Kamis, 16 Juli 2015

FASE-FASE PERKEMBANGAN PENGHAYATAN AGAMA




BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Agama memang tidak mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena agama mengambil bentuk bermacam-macam diantara suku-suku dan bangsa-bangsa di dunia. Secara etimologi, religion (agama) berasal dari bahasa latin religio, yang berarti suatu hubungan antara manusia dan Tuhan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Adams dan Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya, agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini, agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama remaja sangat bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan kedalam peribadatan kepada-Nya.
Kebutuhan remaja akan Allah kadang-kadang tidak terasa ketika remaja dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila remaja dalam keadaan gelisah, ketika ada ancaman, takut akan kegelapan, ketika merasa berdosa.
Jadi kesimpulannya, perasaan remaja pada agama adalah ambivalensi. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang.
Dalam  pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan  nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.

B.     Tujuan
                     1.         Dapat mengetahui dan mengerti dan memahami pengertian dari perkembangan keagamaan.
                     2.         Dapat mengetahui tahapan-tahapan atau fase-fase perkembagan penghayatan agama.
                     3.         Untuk memenuhi mata kuliah Metode Pengajaran Agama

BAB II
                                               PEMBAHASAN             

1.    Perkembangan Pikiran
a.    Sifat Dasar Pikiran
Para ahli psikologi berbeda pendapat mengenai pengertian sifat dasar pikiran itu.
Ø Skinner ( 1957 ) berpendapat bahwa pikiran itu adalah tingkah laku sederhana yang berupa ucapan atau bukan ucapan, tersembunyi atau terbuka.
Ø Andrson ( 1965 ) berpendapat bahwa pikiran itu adalah bahasa batin yang berhubungan erat dengan bahsa yang diucapkan.
Ø Maltaman ( 1955 ) menekankan bahwa pikiran itu adalah sebagai proses perantara. Pikiran sebagai nama bagi sesuatu yang memungkinkan dan membenarkan seseorang menduga peristiwa yang akan datang atas dasar pemikiran sekarang.
Pandangan para ahli psikologi berpendapat bahwa pikiran itu adalah merupakan kesadaran. Atas dasar kesadaran itu meraka memusatkan teori tingkah lakunya.
Dengan mengabaikan uraian tentang pikiran itu, kikta dapat mencatat bahwa pikiran itu beragam-beragam menurut orangnya, ia tergantung pada kematangan dan kemampuan intelektual individu dan latar belakang pengalaman.
b.    Tingkat Perkembangan Pikiran
Menurut Piaget ( 1937 ) bahsa dan pikiran pada anak-anak adalah aspek proses pengenalan. Perkembangan intelektual anak sebaiknya dipelajari bahsa dan proses pikirannya. Ada tiga tingkat kegiatan intelektual yang dapat diamati: (1) penjelajahan, (2) egosentris, dan (3) pikiran rasional.
Pada tingkat pertama anak-anak menjelajahi dunianya secara berkelanjutan dengan  melalui pengalaman sensori dan manipulasi motor. Pada saat ini anak belajar mengenali dunianya bahwa di situ terdapat orang lain yang memaninkan peranan tertentu yang berbeda-beda.
Ia beljar bahwa simbol-simbol itu berhubungan dengan berbeda-beda yang berbeda di dalam dunianya dan membedakan kegiatan-kegiatannya. Dalam usia mudanya, ia pemperoleh perbendaharaan kata, yang berkembang dengan cepat setelah ia memasuki sekolah. Akan tetapi dunia orang, benda, dan peristiwa ditafsirkan secara luas atas istilah AKU. Bahasa dan pikiran dalam tingkat kedua ini, tahun-tahun prasekolah, bersifat egosentris, tingkat ketiga pikiran rasional dan biasanya muncul usia 7 sampai 11 tahun, walaupun pikiran rasional itu telah terlihat pada masa prasekolah. Setelah anak masuk sekolah dan perkembangan kematangan jiwa telah cukup, maka bahasa dan pikirannya menjadi lebih sosial dan logis. Bertambah banyaknya pengalaman sosial anak melalui interaksinya dengan orang dewasa selam permulaan masa sekolah menuju kepada suatu pertambahan pikiran logis dan berkurangnya pikiran egosentris.
c.       Perkembangan Konsep
Konsep itu dapat diuraikan sebagai sekelompok perangsang yang mempunyai proses yang sama atau karakteristik umum. Karekteristik itu harus dapat diidentitaskan dengan sejumlah unsur yang sama dengan oerangsang-perangsang yang lain. Perangsang itu dapat berupa objek, makhluk hidup, atau peristiwa-peristiwa yang jika diuraikan secara ucapan beruapa sesuatu yang abstrak. Konsep itu dapat dibagi-bagi menjadi kelas atau kategori pengenalan dan identifikasi. Orang cakap dapat diklasifikasikan ke dalam kelas laki-laki spesifik yang mempunyai karakteristik fisiologi atau laki-laki yang mempunyai kelakukan dan bentuk fisiognomis yang menarik. Perlu diingat bahwa konsep itu bukan suatu perangsang saja, tetapi satu kelas perangsang.
Suatu konsep harus didasarkan atas atribut spesifik. Atribut itu dapat berupa sifat-sifat yang berbeda, seperti bentuk, ukuran atau warna. Dengan banyaknya jumlah atribut itu membuat konsep itu beragam-ragam. Umpamanya, lingkaran merah mempunyai dua atribut, warna dan bentuk. Lingkaran merah lebar mempunyai tiga atribut. “lingkaran merah” dan “lingkaran merah lebar”berbeda konsep. Identifikasi konsep tersebut dapat dapat pula dilihat dari nilai atribut itu, seumpama “kemerahan” dapat mengubah konsep “lingkaran merah”. Lagi pula satu konsep dapat mendominasi konsep-konsep lain sebab perbedaan atribut atau sebab perbedaan karakteristik orang yang menyakini konsep itu.
d.      Pola Perkembangan
Konsep anak-anak tentang dunia di mana ia hidup dan bertumbuh terdiri dari ide-ide diasosiasikannya dengan obyek orang dan kegiatan-kegiatan yang terdapat disekitarnya.
Kenyataanya bahwa bentuk pendikriminasian berkembang lebih awal dalam kehidupan. Pada usia dua bulan pertama bayi telah dapat mengenal pola visual. Tetapi perkembangan bahasa adalah lebih penting untuk perkembangan konsep tertinggi.
Ames ( 1941 ) telah melakukan penelitian tentang perbedaan tanggapan pengertian. Ia telah mencatat sebagai berikut:
1.    Kecenderungan menafsirkan perangsang visual mula-mula dengan bentuk dan kemudian dengan kegiatan
2.    Kecenderungan pertama menafsirkan perangsang visual berkembang secara lambat menuju kepada penafsiran subjektif
3.    Kecendurang pertama menafsirkan perangsang secara analisis keseluruhan sederhana, dan berangsur-angsur berkembang menjadi kapasitas keseluruhan yang meluas dan bertambah mendetail
4.    Kecenderungan terhadap beberapa tingkat identifikasi sendiri dengan perangsang-perangsang gambar.

Sigel ( 1953 ) mengatakan bahwa anak usia 7 tahun telah mengenal konsep sekelompok objek dan lokasi  geografis. Anak usia 11 tahun telah mengenal konsep makhluk hidup, makhluk tidak hidup, perabot atau metal.
Pattisan dan Fielder ( 1969 ) mengatakan bahwa status sosioekonomis anak mempunyai arti penting dalam penemuan konsep jumlah ( hitungan ). Anak yang dari kelas ekonomi menengah lebih maju konsep jumlah (hitungan)-nya dari pada anak yang dari kelas ekonomi rendah.
Kandler dan Markam (1969) mempelajari perubahan organisasi konsep anak-anak berusia 4, 5, 8 dan 18 tahun. Hasil penelitian itu dapat dilihat pada grafik berikut ini :

                                                                                                     + 50
Indeks Organisasi                                                                       + 40
Konsep                                                                                        + 30
                                                                                                     + 20
                                                                                                     + 10
                                                                                                         0
Taman Kanak-kanak (5 th)                                                      - 10
Taman Indria (4 th)                                                                   - 20
Kelas II SD (8 th)
Perguruan Tinggi tingkat pertama (18 th)
2.    Teori Perkembangan
a.    Perkembangan dilihat dari tugas
 Perkembangan fisik dan jiwa manusia itu dapat dilihat dari perkembangan tugas yang dihadapi manusia itu. Perkembangan tugas itu terdiri dari tugas besar yang umum yang dihadapi oleh semua individu di dalam kelompok masyarakatnya. Tugas ini berbeda-beda karena perbedaan masyarakat, agama dan kelompok sosioekonomi dari suatu masyarakat tertentu. Berkenaan dengan perkembangan yang didasarkan atas tugas ini, Robert J. Havighhurst (1953) menulis sebagai berikut :
“ Perkembangan tugas itu adalah tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam kehidupan individu, pencapaian yang berhasil menuju kepada kegembiraan dan keberhasilan pada tugas yang akan datang; sedangkan kegagalan mengarah kepada ketidaksenangan individu itu, tidak cocok dengan masyarakat, dan merasa sukar terhadap tugas yang akan datang”.
Konsep perkembangan tugas di atas garis kehidupan menurut Havighurst adalah sebagai berikut:
          Garis hidup atau umur                 Tugas yang selayaknya harus dapat dilakukan
1.      Masa bayi dan masa kanak-kanak permulaan
-      Belajar mengambil makanan telah pejal
-      Belajar berjalan,
-      Belajar berucap
-      Belajar mengawasi kelemahan badan
-      Belajar membedakan jenis kelamin dan standar kesopanan yang cocok
-      Belajar menyesuaikan emosi terhadap anggota keluarga dan orang lain
-      Membentuk konsep fisik dasar dan kenyataan sosial
-      Mengembangkan konsep “benar” dan “salah” mendapatkan kata hati.

2.      Masa kanak-kanak pertengahan dan akhir masa anak
-      Mengembangkan ketrampilan fisik untuk bermain
-      Menemukan keseluruhan konsep diri sendiri
-      Mengembangkan ketrampilan sosial dalam hubungan dengan teman sebaya
-      Pengembangan kelayakansosial selanjutnya dan peranan jenis kelamin
-      Mengembangkan kecakapan “membaca, menulis dan berhitung”.
-      Menguasai konsep untuk kehidupan sehari-hari yang ,menyangkut kata hati, moralitas dan nilai-nilai
-      Mengembangkan kebebasan pribadi.

3.      Masa remaja
-      Menemukan kesegaran sikap terhadap diri sendiri dan orang lain
-      Mengembangkan kelanjutan ketrampilan penting yang telah ada untuk permainan yang lebih majemuk
-      Mengembangkan ketrampilan sosial yang cocok dengan peranan perempuan dan laki-laki
-      Mengembangkan kebebasan emosi dan sosial dari ibu bapa dan orang lain
-      Mengembangkan mempersiapkan jabatan
-      Memperoleh keterampilam intelektual
-      Mempersiapkan perkawinan dan pembentukan keluarga
-      Mengembangkan perasaan kebangsaan dan kompetensi sosial dan nilai-nilai etik.

4.      Permulaan masa dewasa
-      Memilih dan menerina suatu pekerjaan
-      Memilih jododh
-      Membuat penyesuaian pokok bagi kehidupan perkawinan
-      Mempersiapkan dan mengatur keluarga dan rumah tangga
-      Mempunyai tanggung jawab kewarganegaraan
-      Melokasikan kelompok sosial yang serasi
5.      Pertengan masa dewasa
-      Memperhitungkan ekonomi, kewarganegaraan dan tanggung jawab
-      Membantu anak cucu membuat poenyesuaian ekonomi dan sosial bagi suatu hubungan yang memuaskan di dalam gambaran sosial
-      Mengembangkan kepuasan kerja dan kegiatan masa senggang
-      Mengembangkan kepuasan hubungan suami istri
-      Menerima perubahan penting fisiologis dalam usia setengah baya
-      Membuat penyesuaian penting untuk menjadi orang tua, sanak keluarga dan orang lain.

6.      Akhir masa dewasa
-      Penyesuaian terhadap pengurangan kekuatan dan kesehatan yang disebabkan oleh bertambah tua
-      Penyesuaian terhadap pengurangan pemasukan keuangan
-      Penyesuaian terhadap pengurangan masa senggang
-      Pembangunan penyesuaian yang memuaskan terhadap perubahan kehidupan
-      Pembangunan afiliasinyata dengan kelompok orang yang sebaya
-      Penyesuaian terhadap kematian istri atau suami

               Konsep perkembangan tugas Havighrust adalah ini tugas-tugas spesifik dari berbagai tingkat perkembangan manusia – permulaan masa kanak, pertengahan masa kanak, masa remaja, dan akhir masa hidup dan untuk daerah-daerah tingkah laku yang luas. Memahami karekteristik spesial perkembangan tugas itu perlu pula untuk memahami konsep perkembangan manusia pada umumnya.
1)      Beberapa tugas adalah umum dan kentara para kebudayaan yang lebih kurang bersamaan. Tugas itu terjalin erat dengan struktur biofisik dan fungsi perkembangan anak. Umpamanya persamaan waktu kepandaian berjalan, persamaan perkembangan bercakap-cakap diantara anak-anak6 dari berbagai kebudayaan yang berbeda.
2)      Waktu perkembangan  tugas terikat erat dengan kebudayaan tertentu. Umpamanya umur      untuk mencari jodoh, memilih jabatan, sekolah dan beban anak adalah sungguh-sungguh bervariabel antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Ini disebabkan ia bersifat sosial, bukan biologis, dan waktu tugas-tugas berubah-ubah walaupun di dalam satu kebudayaan.
3)      Sebagian tugas hanya perlu dipelajari satu kali. Umpamanya, belajar bercakap-cakap, berjalan bagi anak-anak, setelah sekali mereka kuasai keterampilan itu mereka akan tetap menguasainya.
4)      Sebagian tugas dipelajari secara berangsur-angsur dan berlangsung lama, seumpama perkembangan bahasa dan peranan seks mengalami proses yang lama.
5)      Sebagian tugas berbeda bentuk dalam perbedaan kebudayaan, seumpama adat kebiasaan seksual
Perkembangan tugas bagi orang laki-laki meliputi :
1)      Pandangan tentang peranan seks
2)      Pandangan tentang peranan sosial
3)      Penerimaan keadaan badan dan penggunaannya secara efisien
4)      Pencapaian kebebasan dari orang tua dan orang dewasa lainnya
5)      Persiapan untuk suatu pekejaan
6)      Pandangan tentang efisiensi ekonomi dan kebebasan
7)      Perkembangan kompetesi intelektual
8)      Perkembangan nilai-nilai etika dan tanggung jawab sosial
Menurut Havighurst (1953) teori perkembangan tugas ini mempunyai kepentingan vital bagi pendidik-pendidik. Konsep ini membantu pendidik menemukan dan menyatakan tujuan pendidikan yang akan dikomunikasikan kepada siswa agar sesuai dengan masyarakat  dan membenarkan anak atau siswa secara individual berkembang normal. Lagi pula tugas-tugas ini membantu pendidik membangun waktu pengalaman pendidikan dengan cocok. Menurut Havighurst bahwa waktu pendidikan yang optimal ialah apabila badan atau jasmani telah siap mengadakan penyesuaian dengan masyarakat. Ini artinya ia telah siap dan melakukan persiapan diri sendiri (saat dapaat diajar). Jika suatu tugas diberikan sebelum saat itu tiba, hal ini terlalu cepat; tetapi jika tugas itu dicoba pada saat dapat diajar, maka hasilnya akan lebih berbobot.
b.    Tingkat-tingkat perkembangan pengenalan
Perlulah diingat bahwa pertumbuhan itu adalah berkesinambungan, sedangkan tingkat-tingkat itu hanyalah titik-titik perantara.
Jean Piaget, seorang ahli ilmu jiwa telah mengembangkan teori perkembangan pengenalan. Salah satu dari faset utama teorinya adalah konsep bahwa anak-anak maju terus dengan melalui tingkat-tingkat proses perkembangannya. Piaget menggariskan kronologi umur tertentu untuk tingkat-tingkat itu, tetapi ia yakin umur itu hanyalah sebagai perubahan waktu yang mendekati.
Menurut Piaget, kematangan sosial tergantung pada bagian-bagian luas pada pertumbuhan genetik kemampuan pengertian. Pandangan anak tentang lingkungannya dan kemajuan-kemajuan lain dimulai dari orientasi subyektif menuju kepada obyektif, dari fantasi kepada kesadaran realistik diri sendiri dan orang lain.
v  Periode sensorimotor (sejak lahir sampai 11/2 atau 2 tahun). Dalam periode ini terdapat enam tingkat perkembangan:
1)   0 – 1 bulan. Bayi itu melatih dalam sensorimotornya, seperti menghisap susu, meraba-raba sambil memegang-megang dan bersuara.
2)   1 – 4 bulan. Srikulasi reaksi pertama. Pola biologis yang diwariskan terintegrasi menjadi kebiasaan baru dan pengertian baru. Asimilasi dan penyesuaian memainkan suatu peranan besar dalam proses perluasan kecerdasan. Pertambahan kesadaran, peniruan pura-pura, koordinasi, hubungan fungsional dan pengenalan pengertian obyek-obyek yang sesuai dengan tingkat ini.
3)    4 – 8 bulan. Sirkulasi reaksi kedua. Tingkat ini disebut kedua     karena bersatunya skema mula dengan sirkulasi yang membuat pengalamanya sendiri menguat. Permulaan imitasi grak dan suara yang benar dapat diamati. Tindakannya telah dipertimbangkannya dan disengajanya.
4)   8 – 12 bulan. Koordinasi skema sekunder. Pada tingkat keempat ini pertambahan penghalusan terjadi pada skema rendah. Empat kategori pada tingkat 3 – kehendak dan maksud, makna dan penggabungan skema baru, obyek yang tetap, dan konsep ruang yang umum – diperhalus. Konsep baru, waktu dan konsolitas, bertambah dalam dunia kanak-kanak itu.
5)   1 – 1 ½  tahun. Reaksi sirkulasi tertier. Pada tingkat ini penghalusan yang lebih tinggi dilanjutkan, dan tingkah laku klisenya berkurang dan bertambah sistematis. Anak-anak melemparkan obyek dan dapat memungut kembali. Anak-anak menjelajahi ruang dan jarak dan menyusun gambaran gerak mereka sendiri. Peniruan yang benar adalah juga bahagian dari lakom anak-anak.
6)   1 ½  - 2 tahun. Kreasi cara baru dengan gambaran jiwa. Anak dapat menyusun ruang dengan simbol-simbol yang batiniah. Bermain dan peniruan menjadi bersatu dengan bantuan latihan permulaan yang lebih berpengaruh; anak-anak meniru model-model yang lebih majemuk, obyek yang tidak hidup dan obyek bukan orang.

v  Periode praoperasional (umur 1 ½ - 2 tahun sampai dengan 7 tahun).
Periode kedua ini adalah periode transisi antara sensorimotor dengan tingkat operasional konkret.
Pada permulaan tingkat ini ditandai dengan bertambahnya kecenderungan anak memakai simbol-simbol. Pada tingkat ini anak telah pandai  berucap dan menyatakan makna peristiwa dan obyek ke dalam unit simbol teroganisasi.
Ada beberapa karakteristik tingkah laku pada tingkat ini yang berbeda dari                     tingkat yang lebih tinggi:
a)        Kekonkretan, sebagai lawan dari analisis dan sintesis
b)        Kelakuan, atau tak dapat ditukar secara logis atau secara operasi matematis
c)        Egosentris, atau tak dapat menerima pandangan orang lain
d)       Terpusat, atau cenderung kepada orientasi tunggal dan tak dapat mengganti perhatian kepada yang detail-detail
e)        Pernyataan lawan informasi, atau sekali lagi kecenderungan terpusat pada yang tunggal atau pernyataan spesifik tidak memindahkanya ke dalam keselarasan yang bermakna
f)         Pemikiran pemindahan induktif atau pemikiran yang didahului oleh yang khusus kepada yang khusus, bukan dari yang khusus kepada yang umum (logika induktif) atau dari kesimpulan umum kepada konklusi khusus (logika deduktif)

v  Periode operasi konkret (umur 7 sampai dengan 11 tahun)
Periode operasi konkret ini adalah tingkat ke tiga yang berlangsung dari umur 7 sampai 11 tahun. Pada permulaan masuknya periode ini anak-anak mulai mengatasi tingkah laku yang sebelumnnya belum dapat dilakukan. Kadang-kadang anak-anak dapat memahami proses pengelompokan. Proses ini meliputi penggunaan atribut kelompok dan kisi-kisi untuk menyusun unsur-unsur perangkat operasional dan memahami hubungan unsur-unsur itu. Aktivitas ini adalah salah satu gambaran jiwa.

v  Periode operasi formal (umur 12 sampai 15 tahun)
Periode ke empat ini atau tingkat terakhir ini disebut periode operasi formal, dan dimulai kira-kira umur 12 tahun. Selama periode perkembangan akhir ini pemikiran tingkat orang dewasa atau kemampuan berfikir logis berkembang. Remaja cenderungt memecahkan masalah dengan penyelidikan ganda, bukan dengan pendekatan tunggal. Selama dalam pertumbuhan itu, ia mengenal bahwaa ada celah dalam pengetahuannya. Ia mulai  merangkai hipotesis dan memecahkannya secara deduktif , seringpula tanpa memanipulasi obyek                             konkret.
Maier mengikhtisarkan pola perkembangan pengenalan piaget ini bahwa ada kecenderungan yang mendahului semua proses perkembangan itu. Ini dapat dilihat pada daftar sebagai berikut
a)    Semua perkembangan berlangsung dalam urutan identik. Pada taraf permulaan kehidupan ada sejenis transposisi penjelmaan proses organik ke dalam satu kehendak.
b)   Semua gejala perkembangan membayangkan suatu kecenderungan perubahan alamiah dari yang sederhana kepada yang majemuk
c)    Tiap-tiap aspek perkembangan dimulai dengan pengalaman atau masalah konkret biasa. Hanya setelah pengalaman konkret itu   dikuasai sepenuhnya barulah perkembangan itu berjalan menuju penguasaan abstrak yang sesuai.
d)   Perkembangan kepribadian berjalan dari pengalaman dunia fisik menuju dunia ideal. Tiap-tiap dimensi baru mula-mula dialami dengan realitas fisik, baru sosial, dan ideal, terakhir baru dapat di serap.
e)    Perkembangan kepribadian dimulai  dengan orientasi egosentrik, bergerak melalui periode penilaian obyektif murni dan pengertian realibitas muncul sendiri bergerak menuju kematangan.
f)    Tingkah laku intelektual berkembang secara terencana dari kegiatan tanpa berfikir untuk berpikir dengan tidak  menekankan pada kegiatan. Dengan kata lain, tingkah laku pengenalan berkembang dari berbuat kepada berbuat secara diketahui dan berakhir kepada pengonsepan.
g)   Suatu obyek mula-mula dikenal atas dasar penggunaannya, kemudian kekebalannya, simbol yang melambangkannya, tempatnya di dalam ruang pemilihannya (beratnya dan sebagainya) dan akhirnya untuk relativitasnya didalam ruang, waktu,dan kegunaannya.
h)   Tindakan semua obyek mula-mula disifatkan kepada animisme. Akhirnya animisme itu dibatasi pada gerak obyek, dan kemudian hanya terhadap pengenalan obyek. Hanya dengan tercapainya pemikiran pengenalanlah, baru dapat penjelasan secara alamiah atau secara realitas mekanik dapat berlangsung.
i)     Pengertian etis dan keadilan (kata hati) mula-mula berakar pada otoritas orang dewasa kemudian berpindah kepada kematangan, kemudian pada timbal balik sosial, dan akhirnya terakhir pada integritas sosial.
j)     Pencapaian pengembangan yang mendahului disimpan sebagai bahan disepanjang hidup. Berbagai bentuk pola tingkah laku akan terlihat apabila individu berhadapan dengan masalah baru atau merasa terpaksa kembali kepadaa pola sebelumnya.
Tingkat pertumbuhan seperti yang  dikembangkan Piaget itu biasanya digunakan unyuk tujuan komparasi. Selain itu ada pula suatu sistem tingkat yang telah dikembangkan. Berikut ini dikemukakan suatu daftar karakteristik yang khas untuk anak-anak normal padaa umuryang berbeda-beda (Garrison dan Jones, 1969) :
§  Tingkat I: umur 6 tahun
a.       Anak-anak bertindak berdasarkan doronganya dengan kelihatanya sedikit, tidak atau kurang hati-hati.
b.      Anak-anak tidak membedakan antara aturan (tingkah laku teratur dari interaksi individu) dengan kebiasaan (yang dipraktekannya sebagai seorang individu)

§  Tingkat II: umur 8 tahun
a.    Anak-anak tidak mengerti sebab dan akibat yang bergerak dalam hubungan manusia. Karna itu ia melihat hasil suatu kegiatan sebagai suatu kebetulan dan bebas dari tindakan yang sengaja bertujuan.
b.    Anak-anak menerima perintah dari tokoh yang berwenang sebagai suatu “yang dihasratkan” dan sedikit memahami peranan, fungsi, atau perasaan orang yang berwenang itu.
c.    Anak-anak lebih senang kepada permainan yang berjangka pendek, walaupun ia dapat bermain dalam periode yang panjang.

§  Tingkat III: umur 10 tahun
a.    Anak-anak sering mencoba menyesuaikan beberapa perasaannya dengan tuntutan sekolah, keluarga, atau kelompok sosial
b.    Anak hormat kepada orang yang dianggapnya mempunyai otoritas dan menjadikannya sebagai bimbingan pemecahan masalah dirinya sendiri
c.    Anak-anak mau dan dapat menguasai aturan-aturan permainan yang kecil-kecil dan mengikutinya dengan tepat
d.   Anak-anak mulai mulai mencari nulai-nilai yang dapat dilakukan dengan kelompok pergaulan, dan mau meninggalkan beberapa kesedihannya untuk memberikan fasilitas kegiatan ragunya

§  Tingkat IV: umur 12 tahun
a.    Anak-anak dapat mengucapkan perasaanya dengan berbagai mode sosial untuk mengutarakan curahan perasaan mereka
b.    Anak-anak mempertahankan suatu kepercayaan yang pada umumnya bersifat perbuatan yang diperhitungkan menghasilkan hasil yang dapat diduga
c.    Anak-anak dapaat melihat kenyataan lebih obyektif dan dapat memahami hubungan kausal yang baik
d.   Anak-anak dapat mengkompromikan ssebagian hasratnya kedalam kepentingan kelompok tanpa merugikan individualitasnya.
Dalam bagian terdahulu sudah dikemukakan tentang pengertian belajar dan terjadinya suatu proses belajar. Yang paling berperan dalam belajar adalah si pelajar itu sendiri sedangkan guru dan alat-alat lainnya hanyalah merupakan alat bantu saja.
Oleh sebab itu kalau seseorang akan mengajar, harus merencanaakan kegiatannya dengan berpedoman kepada kenyataan bahwa murid itu tumbuh dan memiliki kemampuan belajar.
Prinsip-prinsip agama yang akan diajarkan di sekolah adalah abstrak dan salah satu prinsip dari semua pengajran adalah hal-hal yang abstrak harus diajarkan sebai interprestasi dari pengalaman konkret, lebih-lebih lagi berpikir abstrak (kemampuan memahami arti dari hal-hal yang sama sekali abstrak) secara relatif harus tumbuh dan menuju kematangan pada akhir pertumbuhan masa kanak-kanak.
Prinsip-prinsip tersebut di atas memberi petunjuk bahwa pendidikan agama pada masa kanak-kanak harus mencakup pengalaman-pengalaman konkret yang bermakna bagi anak dan menghindari hal-hal yang abstrak. Dengan kata lain, hal-hal abstrak ditunda sampai pada akhir masa kanak-kanak.
Penyeledikan terhadap pendidikan agama selama ini pada umumnya berpusat pad tiga bidng yaitu : (1) anak dan perkembangan agamanya, (2) isi pendidikan agama dalam masyarakat yang berkembang, (3) metode-metode mengajarkan agama.
Hasil karya penelitian yang cukup berpengaruh dalam perkembangan pendidikan agama adalah karya Dr. Ronald Golman yang diterbitkan pada tahun 1964 dengan judul: : religious thinking from childhood to adolescence” dan “Readiness for religion”. Pengaruh karya-karya tersebut sangat dirasakan dalam penyusunan silabus dan pengajaran yang praktis.
Oleh karena itu penelitian dan penemuan-penemuan Ronald mengikuti pola yang digunakan Piaget seorang ahli psikologi yang telah banyak berjasa mempelajari cara-cara anak membentuk pengertian, maka berikut ini dikemukakan periode perkembangan pemikiran anak menurut Piaget.
1)      The perios of sensorimotor intelligence (0 – 2 years)
2)      The period of preoperational thougt (2 – 7 years)
3)      The period of concrete operations (7 – 11 years)
4)      The period of formal operations (11 – 15 years)
3.      Fase-Fase Perkembangan Penghayatan Keagamaan
      Penghayatan keagamaan dianggap sebagai suatu aspek kejiwaan dengan berbagai kemampuan dan kegiatannya, seperti perkembangan pikiran, perkembangan pengenalan, perkembangan tugas kehidupan, dan perkembangan kepercayaan.
Perkembangan penghayatan keagamaan sukar dijelaskan secara tegas, hal ini dikarenakan kurangnya sumber yang menjelaskan perkembangan penghayatan keagamaan, perbedaan ajaran atau konsep keagamaan, minimnya penelitian mengenai bidang ini.
Abin Syamsuddin (2003) menjelaskan tahapan perkembangan keagamaan, beserta ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Perkembangan Keagamaan Masa Kanak-Kanak Awal
  • Sikap reseptif meskipun banyak bertanya
  • Pandangan ke-Tuhan-an yang dipersonifikasi
  • Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam
  • Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)
2. Perkembangan Keagamaan Masa Kanak-Kanak Akhir
  • Sikap reseptif yang disertai pengertian
  • Pandangan ke-Tuhan-an yang diterangkan secara rasional
  • Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
3. Perkembangan Keagamaan Masa Remaja Awal
  • Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat realita orang – orang beragama yang hypocrit (pura-pura)
  • Pandangan ke-Tuhan-an menjadi kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentangan
  • Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melaksanakan ritual yang selama ini dilakukan dengan penuh kepatuhan
4. Perkembangan Keagamaan Masa Remaja Akhir
  • Sikap kembali ke arah positif, bersamaan dengan kedewasaan intelektual bahkan akan agama menjadi pegangan hidupnya
  • Pandangan ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
    • Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran manusia

Perkembangan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaannya ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut;
  1. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian
  2. Pandangan keagamaannya diperoleh secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika pada indikator alam semesta sebagai ciptaan Tuhan.
  3. Penghayatan secara rohaniah mulai mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan agama disekolah dasar  mempunyai peranan penting. Oleh karena itu pendidikan agama di sekolah dasar harus menjadi perhatian semua pihak. Senada dengan paparan tersebut Zakiah Darajat mengemukakan bahwa pendidikan agama di sekolah dasar merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan membentuk pribadi dan akhlak anak. 
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan  nubilitas. Masa remaja adalah masa pemberontakan. Pada masa itulah hati nurani mulai mengambil peran dalam menentukan perilaku remaja, dan rasa tanggung jawab atas segala akibat dari  perilakunya.
Dalam keseluruhan perkembangan agama, perkembangan pada usia anak-anak mempunyai peran yang sangat penting karena dalam perkembangan tersebut keseluruhan dasar-dasar religiositas mulai terbentuk. Akan tetapi perhatian dan kesangguan pihak orang dewasa dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang timbul berkaitan dengan perkembangan agama usia anak dirasa kurang dibandingkan dengan perhatian dan kesanggupannya terhadap perkembangan agama usia remaja dan dewasa.







Daftar Pustaka
Zakiyah Darajat, 2000, Metodik Pengajaran agama i
Mussen, Paul Henry,1984,  Perkembangan dan Kepribadian Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar