindari hal-hal yang abstrak. Dengan kata lain, hal-hal abstrak ditunda
sampai pada akhir masa kanak-kanak.
Penyeledikan
terhadap pendidikan agama selama ini pada umumnya berpusat pad tiga bidng yaitu
: (1) anak dan perkembangan agamanya, (2) isi pendidikan agama dalam masyarakat
yang berkembang, (3) metode-metode mengajarkan agama.
Hasil
karya penelitian yang cukup berpengaruh dalam perkembangan pendidikan agama
adalah karya Dr. Ronald Golman yang diterbitkan pada tahun 1964 dengan judul: :
religious thinking from childhood to adolescence” dan “Readiness for religion”.
Pengaruh karya-karya tersebut sangat dirasakan dalam penyusunan silabus dan
pengajaran yang praktis.
Oleh karena itu penelitian dan
penemuan-penemuan Ronald mengikuti pola yang digunakan Piaget seorang ahli
psikologi yang telah banyak berjasa mempelajari cara-cara anak membentuk
pengertian, maka berikut ini dikemukakan periode perkembangan pemikiran anak
menurut Piaget.
1)
The perios of
sensorimotor intelligence (0 – 2 years)
2)
The period of
preoperational thougt (2 – 7 years)
3)
The period of
concrete operations (7 – 11 years)
4)
The period of
formal operations (11 – 15 years)
3.
Fase-Fase
Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Penghayatan keagamaan dianggap sebagai suatu aspek kejiwaan dengan berbagai kemampuan dan kegiatannya, seperti perkembangan pikiran, perkembangan pengenalan, perkembangan tugas kehidupan, dan perkembangan kepercayaan.
Perkembangan penghayatan keagamaan sukar dijelaskan secara tegas, hal ini dikarenakan kurangnya sumber yang menjelaskan perkembangan penghayatan keagamaan, perbedaan ajaran atau konsep keagamaan, minimnya penelitian mengenai bidang ini.
Penghayatan keagamaan dianggap sebagai suatu aspek kejiwaan dengan berbagai kemampuan dan kegiatannya, seperti perkembangan pikiran, perkembangan pengenalan, perkembangan tugas kehidupan, dan perkembangan kepercayaan.
Perkembangan penghayatan keagamaan sukar dijelaskan secara tegas, hal ini dikarenakan kurangnya sumber yang menjelaskan perkembangan penghayatan keagamaan, perbedaan ajaran atau konsep keagamaan, minimnya penelitian mengenai bidang ini.
Abin Syamsuddin (2003) menjelaskan tahapan
perkembangan keagamaan, beserta ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Perkembangan Keagamaan Masa
Kanak-Kanak Awal
- Sikap reseptif meskipun banyak bertanya
- Pandangan ke-Tuhan-an yang dipersonifikasi
- Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam
- Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)
2. Perkembangan Keagamaan Masa Kanak-Kanak
Akhir
- Sikap reseptif yang disertai pengertian
- Pandangan ke-Tuhan-an yang diterangkan secara rasional
- Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
3. Perkembangan Keagamaan Masa Remaja
Awal
- Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat realita orang – orang beragama yang hypocrit (pura-pura)
- Pandangan ke-Tuhan-an menjadi kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentangan
- Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melaksanakan ritual yang selama ini dilakukan dengan penuh kepatuhan
4. Perkembangan Keagamaan Masa Remaja
Akhir
- Sikap kembali ke arah positif, bersamaan dengan kedewasaan intelektual bahkan akan agama menjadi pegangan hidupnya
- Pandangan ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
- Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran manusia
Perkembangan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan
keagamaannya ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut;
- Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian
- Pandangan keagamaannya diperoleh secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika pada indikator alam semesta sebagai ciptaan Tuhan.
- Penghayatan secara rohaniah mulai mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi
oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan dengan hal
tersebut, pendidikan agama disekolah dasar mempunyai peranan penting.
Oleh karena itu pendidikan agama di sekolah dasar harus menjadi perhatian semua
pihak. Senada dengan paparan tersebut Zakiah Darajat mengemukakan bahwa
pendidikan agama di sekolah dasar merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif
terhadap agama dan membentuk pribadi dan akhlak anak.
Seseorang
dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan
harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.
Masa
remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
Masa remaja adalah masa pemberontakan. Pada masa itulah hati nurani mulai
mengambil peran dalam menentukan perilaku remaja, dan rasa tanggung jawab atas
segala akibat dari perilakunya.
Dalam keseluruhan perkembangan agama, perkembangan
pada usia anak-anak mempunyai peran yang sangat penting karena dalam
perkembangan tersebut keseluruhan dasar-dasar religiositas mulai terbentuk.
Akan tetapi perhatian dan kesangguan pihak orang dewasa dalam memahami dan
memecahkan permasalahan yang timbul berkaitan dengan perkembangan agama usia
anak dirasa kurang dibandingkan dengan perhatian dan kesanggupannya terhadap
perkembangan agama usia remaja dan dewasa.
Daftar Pustaka
Zakiyah Darajat,
2000, Metodik Pengajaran
agama i
Mussen, Paul Henry,1984, Perkembangan
dan Kepribadian Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar