PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN JINAYAH
Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat
yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa
atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja. Penta`rifan tersebut
adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang
membunuh atau menghilangkan anggota tubuh badan seseorang yang lain atau
mencederakan atau melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas atau diyat.
Hukum Pidana
Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau jarimah. Jinayat
dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Jinayah
merupakan bentuk verbal noun (mashdar) dari kata jana. Secara etimologi jana
berarti berbuat dosa atau salah,
Secara
terminologi kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti yang
diungkapkan oleh Abd al Qodir Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang
dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau
lainnya.
Jinayah adalah Perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan
kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal atau harta benda. Kata jinayah
berasal dari kata janayajni yang berarti akhaza (mengambil) atau sering pula
diartikan kejahatan, pidana atau kriminal.
Menurut A.
Jazuli, pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu kepada hasil
perbuatan seseorang. Biasanya pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang
dilarang. Di kalangan fuqoha', perkataan Jinayat berarti perbuatan perbuatan
yang dilarang oleh syara'. Meskipun demikian, pada umunya fuqoha' menggunakan
istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang terlarang menurut syara'.
Pada umumnya fuqoha' menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuata-perbuatan
yang mengancam keselamatan jiwa, seperti pemukulan, pembunuhan dan sebagainya.
Selain itu, terdapat fuqoha' yang membatasi istilah Jinayat kepada perbuatan
perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash, tidak temasuk
perbuatan yang diancam dengan ta'zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah
jinayat adalah jarimah, yaitu larangan larangan syara' yang diancam Allah
dengan hukuman had atau ta'zir.
Sebagian fuqoha menggunakan kata jinayat untuk perbuatan yang yang
berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan lain
sebagainya. Dengan demikian istilah fiqh jinayat sama dengan hukum pidana.
Haliman dalam disertasinya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukum pidana
dalam syari'at Islam adalah ketentuan-ketentuan hukum syara' yang melarang
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dan pelanggaran terhadap ketentuan
hukum tersebut dikenakan hukuman berupa penderitaan badan atau harta.
FUNGSI DAN
TUJUAN DITERAPKANNYA HUKUM:
Tujuan
diterapkannya hukum adalah mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (mengambil
segala yang bermaslahat serta menolak segala yang merusak dalam rangka menuju
keridhaan Allah sesuai dengan prinsip tauhid)
Ditinjau dari
segi prioritas kepentingannya bagi kehidupan manusia, tujuan diterapkannya
hukum terbagi menjadi lima, yaitu:
1. Memelihara
agama
2. Memelihara
jiwa
3. Memelihara
akal
4. Memelihara
keturunan dan kehormatan
5. Memelihara
harta
Sedangkan
fungsi diterapkannya hukum adalah mencapai tujuan yang akan dituju.
PEMBUNUHAN ADA 3 DIANTARANYA :
1.
Pembunuhan dengan sengaja (al-‘amd).
yaitu seorang mukalaf secara
sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya dengan cara
dan alat yang biasanya dapat membunuh.
(seperti membunuh dengan senjata api,sabit, memukul dengan
alat-alat yang berat dsb.)
2.
Pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu
al-’amdi).
Yaitu ialah
seorang mukalaf bermaksud membunuh orang yang terlindungi darahnya, dengan cara
dan alat yang biasanya tidak membunuh.
Ini tidak termasuk sengaja dan tidak juga
karena keliru (al-khatha’), tapi pertengahan di antara keduanya.
Seandainya kita melihat kepada niat
kesengajaan untuk membunuhnya, maka ia termasuk dalam pembunuhan dengan
sengaja. Namun, bila kita melihat jenis perbuatannya tersebut yaitu tidak
membunuh, maka kita memasukkannya ke dalam pembunuhan karena keliru
(al-khatha’). Oleh karenanya, para ulama memasukkannya ke dalam satu tingkatan
di antara keduanya, dan menamakannya syibhu al-‘amdi.
3.
Pembunuhan karena keliru (al-khatha’).
Yaitu seorang
mukalaf melakukan perbuatan yang mubah baginya, seperti memanah binatang buruan
atau semisalnya, namun ternyata anak panahnya nyasar mengenai orang hingga
meninggal dunia.
Hukum
Pembunuh dan Penganiaya:
Pembunuh
dan penganiaya badan manusia dihukumi sebagai orang fasik, karena melaksanakan
satu dosa besar. Hukumnya di akhirat dikembalikan kepada AllahSubhanahu wa
Ta’ala, apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak
mengazabnya maka ia akan diazab, dan bila Allah mengampuninya maka ia diampuni.
Hal ini termasuk dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
إِنَّ اللّهَ لاَ
يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن
يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيم
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Qs.
An-Nisa`: 48)
Ini
bila ia tidak bertobat sebelum meninggal dunia. Apabila ia telah bertobat, maka
tobatnya diterima, dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قُلْ يَا عِبَادِيَ
الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa, semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Az-Zumar: 53)
Namun,
di akhirat, hak korban yang terbunuh (al-maqtul) tidak gugur darinya dengan
sekadar tobat. Akan tetapi, korban tersebut akan mengambil kebaikan dan pahala
pembunuh tersebut sesuai dengan ukuran kezalimannya, atau Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang memberikannya dari sisinya. Hak korban juga tidak gugur
dengan qisas, karena qisas adalah hak keluarga dan kerabat korban (auliya`
al-maqtul).
Syekh
Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan, “Pembunuhan dengan
sengaja, berhubungan dengan tiga hak:
·
Hak Allah, dan ini akan terhapus
dengan tobat.
·
Hak auliya` al-maqtul, dan ini
gugur dengan menyerahkan diri kepada mereka.
·
Hak al-maqtul (korban). Ini
tidak gugur, karena korban telah mati dan hilang. Namun, apakah kebaikan
pembunuh akan diambil (di akhirat) atau Allah Subhanahu wa Ta’ala,
dengan keutamaan dan kemurahan-Nya akan menanggungnya? Yang benar adalah, Allah
dengan keutamaannya akan bertanggung jawab, apabila si pembunuh tersebut jelas
kebenaran dan kejujuran tobatnya.
·
Pendapat
ini pun dikuatkan oleh Ibnu al-Qayyim dalam penuturan beliau, “Yang benar
adalah, bahwa pembunuhan berhubungan dengan tiga hak: hal Allah, hak korban
(al-maqtul), serta hak keluarga dan kerabat korban (auliya` al-maqtul).
Apabila
pembunuh telah menyerahkan diri dengan suka rela, dengan menyesalinya dan takut
kepada Allah, serta bertobat dengan tobat nashuha, maka hak Allah Subhanahu wa
Ta’ala gugur dengan tobat si pembunuh, dan hak auliya` al-maqtul gugur dengan
menunaikan qisas secara sempurna, dengan jalan perdamaian, atau dimaafkan.
Akan
tetapi, masih tersisa hak korban. Allah yang akan menggantinya di hari kiamat
dari hamba-Nya yang bertobat, dan Allah pun memperbaiki hubungan keduanya.
B. MACAM-MACAM JINAYAH
1.Qasas
Qisas adalah pembayaran yang seimbang antara
pelaku dan yang dianiaya seperti bila membunuh harsu dibunuh, mematahkan gigi
harus dipatah gigi, dan lain-lain.
QS. Albaqarah: 178
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص في القتلى
الحر بالحر والعبد بالعبد والأنثى بالأنثى فمن عفي له من أخيه شيء فاتباع بالمعروف
وأداء إليه بإحسان ذلك تخفيف من ربكم ورحمة فمن اعتدى بعد ذلك فله عذاب أليم
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu,
maka baginya siksa yang sangat pedih.
2.Diyat
(Denda)
Pengertian :
denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukum
bunuh.
Diyat ada dua
macam, yaitu :
a)
Diyat Mughaladzah (denda berat), yaitu seratus
ekor unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun,
30 ekor unta betina, umur empat masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang
sudah bunting.
b)
Diyat Mukhaffafah (denda ringan), yaitu
seratus ekor unta, tetapi dibagi lima, yaitu 20 ekor unta betina umur tiga
tahun, 20 ekor unta jantan umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor unta betina umur
tiga masuk empat tahun, 20 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun. Denda
ini wajib dibayar oleh keluarga yang membunuh dalam masa tiga tahun, tiap-tiap
akhir tahun dibayar sepertiganya.
Hikmah dari Diyat yaitu:
·
Mencegah kejahatan terhadap jiwa dan raga
·
Obat pelipur lara korban
·
Timbulnya ketenangan dan ketentraman dalam
kehidupan masyarakat
3. Kifarat
Pengertian:
Tebusan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang telah ditentukan oleh
syari’at Islam karena telah melakukan kesalahan atau pelanggaran yang
diharamkan Allah.
Macam-macam kifarat ada dua, yaitu:
a)
Kifarat karena pembunuhan, yaitu dengan
memerdekakan hamba sahaya / berpuasa selama 2 bulan berturut-turut.
b)
Kifarat karena melanggar sumpah, yaitu dengan
memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian, memerdekakan 1 budak atau
berpuasa 3 hari
4. Hudud
Pengertian :
sanksi bagi orang yang melanggar hukum dengan dera / dipukul (jilid) atau
dengan dilempari batu hingga mati (rajam)
Perbuatan yang dapat dikanakan hudud ada 4, yaitu:
a)
Zina
b)
Qadzaf (menuduh orang berbiat zina),QS Annur
23,4
c)
Minuman keras
d)
Menuri, QS almaidah 38
5.Ta’zir
Pengertian :
apabila seorang melakukan kejahatan yang tidak atau belum memenuhi syarat untuk
dihukum atau tidak/belum memenuhi syarat membayar diyat. (hukuman yang tidak
ditetapkan hukumnya dalam quran dan hadits yang bentuknya sebagai hukuman
ringan).
C. HIKMAH JINAYAH
1. Mengetahui
perbuatan-perbuatan yang terlarang, terutama menurut agama.
2. Mengetahui
kewajiban dan tanggung jawab manusia itu sendiri.
3. Mengetahui
berbagai hukuman terhadap masalah yang disesuaikan dengan kondisi,sebab dan
latar belakang masalah.
4. Tercipanya
keamanan dan ketertiban
5. Terciptanya
kemaslahatan hidup.
6. Memberikan
pelajaran efek jera bagi para pelaku pelanggaran.
- Menjaga keamanan di dalam masyarakat dari segala fitnah tuduh-menuduh.
8. Menjaga
keselamatan nyawa dari pembunuhan
sesama, sendiri, dan sebagainya.
9. Menjaga
keamanan di dalam harta benda dan nyawa dari pencurian, rampok, dan lain-lain.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jinayat menurut tradisi syari’at Islam ialah
segala tindakan yang dilarang oleh hukum syariat untuk melakukannya yakni
perbuatan itu harus dihindari. Hukuman yang bersifat materi ini ini
dikompirmasikan bahwa Islam meletakkan penghormatan terhadap jiwa, sehingga
tidak ada seorang pun yang menganggap remeh masalah ini. Selain menghormati
jiwa, Islam pun memandang berbagai aspek yang berhubungan dengan kemaslahatan
umat banyak, sehingga jelaslah jinayat itu penting untuk dipelajari dan
digunakan dalam tatacara kehidupan.
B.
Saran
Dosen
memberikan penjelasan yang kurang dipahami oleh Mahasiswa maupun Mahasiswi
tentang JINAYAH serta memberikan informasi yang fakta dari materi yang dibahas dalam makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
·
Subul
as-Salam al-Mushilah ila Bulugh al-Maram, 7:231,
tahqiq Muhammad Shubhi Hasan Halaf, Muhammad bin Isma’il ash-Shan’ani, cetakan
kedelapan, tahun 1428 H, Dar Ibnu al-Jauzi, KSA.
·
Asy-Syarhu
al-Mumti’ ‘ala Zad al-Mustaqni’: 14/5,
Muhammad bin Shalih Ibnu Utsaimin, cetakan pertama, tahun 1428 H, Dar Ibnu
al-Jauzi, KSA.
·
'Abdul 'Azhim
bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar