Senin, 27 Juli 2015

Sekolah Sebagai Lingkungan Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam adalah doktrin agama, yang diturunkan oleh Allah SWT. Kepada hamba-Nya melalui para rasul. Dalam Islam memuat sejumlah ajaran, yang tidak sebatas pada aspek ritual, tetapi  juga mencakup aspek peradaban. Dengan misi utamanya rahmatan lil ‘alamin, Islam menyuguhkan tat nilai yang bersifat plural dan inklusif yang merambah ke dalam semua ranah kehidupan.
            Para ahli dari semua kalangan berusaha menerjemahkan Islam menurut disiplinnya masing-masing. Tentu saja bagi para pendidik, praktisi pendidikan dan teoritikus pendidikan lebih care menikmati hidangan itu dalam suguhan yang dikemas dalam bentuk pendidikan.
            Pendidikan, kata ini juga dilekatkan kepada Islam. Telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan, yang banyak dipengaruhi pandangan dunia (weltanschauung) masing-masing. Namun pada dasarnya, semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam semacam kesimpulan awal, pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.
            Bicara pendidikan tidak terlepas dari sekolah, suatu tempat yang dijadikan sebagai tempat berkumpul para peserta didik untuk menemukan ilmu dari proses pendidikan itu sendiri. Sekolah sebagai lingkungan yang utama setelah keluarga diharapkan mampu menjadi penyambung tangan orang tua sebagai pendidik yang utama dan pertama.
B.     Tujuan
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca lebih memahami tugas, fungsi dan peran sekolah serta pengaruh lingkungan sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sekolah dalam Perspektif Pendidikan Islam
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga sebagai lembaga pendidikan yang utama dan pertama. Dalam islam, bentuk lembaga Pendidikan Islam apa pun dalam Islam harus berpijak pada prinsip-prinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya, sehingga antara lembaga satu dengan dengan lembaga lainnya tidak terjadi semacam tumpang tindih. Prinsip-prinsip pembentukan lembaga pendidikan Islam itu adalah :
1.      Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api neraka (QS. At-Tahrim:6)
2.      Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan bertakwa, yang senantiasa memanjatkan doa sehari-hari (QS. Al-Baqarah:201; al-Qashash:77)
3.      Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada Khaliknya. Keyakinan dan keimanannya sebagai penyuluh terhadap akal budi yang sekaligus mendasari ilmu pengetahuannya, bukan sebaliknya, keimanan dikendalikan akal budi (Arifin HM, Ilmu Pendidikan Islam:suatu tinjauan teoritis dan praktis, hal. 39-40)(QS. Al-Mujadilah:11)
4.      Prinsip amar ma’ruf dan nahi mungkar dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan (QS. Ali Imran:104, 110)
5.      Prinsip pengembangan daya piker, daya nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.
Lembaga pendidikan Islam dapat berbentuk Keluarga, Masjid, Pondok pesantren, Madrasah.  Namun yang akan dibahas pada makalah ini adalah Sekolah Islam dan Madrasah saja. Namun demikian, pada bahasan kali ini penyusun cenderung menyamakan arti madrasah dan sekolah.
Seperti sekolah negeri lainnya, sekolah Islam terdiri dari pendidikan dasar enam tahun yang secara kelembagaan dikenali sebagai SD (Sekolah Dasar) Islam, Pendidikan menengah tiga tahun, yang dikenal sebagai SMP (Sekolah Menengah Pertama) Islam. Kemudian diikuti oleh pendidikan menengah kedua selama tiga tahun, yang dikenal sebagai SMU (Sekolah Menengah Umum) yang dahulu disebut sebagai SMA (Sekolah Menengah Atas) Islam.
Karena menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989 sekolah islam harus mengikuti system sekolah negeri, sekolah islam mengambil sepenuhnya kurikulum yang disusun dan dikeluarkan Kemendiknas. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara sekolah Islam dan sekolah umum (negeri). Yang membedakan mereka antara lain, adalah penekanan khusus pada pelajaran yang berhubungan dengan Islam dan sebagai akibatnya, memiliki jam belajar lebih lama untuk pelajaran agama. Sekolah negeri juga memiliki pelajaran agama dalam kurikulum mereka, bahkan, pelajaran agama bersifat wajib dalam system pendidikan nasional Indonesia, yang harus diajarkan sejak tingkat taman kanak-kanak hingga tingkat universitas. Namun, jumlah jam belajar yang disediakan bagi pelajaran agama terbatas, hanya dua jam per pecan.
Lembaga pendidikan Islam yang selanjutnya adalah madrasah. Meskipun pada kenyataannya “madrasah” berarti sekolah, di Indonesia istilah tersebut secara khusus mengacu pada “sekolah (agama) Islam”. Di Nusantara, sistem madrasah yang mulai berkembang pada dekade awal abad-20 pada mulanya memfokuskan diri nyaris secara eksklusif pada studi bahasa arab dan studi-studi Islam, seperti al-Qur’an, hadist Nabi SAW, fiqih, sejarah Islam, dan mata pelajaran Islam lainnya. Lalu madrasah secara perlahan mengadopsi sebagian ciri sistem pendidikan modern dan mata pelajaran modern, seperti matematika, geografi, dan ilmu-ilmu umum lainnya yang dimasukkan dalam kurikulum mereka.
Seperti sekolah-sekolah di bawah naungan Kemendikbud, terdapat madrasah negeri maupun swasta; seluruhnya berada di bawah pengelolaan Kementerian Agama-Kemenag. Seperti halnya sekolah umum dan sekolah Islam, madrasah juga terdiri dari tiga tingkat pendidikan : Madrasah Ibtidaiyah (dasar, enam tahun), Madrasah Tsanawiyah (menengah pertama, tiga tahun), Madrasah Aliyah (menengah atas, tiga tahun).
B.     Tugas, Fungsi dan peran sekolah
Kehadiran madrasah (sekolah) sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai empat latar belakang, yaitu :
1.      Sebagai manifestasi dan realisasi pembaruan sistem pendidikan islam
2.      Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren kearah suatu sisitem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk mmeperolah kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah.
3.      Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya peserta didik yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan mereka
4.      Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.
Dalam sebuah artikel berjudul “Pendidikan Berbasis Karakter” yang dimuat dalam sebuah web site Jaringan Sekolah Islam Terpadu Indonesia disebutkan sekolah ini menjadikan pendidikan karakter sebagai pilar utama dalam proses penyelenggaraannya. Karenanya, sekolah ini mengembangkan prinsip pendidikan berikut :
1.      Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis
2.      Mengintegrasikan nilai Islam dalam bangunan kurikulum
3.      Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar
4.      Mengedepankan uswah Khasanah dalam membentuk karakter peserta didik
5.      Menumbuhkan bi’ah shalihah dalam iklim dan lingkungan sekolah : menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran
6.      Melibatkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan
7.      Mengutamakan nilai ukhuwah dalam semua interaksi antar warga sekolah
8.      Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat dan asri
9.      Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu
10.  Menumbuhkan budaya profesionalisme.

Tugas-tugas yang diemban oleh madrasah (sekolah) setidaknya mencerminkan sebagai lembaga Pendidikan Islam yang lain. Menurut al-Nahlawi tugas lembaga madrasah (sekolah) sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :
1.      Merealisasikan pendidikan Islam yang berdasarkan atas prinsip pikir, akidah, dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Bentuk dan realisasi itu adalah agar peserta didik beribadah, mentauhidkan Allah SWT, tunduk dan patuh atas perintahNya serta syariatNya
2.      Memelihara fitrah anak didik sebagai insan yang mulia, agar ia tak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya. Kecenderungannya sekarang, madrasah telah membuat penyimpangan-penyimpangan dalam format yang berbeda yang bahayanya tak kurang dari bentuk lamanya, misalnya membuat senjata untuk berperang yang tidak manusiawi. Oleh karena itu, dasar operasionalisasi pendidikan harus dijiwai oleh fitrah manusiawi, sehingga menghindari adanya penyimpangan
3.      Memberikan kepada anak didik dengan seperangkat peradaban dan kebudayaan Islami, dengan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu alam, ilmu sosial, ilmu eksakta yang dilandaskan atas ilmu-ilmu agama, sehingga peserta didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembangan iptek
4.      Membersihkan pikiran dan jiwa dari pengaruh subjektivitas (emosi), karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah pada penyimpangan fitrah manusiawi. Dalam hal ini, lembaga pendidikan madrasah berpengaruh sebagai benteng yang menjaga kebersihan dan keselamatan fitrah manusia tersebut
5.      Memberikan wawasan nilai dan moral, serta peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran peserta didik menjadi berkembang. Pemberian itu dapat dilakukan dengan cara menyajikan sejarah peradaban umat terdahulu, baik mengenai pemikiran, kebudayaan, maupun perilakunya. Nilai-nilai tersebut dapat dipertahankan atau dimodifikasi karena bertentangan dengan akidah Islam atau tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman
6.      Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antar peserta didik. Tugas ini tampaknya sulit dilakukan karena peserta didik masuk lembaga madrasah dengan membawa status sosial dan status ekonomi yang berbeda.
Tugas ini berdampak langsung dari eksistensi dan interaksi para peserta didik dalam naungan satu sistem madrasah yang inputnya berasal dari berbagai lingkungan hidup. Di dalam madrasah inii, peserta didik ditempa dan dipadukan dalam satu kondisi dan iklim yang sama, yang mampu menyatukan qalb dan jiwa mereka.
7.      Tugas mengkoordinasi dan membenahi kegiatan pendidikan.
Lembaga-lembaga pendidikan keluarga, masjid dan pesantren mempunyai saham tersendiri dalam merealisasikan tujuan pendidikan, tetapi pemberian saham itu belum cukup. Oleh karena itu, madrasah hadir untuk melengkapi dan membenahi kegiatan pendidikan yang berlangsung.
8.      Menyempurnakan tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga, masjid dan pesantren.


Hemat penyusun, peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan merupakan salah satu cara paling efektif untuk mengentaskan kemiskinan, walaupun ini mungkin memerlukan waktu relatif panjang. Di sini mereka yang miskin tidak diberi “ikan” seperti dalam pendekatan ZIS selama ini, tetapii malah diberi “kail”. Tetapi agar kail “yang diperoleh melalui pendidikan itu bisa fungsional, ia harus ditopang kebijakan selaras dalam sektor lain, khususnya di lapangan ketenagakerjaan, pemilihan teknologi dalam industrialisasi, dan sebagainya. Jika tidak, pengentasan kemiskinan lebih banyak tinggal sekedar mimpi.
            Tidak ada keraguan lagi, salah satu misi sentral nabi Muhammad SAW adalah meningkatkan kualitas SDM, yang utuh, tidak hanya secara jasmaniyah, tetapi juga secara bathiniyah. Peningkatan kualitas SDM itu dilaksanakan dalam keselarasan dengan tujuan misi profetis Nabi SAW, yakni mendidik manusia, memimpin mereka ke jalan Allah, dan mengajar mereka menegakkan masyarakat yang adil, sehat, harmonis, sejahtera secara material maupun spiritual.
            Sebagai pendidik dan sekaligus Rasul, misi kependidikan pertama Muhammad SAW adalah menanamkan akidah yang benar yakni : akidah tauhid, menegaskan Tuhan, memahami seluruh fenomena alam dan kemanusiaan sebagai suatu kesatuan, suatu yang holistik. Dalam kerangka tauhid dalam pengertian ini, kemanusiaan adalah manusia yang memiliki kualitas seimbang : beriman, berilmu (beriptek) dan beramal; cakap baik secara lahiriyah maupun batiniyah; berkualitas secara emosional dan rasional, atau memiliki EQ dan IQ yang tinggi.
C.     Pengaruh lingkungan Sekolah Terhadap Perkembangan Anak
Setelah anak memasuki lingkungan sekolah maka mulailah anak menerima pengetahuan yang bersifat sistematis dan konseptual berupa sejumlah mata pelajaran. Di sini anak mulai berinteraksi dengan orang lain, yaitu teman-teman sebayanya dan guru. Karena itu guru harus memiliki kepribadian, agama, akhlak, sikap, penampilan, pakaian, dan cara bicara yang baik terhadap anak didik. Di sekolah anak terkadang mencari figur guru idola yang menurut dia dapat diteladani. Dengan mulainya anak berinteraksi diharapkan dia dapat hidup layak dan wajar dengan teman-temanya karena nantinya anak akan menjadi anggota masyarakat. Sekolah juga memberikan suatu harapan yang  dapat tergambar oleh masyarakat, yaitu dengan mendapat ijazah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya ataupun untuk mencari pekerjaan.
Perlunya penghayatan dan pengamalan dari pengetahuan yang diperoleh di sekolah dirasakan sangat urgen agar anak didik tidak menjadi orang yang pintar dalam teori, tetapi mengabaikan pengetahuan praktikal. Di sinilah pengaruh pendidikan masyarakat, di mana anak didik memperoleh pengetahuan praktikal yang sedikit sekali didapatkan di sekolah. Anak mempelajari pengetahuan agama dan bahasa Indonesia sehingga dapat menyusun sebuah pidato. Pidato ini dipraktikkan di muhadharah masjid atau asrama, yang sebelumnya dia melihat bagaimana cara menampilkan pidato dari seorang ustadz atau tokoh masyarakat. Jadi cara dia pidato, baik itu dari segi isi, penyampaian, dan sikap dia di hadapan hadirin dapat dikatakan dia sedang belajar berpidato sehingga pidato tersebut dapat dilihat baik atau tidak, perlu perbaikan atau tidak.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kajian kependidikan Islam tampaknya merupakan bidang yang belum tergarap secara serius dalam studi Islam secara keseluruhan. Bahkan, lebih memprihatinkan lagi, kajian kependidikan Islam dalam konteks Indonesia lebih ketinggalan. Jika tidak menyimak kajian-kajian yang dilakukan secara serius, maka akan relatif jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan kajian-kajian dalam bidang pemikiran kalam, misalnya karena relatif langkanya kajian-kajian serius mengenai kependidikan Islam itu, dapat dipahami pemikiran kependidikan Islam juga tidak berkembang sebagaimana diharapkan.
Oleh karena itu dibutuhkan sekolah/madrasah sebagai wadah untuk menampung semua aspirasi/pemikiran-pemikiran jenius dari para pendidik untuk ditularkan/ disampaikan kepada peserta didik di lingkungan sekolah/ madrasah.
Tugas-tugas lembaga pendidikan sekolah/ madrasa membutuhkan administrasi yang memadai, yang mencakup berbagai komponen, misalnya perencanaan, pengawasan, organisasi, koordinasi, evaluasi, dan sebagainya. Sehingga dalam lembaga sekolah/ madrasah itu terdapat tertib administrasi yang pada dasarnya bertujuan melancarkan pelaksanaan pendidikan.
B.     Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan kita sebagai calon pendidik mampu mengoptimalkan fungsi, tugas, dan peran sekolah sehingga dapat tercapaii tujuan pendidikan secara utuh dan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
            Mujib, Abdul dan Jusuf mudzakkir, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
            Azra, Azyumardi, 2012, Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar