BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Adakalanya
dalam beberapa waktu kita mengadakan perjalanan jauh, misalnya karyawisata,
mengunjungi kakek dan nenek di kampung halaman atau keperluan lainnya.
Terkadang kita juga mengalami coban berupa sakit sampai-sampai tidak dapat
bangun, Hal itu menyebabkan kita sering menjumpai kesulitan untuk melakukan
ibadah shalat. Padahal salat merupakan
kewajiban umat Islam yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun juga.
Melihat hal
ini, shalat seolah merupakan suatu beban yang memberatkan. Ternyata tidaklah
demikian. Islam adalah agama yang memberi kemudahan dan keringanan terhadap
pemeluknya di dalam rutinitas ibadah kepada Allah swt. Hal ini menandakan kasih sayang Allah kepada
umat Islam sedemikian besar dengan cara memberikan rukhsah dalam melaksanakan
salat dengan cara jamak dan qasar dengan syarat-syarat tertentu.
Menjama’ dan
mengqashar shalat termasuk rukhshah (Kemurahan/keringanan) yang diberikan Allah
kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan bila shalat dilaksanakan
dalam keadaan biasa. Rukhshah ini merupakan shadaqah dari Allah yang dianjurkan
untuk diterima dengan penuh ketawadlu’an.
B.
Tujuan
Ø
Agar siswa mengetahui shalat apa
saja yang dapat dijama’ dan diqashar.
Ø
Agar siswa dapat mengetahui tata
cara dalam mengerjakan shalat jama’ dan qashar.
Ø
Agar siswa dapat mengetahui
syarat-syarat shalat jama’ dan qashar.
Ø
Agar siswa dapat mempraktekannya
dengan baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jama’ adalah shalat yang dikumpulkan atau mengumpulkan
dua shalat fardlu dalam satu waktu. misalnya shalat zhuhur dan ashar dikerjakan
di waktu zhuhur atau pada waktu ashar.
Shalat yang boleh dijamakkan hanya antara
zhuhur dengan ashar dan antara maghrib dengan ‘isya. Adapun subuh tetap wajib
dikerjakan pada waktunya sendiri.
Shalat jama’ terdiri dari 2 macam, yaitu:
a)
Jama’ Taqdim adalah menggabungkan
shalat zhuhur dan ashar yang dilakukan pada waktu zhuhur dan shalat maghrib
digabungkan pelaksanaannya dengan ‘isya pada waktu maghrib.
b)
Jama’ Takhir adalah menggabungkan
shalat zhuhur dan ashar sesuai urutan pada waktu ashar dan shalat maghrib dan
‘isya dilakukan pada waktu ‘isya juga sesuai urutan.
Dasar menjama’ shalat adalah hadis
yang menceritkan:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ ﺇِذَا
ارْتَحَلَ ٌقَبْلَ أَنْ تَزِيْغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَجْمَعَهَا ﺇِلَى
العَصْرِ فَيُصَلِّيَهُمَا جَمِيْعًا وَﺇِذَا ارْتَحَلَ بَعْدَ زَيْغِ الشَّمْسِ
صَلَّى الظُّهْرَ وَالعَصْرَ جَمِيْعًا ثُمَّ سَارَ وَكَانَ ﺇِذَا اَرْتَحَلَ
قَبْلَ المَغْرِبَ أَخَّرَ المَغْرِبَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ العِشَاءِ وَﺇِذَا
ارْتَحَلَ بَعْدَ المَغْرِبِ عَجَّلَ العِشَاءَ فَصَلاَّهَا مَعَ المَغْرِبِ
“Bahwa Nabi SAW pada saat perang Tabuk, jika berangkat sebelum
matahari condong maka beliau mengakhirkan shalat zhuhur lalu menjama’nya ke
waktu Ashar lalu shalat jama’. Namun apabila beliau berangkat setelah matahari
tergelincir maka beliau shalat zhuhur dan ashar secara jama’ (taqdim) lalu
berangkat. Demikian pula bila berangkat sebelum maghrib maka beliau
mengakhirkan shalat maghrib hingga menjama’nya bersama shalat ‘isya. Tetapi
jika sudah berangkat setelah maghrib maka beliau segerakan shalat ‘isya lalu
shalat ‘isya bersama shalat maghrib.” (HSR Abu Dawud dan al-Tirmidzi).
Dalam hal ini ada beberapa keadaan
yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya, yaitu:
a)
Ketika sedang haji di Arafah, di
Mina dan Mudzdalifah.
b)
Ketika bepergian (jauh) sebagai
musafir, termasuk ketika akan pergi jauh untuk berperang.
c)
Dalam keadaan hujan
d)
Ketika sakit atau keadaan lain yang
menyulitkan.
Qashar adalah shalat yang diringkaskan atau
memendekkan jumlah rakaat shalat dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Misalnya
di antara shalat fardhu yang mestinya empat rakaat, dijadikan dua rakaat saja.
Adapu shalat yang boleh diqashar hanya zhuhur,
ashar dan isya. Shalat maghrib dan subuh tidak boleh diqashar.
Menurut pendapat Jumhur arti qashar di sini
ialah: shalat yang empat rakaat dijadikan dua rakaat. Mengqashar di sini ada
kalanya dengan mengurangi jumlah rakaat dari 4 menjadi 2, yaitu di waktu
bepergian dalam keadaan aman dan ada kalanya dengan meringankan rukun-rukun
dari yang 2 rakaat itu, yaitu di waktu dalam perjalanan dalam keadaan khauf.
dan ada kalanya lagi meringankan rukun-rukun yang 4 rakaat dalam keadaan khauf
di waktu hadhar.
Allah SWT berfirman:
وإذا
ضربتم في الأرض فليس عليكم جناح أن تقصروا من الصلاة إن خفتم أن يفتنكم الذين
كفروا إن الكافرين كانوا لكم عدوا مبينا
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka
tidaklah Mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang
orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata
bagimu.”(Qs. An-Nisa:101).
Orang yang
Diperbolehkan Mengqasar Salat, yaitu:
Tidak semua
orang diperbolehkan mengqasar salat. Seseorang diperbolehkan mengqasar salat
apabila dalam keadaan sakit, tidak aman, atau dalam bepergian jauh. Sebagaimana
sabda Rasulullah saw. Yang
Artinya:”Allah mewajibkan salat melalui nabimu (Nabi Muhammad saw.), empat
rakaat ketika nienetap dan dua rakaat ketika berada dalam perjalanan. (H.R.
Muslim)
B.
Syarat-syarat sah
a)
Syarat sah qashar
1.
Perjalanan yang dilakukan itu bukan
maksiat (terlarang), adakalanya perjalanan wajib seperti pergi haji atau sunat
seperti bersilaturahmi atau harus (mubah) seperti pergi berniaga.
2.
Perjalanan itu berjarak jauh
terhitung dari 80,64 km atau lebih (perjalanan sehari semalam).
3.
Shalat yang diqashar itu, shalat
adaan (tunai). Bukan shalat qadha. Aadapun shalat yang ketinggalan di waktu
berjalan boleh diqashar kalau diqada
dalam perjalanan, tetapi yang ketinggalan sewaktu muqim tidak boleh diqada
dengan qashar sewaktu dalam perjalanan.
4.
Berniat qashar ketika takbiratul
ihram.
b)
Syarat Jama’ Taqdim
1.
Hendaklah dimulai dengan shalat
yang pertama (zhuhur sebelum ashar atau maghrib sebelum ‘isya karena waktunya
adalah waktu yang pertama.
2.
Berniat jama’ agar berbeda dari
shalat yangn terdahulu karena lupa.
3.
Berturut-turut karena keduanya
seolah-olah satu shalat.
c)
Syarat Jama’ Takhir
Hendaklah
berniat pada waktu yang pertama bahwa ia akan melakukan shalat yang pertama itu
pada waktu yang kedua supaya ada maksud yang keras akan mengerjakan shalat
pertama itu dan tidak ditinggalkan begitu saja.
Dan boleh pula
orang yang tetap (tidak dalam perjalanan) shalat jama’ taqdim karena hujan
dengan beberapa syarat yang telah lalu dijama’ taqdim. Dan disyaratkan pula bahwa
shalat yang kedua itu berjamaah ditempat yang jauh dari rumahnya serta ia dapat
kesukaran pergi ke tempat itu karena
hujan.
C.
Jarak Safar yang dibolehkan jama’
dan qashar
Adapun jarak
perjalanan yang dibolehkan untuk menjama’ dan mengqashar shalat ternyata ulama
berbeda pendapat. Tapi yang jelas, riwayat Syu’ban dari Yahyabin Yazid
al-Huna’I dari Anas ra menyatakan bahwa:
ﺇِذَا خَرَجَ مَسِيْرَةَ ثَلاَثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ
ثَلاَثَةِ فَرَا سِخَ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
“Apabila
beliau (Nabi SAW) keluar dalam sebuah perjalanan 3 Mil atau 3 Farsakh maka
beliau shalat dua rakaat.” (HSR. Muslim dan Abu Daud).
Dalam hal ini,
Syu’bah ragu dalam menyebutkan jarak 3 Mil tau 3 Farsakh, padahal dua ukuran
ini sangat berbeda, yakni 1 mil =1/3 farsakh. Jika jarak 1 mil =1847 meter,
maka minimal jarak tempuh untuk 3 mil adalah 3 x 1847 meter = 5541 meter = 1
Farsakh, padahal 3 farsakh = 16.623 m. Oleh karenanya lebih aman bila memilih
jarak minimal 3 farsakh karena mesti sudah mencakup 3 mil. Tetapi pendapat
mayoritas ulama bahwa jarak minimal yang dibolehkan bagi musafir untuk
mengqashar shalatnya adalah perjalanan sehari semalam dengan jarak minimal 4
burud ( 1 burud = 4 farsakh) setara dengan 16 x 5541 m = 88,656 Km ( dibulatkan
menjadi 89 Km), sayangnya hadis ini mawquf dari Ibn ‘Abbas dan daif. Wallahu
a’lam.
D.
Lama Safar yang dibolehkan jama’
dan qashar
Para ulam juga berbeda pendapat
berapa lama perjalanan yang membolehkan musafir melaksanakan shalat jama’ dan
qashar. Karena demikian banyak dasar kebolehan shalat safar, maka di sini ada
beberapa hadis, yang antara lain dari Anas bin Malik ra. Bahwa:
خَرَجْنَا
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ المَدِيْنَةِ. قُلْتُ
أَقَمْتُمْ بِمَكَّةَ شَيْءًا؟ قَالَ: أَقَمْنَا بِهَا عَشْرًا (متفق عليه)
“ Kami keluar
bersama Nabi SAW dari Madinah ke Makkah, beliau shalat dua rakaat – dua rakaat
hingga kami kembali ke Madinah. Aku (yakni:Yahya) bertanya: Apakah kalian
tinggal di Makkah sebentar? Dia (Anas) menjawab: “Kami tinggal di Makkah 10
(hari).” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadis lain dari Ibn ‘Abbas ra
bahwa:
أَقَمْنَا
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي سَفَرٍ تِسْعَ عَشْرَةَ
نَقْصُرُ الصَّلاَةَ وَنَحْنُ نَقْصُرُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ تِسْعَ عَشْرَةَ
فَاِذَا زِدْنَاأَتْعَمْنَا
“Kami
pernah muqim tinggal bersama Nabi saw dalam sebuah perjalanan (yakni: di Makkah)
19 hari dan mengqashar shalatnnya. Tetapi jika sudah lebih 19 hari, maka kami
shalat empat rakaat.” (Muttafaq ‘alayh).
Berdasarkan hadis di atas maka
selama berstatus sebagai musafir biasa (bukan musafir perang) dan tidak tinggal
lebih dari 19 hari disatu tempat itu, maka masih diberikan keringanan untuk
menjama’-qashar shalatnya, Tapi kalau musafir perang, maka boleh
menjama’-qashar shalatnya selama masih dalam suasana perang. Sedangkan bagi
musafir dengan tujuan maksiat, maka tidak ada keringanan qashar kepadanya.
E.
Tata Cara Shalat Jama’ dan Qashar
1.
Tata cara shalat jama’
Cara Melaksanakan Salat Jamak
Takdim, Yaitu:
Misalnya salat duhur dengan asar:
salat duhur dahulu empat rakaat kemudian salat asar empat rakaat, dilaksanakan
pada waktu duhur.
1)
Berniat salat duhur dengan jamak
takdim.
2)
Takbiratul Ihram
3)
Shalat dhuhur empat rakaat seperti
biasa
4)
Salam
5)
Berdiri lagi dan berniat shalat
ashar
6)
Takbiratul Ihram
7)
Shalat ashar empat rakaat seperti
biasa
8)
Salam
Cara Melaksanakan Salat Jamak Ta’khir, yaitu:
Misalnya salat magrib dengan ‘isya: boleh salat magrib dulu tiga
rakaat kemudian salat ‘isya empat rakaat, dilaksanakan pada waktu ‘isya.
1)
Berniat menjamak salat magrib
dengan jamak ta’khir.
2)
Takbiratul ihram
3)
Salat magrib tiga rakaat seperti
biasa.
4)
Salam
5)
Berdiri lagi dan berniat salat yang
kedua (‘isya)
6)
Takbiratul Ihram
7)
Shalat isya’ empat rakaat seperti
biasa
8)
Salam
2.
Tata cara shalat qashar
Ambil contoh shalat dhuhur dan
ashar.
1)
Berniat mengqasar shalat dhuhur
2)
Takbiratul Ihram
3)
Shalat dhuhur dua rakaat
(diringkas)
4)
Salam
5)
Berdiri dan niat shalat ashar
6)
Takbiratul Ihram
7)
Shalat ashar dua rakaat
8)
Salam
F.
Beberapa hikmah salat Jamak Qasar,
antara lain:
1)
Tidak memakan waktu yang banyak
karena salat dua waktu dikumpulkan jadi satu dan diringkas menjadi dua rakaat.
2)
Ke dalam hati tenang, tidak gelisah
karena sudah dapat melaksanakan salat yang merupakan kewajiban setiap orang
Islam;
3)
Tidak merasa takut apabila
berhadapan dengan musuh karena sudah melaksanakan kewajiban salat;
4)
Merupakan keringanan Allah swt. Maka
kesempatan itu perlu disyukuri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jama’ adalah shalat yang dikumpulkan atau
mengumpulkan dua shalat fardlu dalam satu waktu. misalnya shalat zhuhur dan
ashar dikerjakan di waktu zhuhur atau pada waktu ashar.
Qashar adalah shalat yang diringkaskan atau
memendekkan jumlah rakaat shalat dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Misalnya
di antara shalat fardhu yang mestinya empat rakaat, dijadikan dua rakaat saja.
Syarat-syarat
sah
Syarat sah
qashar:
1)
Perjalanan yang dilakukan itu bukan
maksiat (terlarang), adakalanya perjalanan wajib seperti pergi haji atau sunat
seperti bersilaturahmi atau harus (mubah) seperti pergi berniaga.
2)
Perjalanan itu berjarak jauh
terhitung dari 80,64 km atau lebih (perjalanan sehari semalam).
3)
Shalat yang diqashar itu, shalat
adaan (tunai). Bukan shalat qadha. Adapun shalat yang ketinggalan di waktu
berjalan boleh diqashar kalau diqada
dalam perjalanan, tetapi yang ketinggalan sewaktu muqim tidak boleh
diqada dengan qashar sewaktu dalam perjalanan.
4)
Berniat qashar ketika takbiratul
ihram.
Syarat Jama’
Taqdim
1)
Hendaklah dimulai dengan shalat
yang pertama (zhuhur sebelum ashar atau maghrib sebelum ‘isya karena waktunya
adalah waktu yang pertama.
2)
Berniat jama’ agar berbeda dari
shalat yangn terdahulu karena lupa.
3)
Berturut-turut karena keduanya
seolah-olah satu shalat.
Syarat Jama’
Takhir
Hendaklah
berniat pada waktu yang pertama bahwa ia akan melakukan shalat yang pertama itu
pada waktu yang kedua supaya ada maksud yang keras akan mengerjakan shalat
pertama itu dan tidak ditinggalkan begitu saja.
Dan boleh pula
orang yang tetap (tidak dalam perjalanan) shalat jama’ taqdim karena hujan
dengan beberapa syarat yang telah lalu dijama’ taqdim. Dan disyaratkan pula
bahwa shalat yang kedua itu berjamaah ditempat yang jauh dari rumahnya serta ia
dapat kesukaran pergi ke tempat itu karena
hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Syakir Jamaluddin, M.A.Kuliah
Fiqih Ibadah.Yogyakarta.Surya Sarana Grafika.2010
H.Sulaiman Rasjid.Fiqih Islam.Jakarta.Kurnia
Esa.1984
http://seratdakwah.blogspot.com/2011/12/pengertian-dan-tatacara-shalat-jama-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar